Papua No. 1 News Portal | Jubi
Wamena, Jubi – Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) ke-29 tahun 2018 diselenggarakan di Distrik Welesi sejak 7-9 Agustus. Masih banyak catatan yang harus dibenahi.
Tahun ini pun panitia sebenarnya menyiapkan sejumlah kegiatan maupun rekor yaitu pernikahan adat secara massal, namun dengan sejumlah keterbatasan, ditambah tidak ada peserta yang mendaftar, sehingga kegiatan itu urung dilaksanakan.
Jiri Hruska wisatawan mancanegara asal Ceko, kepada Jubi mengeluhkan masalah kebersihan area festival dan juga cara pengambilan foto bagi pengunjung. Meski begitu Jiri yang baru pertama kali ke Wamena, mengaku senang menyaksikan FBLB,
“Orang tua saya yang sudah sembilan kali lihat FBLB ini, saya rasa enjoy semua berjalan baik,” katanya di sebelum penutupan FBLB, Kamis (9/8/2018).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya, Alpius Wetipo mengaku jika FBLB tahun ini memang kurang maksimal, karena berada di dalam tahun politik.
Pasalnya, jika di tahun sebelumnya 40 distrik yang ada dilibatkan, namun di tahun ini hanya 34 distrik sehingga membuat saat pembukaan nampak sepi.
“Tahun ini jujur saja saya bicara kalau untuk pembukaan FBLB hanya tujuh tampilan yang digelar, karena tahun ini kita tahun politik sehingga kami sedikit mengalami kesulitan untuk pelaksanaan,” kata Wetipo.
Meski begitu, apapun yang diberikan dinas tetap jalankan FBLB ini dengan keterbatasan yang dialami. Pada penutupan, Kamis (9/8/2018) dia mengungkapkan jumlah wisatawan yang berkunjung selama tiga hari berdasarkan jumlah tiket setiap harinya, berjumlah 460 orang perhari. Selama tiga hari festival tercatat 1.380 orang wisatawan asing.
“Jumlah ini meningkat sekitar 90 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan tahun lalu 1.305 orang,” kata dia.
Sedangkan jumlah kunjungan wisatawan lokal sebanyak 200 ribu orang. Selama tiga hari 600 ribu orang yang hadir dan jumlah keseluruhan yang mengunjungi FBLB 2018 29.775 orang.
Meski dianggap dari tahun ke tahun tidak ada perubahan, namun kebanyakan wisatawan lokal maupun mancanegara merasa senang dengan penyelenggaraan festival tahun ini.
Setiap tahun pun dilakukan berbagai atraksi maupun perlombaan, seperti atraksi nikah adat, atraksi perang-perangan, bakar batu, tarian tradisional, permainan musik pikon, permainan sikoko dan puradan, permainan music witawo, menyulam tradisional, karapan babi dan lempar sege (tombak) dan juga pameran.
Memang tahun ini tidak ada kegiatan memecahkan rekor MURI seperti tahun 2017, dimana dilangsungkan rekor melempar 1000 Sege (tombak).
Asisten I Jayawijaya, Tinggal Wusono saat menutup festival mengungkapkan pelaksanaan FBLB ini bukan untuk mengeksploitasi harga dan martabat masyarakat Baliem, tetapi untuk menjaga dan melestarikan nilai budaya di tengah-tengah modernisasi saat ini.
“Semoga apa yang kita tampilkan ini dapat menjaga nilai budaya di zaman serba modern. FBLB tidak ada maksud untuk mengekspolatasi harga dan martabat, tapi untuk menjaganya karena melalui seni dan budaya dapat menjelaskan ke dunia bahwa anak-anak Papua ramah dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan,” ujar dia. (*)