Papua No. 1 News Portal | Jubi
Wakil Wali Kota Jayapura Rustan Saru mengatakan tidak dibenarkan jika ada sekolah yang masih memungut uang dari orang tua dengan alasan membeli buku paket pelajaran.
Wakil Wali Kota Jayapura Rustan Saru mengatakan bahwa larangan penjualan buku kepada siswa di sekolah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 75/ 2016 tentang Komite Sekolah.
Namun bagi orang tua siswa yang ingin anaknya menambah wawasan dipersilakan membeli buku tanpa ada paksaan dari pihak sekolah, terutama guru.
Rustan menanggapi banyaknya keluhan dari orang tua siswa baru SD dan SMP di Kota Jayapura yang juga terkait dengan besarnya biaya masuk sekolah.
“Ini kadang-kadang kita belum memahami aturannya, Pemerintah Indonesia sudah menganggarkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat untuk membeli buku, pendidikan, dan sekolah tanpa ada pungutan,” ujarnya di Jayapura, Sabtu, 27 Juli 2019.
Karena itu, ia menilai tidak dapat dibenarkan jika ada sekolah yang masih memungut uang dari orangtua dengan alasan untuk membeli buku, karena 30 persen dana BOS dialokasikan untuk pengadaan buku paket sebagai penunjang kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
“Itu harus bebas (paket buku pelajaran), tidak boleh, kalaupun itu ada pungutan atas kesepakatan melalui komite sekolah secara sukarela atau tidak ada paksaan,” katanya.
Kalau ditemukan ada sekolah yang minta pungutan tanpa sukarela berarti itu namanya pungkutan liar (pungli).
“Baik untuk SD maupun SMP, jangan pernah membebani siswa dengan keharusan untuk membeli buku, apalagi menjual buku,” katanya.
Terkait sekolah yayasan (swasta) menjual buku pelajaran, dikatakan Rustan Saru, jika sekolah yayasan paham aturan tidak akan memungut biaya untuk paket buku pelajaran.
“Kalau mereka (sekolah yayasan) sadar tidak boleh, sekolah yayasan itu beda, karena ada nilai tambahan jam belajar boleh memungut biaya tapi ada batasannya juga, tidak boleh memberatkan,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Rustan, sekolah swasta wajib menampung 10 persen orang miskin dari jumlah siswa yang ada. Misalnya, kalau terima 100 siswa baru maka 10 orang harus ada siswa miskin yang digratiskan atau tidak boleh membayar biaya masuk sekolah.
“Saya sudah bilang kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdik) Kota Jayapura agar mengundang semua sekolah swasta, kita berikan kesepakatan bersama mengenai batas toleransi biaya untuk tambahan dari siswa,” katanya.
Rustan berharap agar masyarakat bisa melaporkan ke Disdik Kota Jayapura jika ada temuan seperti itu (pembelian buku paket pelajaran) karena tidak ingin setiap tahun ajaran baru ada oknum yang mencoba mengambil keuntungan dengan cara menjual beli buku di lingkungan sekolah.
“Adanya dana BOS untuk membantu orangtua yang tidak mampu, bukan mempersulit, kalau ada anak mau sekolah lalu sanggup membayar ya silakan saja, tetapi memang ini harus dibatasi juga (tidak terlalu mahal),” katanya.
Penjualan buku yang dilakukan sekolah selain dari terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diakui Rustan, termaksud dalam monopoli atau tidak transparan.
“Kalau untuk sekolah yayasan kalau ada produk lain, itu diperbolehkan tergantung yayasan asal melalui kesepakatan komite, tapi untuk sekolah negeri tidak diperbolehkan menjual buku, karena itu dilarang,” ujarnya.
Menurut Rustan, sekolah harus secara transparan dalam penyediaan buku pelajaran. Kalau buku tidak boleh menentukan merek, sebab semua produsen buku menerbitkan buku yang sama.
“Penjualan buku juga harus disepakati melalui dewan guru dan komite sekolah terkait harga buku, misalnya membutuhkan 100 buku tapi kekurangan uang karena dibatasi dana BOS maka komite bisa membantu tapi secara sukarela karena tidak diwajibkan membayar,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Fahrudin Pasolo, menyatakan setiap tahun Pemerintah Kota Jayapura menyalurkan dana BOS secara fluktuatif sekitar Rp36 miliar untuk SD dan SMP (negeri dan swasta).
Dana BOS yang disalurkan ke SD dan SMP di Kota Jayapura digunakan untuk membayar tenaga SDM honorer, belanja peralatan (buku, alat tulis), biaya telepon, air, jasa, dan penerimaan peserta didik baru.
“Dana BOS per tahun untuk SD Rp800 ribu per siswa, SMP Rp1 juta per siswa, dan SLB Rp2 juta per siswa, setiap sekolah diberikan sesuai jumlah siswa, tidak diberikan kepada siswa tetapi untuk kebutuhan pelayanan di sekolah,” ujarnya.
Kepala SD Negeri Inpres Angkasa Jayapura, Murjana, mengatakan buku paket pelajaran bagi peserta didik sudah disediakan sekolah melalui dana BOS.
“Memang untuk melengkapi per siswa tidak cukup, namun bisa digunakan untuk belajar, kalau untuk buku-buku latihan soal, orangtua beli sendiri di Gramedia,” katanya.
Setiap tahun ajaran baru menjadi beban pikiran bagi orang tua siswa. Bagaimana tidak, pasalnya orangtua siswa harus mengeluarkan uang membeli buku paket pelajaran hampir mencapai Rp1 juta.
Orang tuasiswa di Kota Jayapura, Ari, merasa heran dengan adanya kebijakan sekolah yang mengharuskan membeli buku untuk bahan pelajaran sekolah.
“Berat sekali bagi saya untuk membeli buku hampir Rp1 juta, tapi saya kasihan juga pada anak saya kalau tak membelinya, karena semua bahan pelajaran ada dalam buku itu,” katanya. (*)
Editor: Syofiardi