Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Dewan regulator kesehatan Brasil, Anvisa, memilih dengan suara bulat tidak menyetujui vaksin buatan Rusia, Sputnik V. Kebijakan pada Senin (26/4/2021) kemarin itu saat vaksin Sputnik V, diajukan sejumlah gubernur negara bagian demi memerangi gelombang kedua corona yang menghantam negara itu.
“Penolakan itu terjadi setelah sejumlah staf teknis menyoroti “risiko bawaan” dan cacat “serius” akibat penggunaan vaksin itu karena informasi sangat minim terkait jaminan keamanan, kualitas, dan keefektifannya,” kata Manajer Umum Pemantauan Kesehatan Anvisa, Ana Carolina Moreira Marino Araujo.
Menurut Ana mereka mengambil keputusan ini setelah mempertimbangkan semua dokumen. Mereka juga sudah memeriksa data hasil dari inspeksi langsung, juga beberapa informasi dari regulator lain yang menyatakan ada “risiko yang melekat” terlalu besar terkait vaksin tersebut.
Baca juga : Pekerja seks Brasil berdemonstrasi minta vaksin Covid-19
Lagi-lagi Brasil kembali catat rekor kematian akibat Covid-19
Sita 3 ribu lebih dosis vaksin Covid-19 palsu, China juga tangkap 80 orang
Manajer Obat-Obatan dan Produk Biologis Anvisa, Gustavo Mendes, masalah krusialnya adalah adenovirus yang terdapat dalam vaksin Sputnik V dan dapat bereproduksi. Hal itu, kata Mendes, merupakan salah satu cacat “serius” dari vaksin Sputnik V.
Selain Brasil, Uni Eropa juga belum menyetujui vaksin Sputnik V dengan alasan blok tersebut membutuhkan lebih banyak informasi tentang pengujian dan proses pembuatan vaksin tersebut.
Sejauh ini, beberapa negara sudah menyetujui penggunaan vaksin Sputnik V.Ilmuwan Rusia mengklaim vaksin buatan Gamaleya Institute itu 97,6% efektif melawan Covid-19 berdasarkan pengujian terhadap 3,8 juta orang.
Di sisi lain, program vaksinasi corona di Brasil kacau menyusul pasokan vaksin yang terus menipis dan tertunda kedatangannya. Keterlambatan program vaksinasi membuat Brasil menjadi salah satu zona merah penularan Covid-19 paling mematikan di dunia.
Kementerian Kesehatan Brasil melaporkan 27,3 juta orang atau setara dengan 13 persen populasi telah menerima dosis pertama vaksin corona. Negara itu mencatat lebih dari 14,4 juta kasus infeksi virus corona dengan hampir 400.000 kematian sejak awal pandemi berlangsung. (*)
CNN Indonesia
Editor : Ed Faisol