Papua No. 1 News Portal | Jubi

Coba ketik “buah merah” di google. Niscaya yang muncul di laman pertama adalah aneka khasiatnya. Berikut deretan lapak daring yang menjual sari buah itu.

Sebelum jadi top, orang Papua menyebut Buah Merah (Pandanus conoideus) sebagai buah Tawi,Sauk Ekendi atau Kuansu. Tumbuhan pandan-pandanan itu tumbuh bergerombol di dataran 40 sampai dua ribu meter di atas permukaan laut.

Untuk tumbuh sempurna, buah merah butuh suhu udara di bawah 17 derajat Celcius. Curah hujan rata-rata 186 mm per bulan, sinar matahari 57 persen dan tekanan udara rata-rata 896 mb. Pohon Buah Merah bisa tumbuh setinggi 16 meter. Panjang buahnya mencapai 55 cm. diameter 10-15 cm, dan bobot 2-3 kg. Saat matang, warnanya merah marun terang. Ada juga jenis tanaman ini yang punya warna coklat dan coklat kekuningan.

Kehebatan buah merah jadi sohor begitu peneliti Universitas Cenderawasih, Drs. I Made Budi MSi, menemukan khasiat pengobatan dan kandungan gizi yang luar biasa dalam buah itu, pada akhir 2004 lalu.

Made Budi yang ahli gizi, mengamati kebiasaan masyarakat tradisional di Wamena, Timika dan desa-desa kawasan pegunungan Jayawijaya. Mereka biasanya mengonsumsi buah merah sebagai obat cacing, penyakit kebutaan, dan penyakit kulit.

Menurutnya, buah ini mengandung zat-zat alami peningkat system kekebalan tubuh dan proses metabolisme. Di antaranya karotenoid, betakaroten, alfa tokoferol dan zat lain yang jadi senyawa anti radikal bebas pengendali beragam penyakit seperti kanker, hipertensi, paru–paru dan infeksi.

Selain itu, buah merah tinggi kalori, kalsium, serat, protein, vitamin B1, vitamin C dan nialin.

“Tak heran jika setelah meminumnya orang akan merasa bugar dan nafsu makan meningkat,” tulis Bustanussalam, peneliti Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) lewat artikelnya “Pemanfaatan obat tradisional (herbal) sebagai obat alternatif (Jurnal BioTrends Vol.7 No.1 Tahun 2016)

Penduduk asli, biasanya menyingkirkan empulur (bagian terdalam batang) memakai tulang paha kasuari, bukan parang. Daging buah merah dipotong -potong, direbus dan diolah menjadi minyak. Satu buah merah dengan berat 2-3 kg, menghasilkan minyak sebanyak 75-300 ml.

Baca Juga:Papua, “surga kecil di bumi” penuh ragam obat tradisional

Saat ini, LIPI menanam 14 jenis tanaman buah merah di Kabupaten Jayawijaya.

Adalah Nicolaas Maniagasi, orang Papua yang pertama kali membudidayakan buah merah pada 1983. atas jasanya itu, dia beroleh penghargaan Kehati Award pada 2002.

Demam buah merah muncul setelah Made Budi, dosen Universitas Cenderawasih, Papua, meneliti khasiat buah ini. Made mengklaim sari buah merah bisa mengobati kanker, ginjal, HIV, flu burung, dan aneka penyakit kronis. Tanaman ini juga dapat diolah menjadi suplemen makanan.

Sebagian warga, sempat menikmati demam buah merah ini. Mereka ikut menanam buah itu dan menjualnya ke perusahaan pengolah. Meski, harga jualnya terlalu murah. Di Papua per liter sari buah merah dijual Rp800 ribu, padahal di Jakarta harganya Rp 4 juta per liter. “Investor tidak menghargai dan menghormati hak dasar penduduk asli Papua, ” kata Nicolaas yang juga menjadi menjadi Ketua Yayasan Sagu Swaka Alam, sebagaimana dikutip Majalah Tempo, Edisi. 42/XXXV/11 – 17 Desember 2006.

Pada 6 Oktober 2006, ada pesta kecil dibikin di Pulau Yapen Papua. Dua peneliti LIPI, Ary P. Keim dan Y. Purwanto menemukan kerajaan Pandan dalam hutan di pulau yang di lingkupi Teluk Cenderawasih itu.

Penemuan itu, diklaim menyudahi penelitian Odoardo Beccari, ahli botani asal Italia yang pernah meneliti tanaman pandan di Papua, 131 tahun sebelumnya.

Mulanya, para peneliti LIPI bermaksud mengeksplorasi tumbuh-tumbuhan pangan di Pulau Yapen. Namun, selama keluar masuk hutan sepanjang September-Oktober 2006, tim malah menemukan 14 taksa keluarga pandan (Pandanaceae) di seantero pulau itu.

Beberapa di antara tanaman itu, diduga mengandung khasiat sehebat buah merah. Pandan tersebut adalah pandan buah kuning. Orang Serui menyebutnya Awone Mangkaki serta pandan abo yang berwarna merah dan kuning.

Ketiga taksa ini, ujar Purwanto, memiliki potensi menjadi bahan baku obat modern atau suplemen makanan. Buahnya bila diletakkan di tangan menimbulkan sensasi hangat. “Diduga mengandung minyak atsiri, ” kata ahli etnobiologi yang mendapat gelar doktor dari Universitas Paris VI itu kepada Tempo.

Nicolaas Maniagasi, sang pengagas budidaya buah merah Papua, menyambut temuan kerajaan pandan itu penuh waswas. “Kami tidak ingin nasibnya sama seperti buah merah dan mahkota dewa,” ujarnya.

Mahkota dewa kini justru terkenal dan menjadi buah komersial di Cina. Warga Papua, yang menjadi pemilik asli buah obat ini, tak kecipratan rezekinya. Begitu juga dengan pandan buah merah. (*)

Editor: Angela

Leave a Reply