Buruh perempuan sulit memenuhi kebutuhan karena tak dapat Bansos

buruh perempuan Papua
Ilustrasi, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Studi yang digelar Marsinah FM dan Kelompok Belajar Perburuhan terhadap 20 orang buruh perempuan di wilayah Jakarta dan Bekasi, ditemukan sembilan buruh yang tak pernah menerima bantuan sosial. Sedangkan enam buruh yang mendapat Bansos mengaku hanya menerima bantuan sesekali ataupun dengan jatah yang dikurangi dari semestinya.

Read More

Studi itu dilakukan pada 1 hingga 24 Oktober 2020 terhadap buruh perempuan yang sudah berkeluarga dan tidak memiliki penghasilan, baik dari dirinya ataupun dari suaminya. Salah satu di antara mereka yang tak menerima bansos adalah B (47), ibu satu anak yang bekerja di bagian administrasi sebuah perusahaan ekspedisi.

Sebelum pandemi saja, gajinya jauh di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK). Padahal ia bekerja hingga 10 jam per hari.

“Di tengah pandemi, perusahaan berusaha membuatnya tidak betah bekerja dengan cara melakukan mutasi beberapa kali. Akhirnya, terjadi PHK tanpa kompensasi sebagaimana mestinya,” tulis studi tersebut.

Baca juga : 5 ancaman Omnibus Law terhadap perempuan

Banyak perempuan asal Sigi jadi buruh migran unprosedural

Perempuan di tengah arus investasi di Papua

Karena kehilangan pekerjaan dan tak punya uang lebih, B harus bergantung kepada belas kasih saudara dan rekannya untuk mengisi perut dan kebutuhan sehari-hari.

Nasib serupa juga dialami L (36), orang tua dengan dua anak yang baru saja di-PHK. Tak hanya dia yang kehilangan kerja, suaminya pun turut menjadi korban PHK karena pandemi.

Ia mengaku tak pernah mendapat bantuan sosial maupun bantuan subsidi upah dari BPJS Ketenagakerjaan. Padahal rekan-rekannya di pabrik sudah mendapat bantuan tersebut.

Dari 15 peserta studi yang memiliki BPJS Ketenagakerjaan, hanya delapan buruh yang telah menerima BSU. Mereka pun tak menerima penjelasan dari BPJS maupun perusahaan terkait keadaan itu.

Kondisi ekonomi yang menyulitkan dan hilangnya harapan akan bantuan dari pemerintah membuat banyak keluarga buruh harus mengabaikan kuantitas dan kualitas pangan sehari-hari.

“Bantuan sosial yang kerap digembar-gemborkan oleh pemerintah–bahkan dengan tas khusus yang didesain sedemikian rupa sempat mempengaruhi pendistribusian–belum terdistribusi dengan baik kepada warga negara yang berada dalam situasi sangat mendesak ini,” ungkap studi lebih lanjut.

Studi itu pun menilai penyaluran bansos kepada kelompok yang rentan terdampak pandemi masih karut marut. Sikap ini disebut sebagai langkah pembiaran negara terhadap kesejahteraan masyarakat dan perkembangan anak pada keluarga terdampak.

Seiring dengan keluhan masyarakat terkait bansos, belakangan Menteri Sosial Juliari P. Batubara justru dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga mengambil keuntungan dari program itu.

KPK menduga Juliari mengambil untung Rp10 ribu per paket bansos yang dibagikan ke masyarakat. Dari sedikit demi sedikit uang yang dikumpulkan itu, ia diduga menerima Rp17 miliar. (*)

CNN Indonesia

Editor  : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply