Papua No. 1 News Portal | Jubi
Membuktikan, lagu berbahasa daerah juga bisa dinikmati dan diapresiasi luas. Ada pesan tersembunyi di sana.
Sebelum memulai tulisan ini, saya menonton ulang penampilan lawas yang luar biasa itu di kanal Youtube. Seorang perempuan pirang, pembawa acara tivi memperkenalkan siapa yang akan tampil, mungkin dalam bahasa Belanda.Tentu saja, tak ada yang saya mengerti.
Tapi ada ulang-ulang pewara itu menyebut “Papua” dengan antusias. Begitu kata “Papua” terakhir dia ucapkan, tabir terbuka. Lalu lengkingan tajam diteriakkan serentak. Sekelompok lelaki memulai musik rancak beraroma disco funk. Mereka tampil berbusana ala suku-suku di Papua. Mereka bernyanyi sembari menari. Tapi musik yang dimainkan tetaplah rapi bertenaga. Gitar bass dibetot, Tifa ditabuh ritmis. Usai menyanyi, sang pewara memberikan karangan bunga kepada mereka. Diiringi riuh tepuk tangan penonton.
Itulah penampilan Black Brothers di Eropa. Mereka membawakan lagu berjudul “Huembelo”, liriknya bukan bahasa Indonesia. Bukan Inggris bukan pula Belanda. Melainkan bahasa Moi/Klabra Sorong
“Huembelo O/Huembelo O/Hueembelo O…watu watu kuru ye/watu watu kuru ye..”
Dosen Fakultas Sastra Universitas Negeri Papua, Iriano Yedija Petrus Awom, menyebut Huembelo adalah lagu yang kental dengan nuansa mistik dan misteri. Serupa mantra, kekuatan lagu itu bukan pada makna liriknya. tapi efek dari nuansa magis yang ditampilkan.
“Pengulangan-pengulangan kata yang sama dan teriakan-teriakan menyerupai lolongan memberi efek mistis. Keunikan lagu ini adalah hingga kini belum ada orang lain yang bisa menyanyikan dan menirukan cara memainkan lagu ini seperti Black Brothers,” tulis Awom pada kertas risetnya, “tafsiran kognisi puitis terhadap lagu Black Brothers dalam mengungkap transkrip tersembunyi,” (MELANESIA: Jurnal Ilmiah Kajian Sastra dan Bahasa Volume 01, Nomor 02, Februari 2017).
Menurut sang pelantun lagu, Abdulah Yunus, lagu Huembelo ibarat lolongan anjing. Dalam konteks masyarakat Papua, sambung Awom, lolongan anjing merupakan pertanda buruk bahwa hantu atau suanggi sedang gentayangan dan hendak memangsa.
“Oleh sebab itu dalam artian implisit suanggi adalah hantu dari penindas dan otoritas yang brutal. Dalam pemakaian kontemporer kata suanggi juga bisasecara spesifik mengacu pada polisi atau kekuatan militer dan mata-mata (spy). Artinya polisi atau tentara yang berpakaian sipil, atau orang sipil yang menjadi informan. Oleh sebab itu Huembelo dapat dimaknai sebagai nyanyian histeris dan kepanikan bahwa ada bahaya sedang mengintai,” tulisnya.
Awom menafsirkan lirik lagu Huembelo itu, mengacu pada latar belakang sosial dan politik, gerakan penyisiran melalui operasi militer oleh polisi dan militer di tanah Papua pada tahun 1960-an hingga 1980-an merupakan pemandangan keseharian masyarakat pada saat itu.
Black Brothers banyak melahirkan lagu-lagu hits legendaris. Durhaka orang Papua dan Indonesia jika tak tahu lagu “Kisah seorang Pramuria” atau ”Hari Kiamat”. Mereka menulis lirik lagu dalam bahasa Indonesia, Inggris dan tentu saja, Papua.
Nuran Wibisono, jurnalis dan pengamat musik menyebut,dalam album Those Shocking Shaking Days:Indonesian Hard, Psychedelic, Progressive Rock and Funk 1970–1978 I (2011), “Saman Doye” dari band Black Brothers adalah lagu menonjol.
Lirik mamakai bahasa Papua. “Namun, semburan funk di lagu itu sama kencangnya dengan, katakanlah, “Shake Me” dari AKA, atau “Don’t Talk About Freedom” dari The Gang of Harry Roesli. Betotan bass yang kenes, suara sax yang tebal, desahan di awal lagu, mengeluarkan aroma funk nan tegas,” tulis Nuran Wibisono dalam “Black Brothers, Duta Rock dari Tanah Papua,” di laman Tirto.id, 16 September 2017.
Pengamat musik Taufiq Rahman, menurut Nuran juga terpukau oleh “Saman Doye.” Ia terkesan karena tak menyangka di Papua tahun 1970-an ada band yang memainkan funk-rock sama baiknya dengan band funk yang berjaya di era 1960-1970-an.
“Mendengar intro poliritmis ‘Saman Doye‘, saya seperti kembali ke Detroit era akhir dekade 1960-an dan berpikir kalau Black Brothers sebenarnya bisa menjadi superstar funk di Chicago atau L.A.” begitu Nuran menulis keheranan Taufiq.
Black Brothers menjulang dari Papua. Gemanya tak hanya terdengar di Indonesia, namun terngiang-ngiang sampai di tanah Eropa.
Yalikole, lagu berirama dis yang diciptakan oleh Black Brothers masuk dalam deretan lagu disko terbaik di Eropa pada 1983. (*)
Editor:Angela Flassy