Jayapura, Jubi – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia perwakilan Papua diminta pro aktif dalam melakukan pendampingan terhadap 11 pemerintah kabupaten yang masih menerima opini WDP dan 10 pemerintah kabupaten yang diberi Disclaimer atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2018.
Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, Harry Azhar Azis mengatakan, meski berdasarkan undang-undang tugas BPK hanya untuk memeriksa saja, tetapi dirinya ingin ada bantuan teknis konsultasi kepada pemerintah daerah terkait pengelolaan anggaran.
“Intinya, BPK harus mendorong dan memberikan pendampingan untuk memperbaiki kinerja pemerintah daerah, terutama daerah-daerah yang masih menyandang predikat disclaimer dan WDP,” kata Harry Azhar, di Jayapura, Jumat (3/5/2019).
Ia tekankan, berdasarkan undang-undang dasar negara, pengelolaan keuangan harus menganut atau memperhatikan tiga prinsip yakni transparansi. Dalam artian, semua laporan hasil pemeriksaan yang sudah diserahkan kepada gubernur, bupati, wali kota dan DPRP sifatnya terbuka.
“Proses pemeriksaan kami memang rahasia, tetapi dialog antar petugas BPK dengan aparat pemerintah daerah dilakukan secara intensif guna mencari, memperbaiki dan menyempurnakan apa yang menjadi masalah,” ujarnya.
Kedua, pengelolaan uang negara itu harus bertanggung jawab. “Dua hal ini yang kita mengenal dengan istilah governments. Semakin baik governments ditunjukan oleh opini BPK yakni WTP,” katanya.
Sementara yang ketiga, pengelolaan keuangan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam artian, harus ada indikator baik kemiskinan, pengangguran, dan generasio serta indeks pembangunan manusia.
“Jadi kepala daerah harus memiliki perhatian dan komitmen yang kuat untuk mengelola keuangan daerah. Karena dengan pengelolaan yang baik adalah satu-satunya cara meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua,” ujarnya.
Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal, meminta aparatur pemerintah baik di provinsi, kabupaten maupun kota untuk tidak melihat kehadiran BPK di Papua dari sudut pandang yang sempit, yakni hanya soal pemeriksaan saja. Tetapi ada kelebihan yang dimiliki lembaga itu yang bisa dimanfaatkan.
“Jadi bupati dan wali kota dalam melakukan pelatihan soal pengelolaan keuangan bisa mengundang BPK sebagai pemateri, agar kapasitas pegawai kita bisa bertambah dan setara dengan saudara-saudara kita di Indonesia,” kata Tinal.
“Artinya, BPK perlu mendampingi supaya semua berjalan baik, terbuka, akuntabel sehingga apa yang menjadi tanggung jawab provinsi, kabupaten dan kota dapat dipertanggung jawabkan ke masyarakat. Sebab APBD ini kan uang rakyat,” sambungnya. (*)
Editor: Syam Terrajana