Cantik itu keriting, dari Agnez Mo sampai Dewi Kribo

papua
Agnez Mo berpose dengan dua perempuan Papua. Sumber instagram @agnezmo
Papua No.1 News Portal | Jubi

Rambut di kepala kita punya banyak cerita. Di sana lalu lalang tanda, gaya dan identitas.

Agnez Mo tampil beda pada 2019 silam. Biduanita Indonesia tersohor itu pamer gaya rambut barunya; Panjang dengan anyaman berpilin kecil-kecil.

Read More

Gaya rambut anyam Papua yang dipilihnya itu, katanya untuk kebutuhan pembuatan video klip terbarunya.

“Fakta menyenangkan: wanita cantik ini adalah orang Indonesia. Ini terjadi di Festival Danau Sentani, Sentani Timur, Jayapura, Papua, Indonesia.

Mengepang rambut di Papua adalah tradisi yang dimulai dari menenun tangan tas “noken”. Oleh karena itu, orang Papua benar-benar menyebut mengepang rambut sebagai “tenun rambut” atau “ANYAM RAMBUT” dalam Bahasa Indonesia.

Wanita Papua umumnya mengepang rambut mereka untuk alasan praktis seperti untuk kemudahan bekerja. Sekarang ada banyak cara mengepang rambut dan karena berbagai alasan. Tradisi ini telah menjadi sangat populer di Papua sehingga berubah menjadi kompetisi tahunan di Jayapura, provinsi Indonesia dari ibu kota Papua.

Bukankah menakjubkan betapa beraneka ragamnya kita sebagai manusia? Inilah yang diajarkan budaya saya kepada saya. Bersatu dalam perbedaan,” demikian tulis Agnez seperti dikutip dari Instagram @agnezmo yang punya 24,7 juta pengikut.

Ada stereotipe dan narasi besar yang barangkali masih diamini sebagian kalangan kurang piknik; cantik identik dengan rambut lurus terurai, kulit putih mulus dan lain sebagainya. Kaum hawa beramai-ramai meluruskan rambut, memutihkan wajah dengan kosmetik mengandung merkuri. Tahun 2000-an awal,trend rambut lurus mewabah. Salon-salon rebonding tumbuh subur. Di Gorontalo, sampai-sampai ada satu kampung di muara kota bernama Pabean yang terkenal sebagai “kampung rebonding”. Kaum hawa berbondong-bondong menyetrika rambut. Mereka rela antri berjam-jam.

Tapi rambut kribo, pernah jadi simbol perlawanan. “Pada pertengahan 1960-an, orang-orang kulit hitam di Amerika Serikat mendefinisikan ulang diri mereka,” tulis Fandy Hutari, dalam “Nyanyi Sunyi Rambut Kribo” di laman historia.id, 20 April 2018.

Bermula dari peristiwa pembunuhan tokoh hak asasi manusia Afrika-Amerika, Malcolm X, pada 21 Februari 1965, lahirlah “revolusi sunyi”, tanpa turun ke jalan.

Orang-orang kulit hitam, tulis Fandy, berhenti meluruskan rambut dan mulai menonjolkan kebanggaan warisan rasial melalui gaya rambut. Carole Elizabeth Boyce Davies dalam buku Encyclopedia of the African Diaspora menyebut, gaya rambut Afro mendapatkan makna politis begitu menjadi simbol Black Power Movement.

Di Indonesia, gaya rambut Afro dipopulerkan rockstar seperti Achmad Albar, Ucok Harahap, dan Gito Rollies. Dalam Ensiklopedi Musik, Japi Tambajong menyebut istilah kribo muncul pertama kali di Bandung.

Pada 1970, rambut perempuan yang keriting alami dan panjang mengembang pernah jadi trend.

Pada 2015 silam, kaum hawa di Liverpool, Inggris banyak berkeliaran di jalan dengan roll rambut yang masih nongkrong di kepala. Mereka tak malu menunjukkan penampilan yang terkesan tidak rapi dan belum siap untuk keluar rumah.

Usut punya usut,ternyata itu bukan  bagian dari trend kecantikan. Mereka ternyata lebih mementingkan penampilan pada saat malam hari, waktu keluar rumah untuk berpesta. “Jadi, pada siang harinya para wanita di sana sudah mempersiapkan diri, terutama penapilan rambut agar pada malam harinya mendapatkan tatanan rambut bervolume dan bergelombang ala rambut Kate Middleton,” sebagaimana dikutip laman wolipop lifestyle, 30 juli 2015.

Cantiknya gadis berambut kribo juga pernah mengemuka ketika kelompok musik legendaris Papua, Black Brothers menciptakan lagu “Dewi Kribo”;

“Dewi kribo danau sentani/ hitam manis/menawan hati/duduk di tepian danau, tersenyum dikau tersenyum/ dekatlah kemari/oh dewi kribo…,” begitu penggalan liriknya.

Lewat lagu “Dewi Kribo,” Black brothers menyandingkan seorang gadis Papua berambut kribo dan berkulit hitam dengan dewi yang berasal dari tradisi India. Artinya memiliki sifat suci selain pula menyimbolkan kecantikan dan kekuasaan.

“Metafora ini adalah bentuk sarkasme atau sindiran halus dan sekaligus merupakan counter-hegemoni. Dewi kribo memberi rasa bangga akan identitas sebagai orang kulit hitam,” tulis Iriano Yedija Petrus Awom, dalam risetnya “tafsiran kognisi puitis terhadap lagu Black Brothers dalam mengungkap transkrip tersembunyi,” (MELANESIA: Jurnal Ilmiah Kajian Sastra dan Bahasa Volume 01, Nomor 02, Februari 2017).

Pesan dari lagu ini, tulis Awom, sama seperti slogan pergerakan kulit hitam di Amerika pada tahun 1960an yaitu “hitam itu indah” (Black is beautiful).

“Lagu ini sangat positif. Terlahir sebagai orang kulit hitam dan berambut keriting janganlah membuat orang Papua merasa inferior (rendah diri) tetapi harus merasa bangga,” tulisnya. (*)

Editor: Angela Flassy

Related posts

Leave a Reply