BUPATI Kabupaten Nduga Yairus Gwijangge menyetujui anak-anak pengungsi Nduga di Wamena untuk tetap melanjutkan pendidikan di sekolah darurat di Gereja Kingmi Weneroma hingga pelaksanaan ujian nasional selesai.
Hal itu sesuai dengan hasil kesepakatan bersama antara pemerintah daerah yang dihadiri bupati, wakil bupati, dan sekda dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, masyarakat Nduga yang berada di Jayawijaya, serta orang tua murid dan siswa.
Pertemuan diadakan di halaman Gereja Kingmi Jemaat Weneroma, Selasa, 19 Maret 2019.
Pertemuan dimulai pukul 10.00 WP dengan penyampaian pendapat dari perwakilan distrik, kemudian keluhan dari masyarakat.
Pembicaraan sempat a lot. Umumnya warga yang mengungsi enggan kembali ke daerah mereka masing-masing, jika masih ada kekuatan militer di tempat mereka.
Sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat juga menyampaikan keberatan jika anak-anak dan masyarakat harus kembali secepatnya, jika pasukan belum ditarik dari sejumlah wilayah di Nduga.
Bupati Yairus Gwijangge berupaya meyakinkan warganya tentang kesepakatan Pemkab Nduga dan Pemkab Jayawijaya untuk memindahkan anak-anak dari sekolah darurat ke dua gedung sekolah milik Pemkab Jayawijaya. Namun kesepakatan itu ditolak masyarakat.
“Kami menyampaikan permohonan maaf, Pemkab Nduga, guru, relawan, dan gereja sudah melakukan pertemuan, hasilnya memutuskan sekolah sementara tetap di lokasi Ilekma, karena sementara ujian sudah dimulai, jadi kita tidak pindahkan anak-anak dan dilanjutkan hingga ujian nasional selesai,” kata Bupati memutuskan.
Bupati Gwijangge menyampaikan, untuk siswa Kelas 6 SD, Kelas IX SMP, dan Kelas XII SMA yang akan menempuh ujian nasional akan tetap belajar di sekolah darurat.
Sedangkan untuk siswa kelas 1-5 SD, VII dan VIII SMP dan IX dan X SMA akan dipikirkan kembali, setelah Pemkab Nduga bersama pengelola gereja bisa bertemu Presiden Joko Widodo untuk meminta pemerinntah menarik pasukan dari wilayah Nduga.
Selain itu, kata Gwijangge, Pemkab Nduga akan menyampaikan agar pemerintah pusat menghentikan seluruh proyek pembangunan jalan dan jembatan Trans Papua, Wamena-Nduga.
“Kami akan berusaha melobi dan bertemu Presiden untuk minta penarikan anggota, setelah jawaban presiden seperti apa, lalu akan diputuskan mereka tetap sekolah di sini atau akan kembali ke daerah,” katanya.
Menurut Bupati, masyarakat ingin sebelum Pemilu 17 April 2019, seluruh pasukan sudah harus ditarik dari Nduga.
“Namun, apapun keputusan Presiden, Pemkab Nduga akan menyesuaikan dan akan dibicarakan kembali bersama masyarakat,” ujarnya.
Dengan bertahan di sekolah darurat, lanjutnya, Pemkab Nduga akan membantu fasilitas penunjang di sekolah itu, seperti meja, bangku, ruang kelas, pakaian untuk anak-anak, dan keperluan sekolah lainnya.
“Kami akan gelar rapat lagi dengan OPD teknis untuk membantu pengungsi dan menyiapkan sekolah sementara,” ujarnya.
Bupati juga berencana akan membangun sekolah di halaman Gereja Weneroma dan akan meminta kepada Bupati Jayawijaya agar dapat merencanakan satu SD, satu SMP, dan satu SMA agar anak-anak pengungsi dapat masuk di sekolah tersebut.
“Di sini kan wilayah Jayawijaya, jadi kalau kami dari Nduga yang bangun tidak mungkin, pasti kami minta kepada Bupati Jayawijaya untuk mengizinkan buka sekolah di sini,” katanya.
Soal pendanaan, lanjuutnya, jika Bupati Jayawijaya menyetujui membangun bangun sekolah tersebut maka bisa berbagi dana, berapa persen dari Kabupaten Nduga dan berapa persen dari Kabupaten Jayawijaya.
“Begitu juga dengan tenaga guru sepenuhnya dari Jayawijaya, tetapi jika butuh kerja sama antara Jayawijaya dan Nduga, tenaga guru dari Nduga bisa disumbangkan,” katanya.
Sekretaris Daerah Nduga Namia Gwijangge mengungkapkan, dengan kesepakatan sekolah darurat akan terus ada hingga ujian selesai, maka ia memerintahkan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Dinas Sosial Pemkab Nduga untuk bisa memenuhi segala kebutuhan masyarakat di pengungsian Wamena.
Hal itu dilakukan, katanya, karena masyarakat Nduga banyak mengungsi di Jayawijaya, baik pelajar maupun orang dewasa. Di antaranya banyak yang mulai sakit. Karena itu ia meminta Dinas Kesehatan Nduga melayani masyarakat yang berada di Wamena.
“Persediaan obat di Nduga banyak, bukan hanya di Wamena masyarakat Nduga butuh obat, di beberapa titik juga sama, sehingga pembagian petugas kesehatan harus dilakukan,” ujarnya.
Selain itu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Dinas Sosial juga harus turun langsung melihat masyarakat yang mengungsi. Dinas Sosial sudah menyiapkan beras dan akan menyalurkan secepatnya ke beberapa titik tempat masyarakat tinggal dan juga anak-anak sekolah.
“Kami juga berharap masyarakat Nduga yang datang di Jayawijaya ini dapat menjaga keamanan, tidak boleh membuat masalah di daerah ini, apalagi ini sudah situasi menjelang pesta demokrasi pemilu 2019, jangan sampai terjadi konflik di Wamena,” katanya.
Siswa tak ingin pindah
Setelah ada kesepakatan Pemkab Jayawijaya akan menyediakan beberapa gedung sekolah untuk dipakai anak-anak pengungsi Nduga untuk belajar, ternyata siswa sendiri tidak mau pindah.
Renu Nirigi, perwakilan siswa di hadapan Bupati menyampaikan, jika harus pindah ia dan teman-temannya harus beradaptasi lagi dengan lingkungan baru.
“Jika pindah ke sekolah yang sudah disiapkan, kita pasti akan sekolah siang atau sore hari, baru kita pulang ke rumah, bagaimana kalau sudah malam?” katanya.
Sementara itu, Pendeta Eliser Tabuni mendukung rencana Bupati Nduga untuk bertemu Presiden menanyakan kebijakan pusat terkait penyelesaian Nduga, sehingga para pengungsi bisa kembali ke daerah masing-masing. (*)
Editor : Syofiardi