Papua No.1 News Portal | Jubi
Dinilai dapat merusak ekosistem, menghapus vegetasi hutan, hilangnya lahan bertani dan berburu. Indonesia disebut bisa untung banyak.
Koordinator Forum Peduli Masyarakat Biak Michael Awom kepada CNN Indonesia mengatakan rencana pembangunan Bandara Antariksa di Pulau Biak, Papua tersebut mengabaikan hak-hak dasar masyarakat pribumi, Senin (22/3/2021).
Proyek pembangunan Bandara Antariksa di Biak saat ini terus dibahas oleh pemerintah Kabupaten Biak dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Dalam pertemuan terakhir awal Maret lalu katanya, pemerintah telah menyepakati proyek ini.
Padahal menurutnya, penolakan terhadap rencana pembangunan bandara Antariksa itu, bukan kali pertama. Itu pernah dilakukan warga pada medio 2006-2007 ketika kelompok intelektual Biak menggelar diskusi penolakan rencana pembangunan Bandara Antariksa di Biak. Penolakan kembali dilakukan warga pada 2016 dan 2017.
“Proyek ini akan mengorbankan lahan berburu kami, menghancurkan alam yang kami gantungi untuk penghidupan. Tapi, kalau kami protes, kami akan langsung ditangkap,” kata ketua adat setempat, Manfun Sroyer kepada The Guardian.
“Pada 2002, Rusia mau tanah kami untuk dibuat situs peluncuran satelit. Kami protes dan banyak dari kami yang ditangkap dan diinterogasi. Sekarang terjadi lagi dan intimidasi dan pelecehan masih terjadi.”
Baca Juga: Masyarakat ungkap tanah untuk pusat peluncuran roket di Biak diambil alih dengan ancaman dan uang 15 juta
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menjajaki Indonesia menjadi tempat investasi dari bos perusahaan mobil listrik Tesla, Elon Musk. Jokowi disebut menawarkan Pulau Biak, Papua, agar dimanfaatkan sebagai landasan peluncuran roket SpaceX.
Juru bicara LAPAN, Chris Dewanto, tak menampiknya. Menurutnya, SpaceX belum tertarik membangun pusat peluncuran roket di Indonesia. “Dia (SpaceX) tidak akan melakukan investasi di bidang peluncuran satelit. (Tapi) mulai membahas soal launch site untuk transportasi manusia dari kota ke kota,” katanya,dikutip BBC Indonesia 23 Maret 2021.
Kata Chris, sejak 1980an, LAPAN sudah memiliki tanah seluas 100 hektare di Desa Saukobye, Distrik Biak Utara yang sudah siap dijadikan pusat peluncuran roket. Rencana ini akan direalisasikan tahun ini karena masuk dalam rencana strategi LAPAN. Rencana itu juga merupakan amanat Undang Undang No. 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan.Targetnya pembangunan bandara antariksa itu selesai pada 2023 atau 2024 mendatang.
Saat ini LAPAN hanya punya satu-satunya tempat peluncuran roket di Pantai Cilauteureun Cikelet Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Namun, lokasi ini sudah padat penduduk. “Sehingga tidak memungkinan untuk roket-roket yang lebih besar.”
Menristek dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Brodjonegoro berdalih, membangun bandar antariksa lebih menguntungkan daripada hanya menciptakan roket. Nilai ekonomi antariksa global diproyeksikan akan meningkat menjadi lebih dari 1 triliun US Dollar per tahun pada 2040.
Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa LAPAN, Astri Rafikasari, dalam jurnal “Pemetaan Elit Politik Lokal Di Pulau Biak Dan Pengaruhnya Terhadap Rencana Pembangunan Bandara Antariksa” menulis, Biak menjadi strategis karena terletak di wilayah equator atau garis khatulistiwa.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Tim LAPAN dan Tim China Great Wall Industry Corporation (CGWIC) pada 2015 juga menunjukkan, Pulau Biak secara geografis sangat strategis untuk jadi lokasi bandar antariksa. Posisinya di pinggir laut dan menghadap Lautan Pasifik. Di sekitar lokasi, juga tidak ada pulau di dekatnya.
Baca Juga: MRP: Masyarakat adat Biak sudah 3 tahun tolak peluncuran roket LAPAN
Berkaitan dengan rencana besar itu, menurutnya kemungkinan yang akan terjadi adalah permasalahan lahan. Karena dibutuhkan lahan yang luas yang bisa saja harus menggusur masyarakat adat Biak yang tinggal di lokasi.
Dalam hal ini, menurutnya pemetaan terhadap elit politik lokal di Pulau Biak menjadi penting dilakukan. Sebagai langkah antisipasi munculnya konflik antara masyarakat adat dengan LAPAN perlu ada identifikasi terhadap elit yang memiliki kekuasaan baik di pemerintahan maupun di masyarakat adat Biak. Ini sebagai langkah awal sebelum melakukan sosialisasi dan survei langsung.
Sejak dulu, Biak memang sesuatu. Pada era perang Pasifik, Jepang menjadikan Biak sebagai pertahanan utama. Pada 1943. Jepang membangun landasan pacu untuk pangkalan udara militernya di Pulau Biak. Landasan pacunya sangat kokoh. Karena dibangun di atas litologi batu gamping (limestones) atau batu karang.
Jenderal Mac Arthur, pemimpin pasukan sekutu, sadar betul jika Papua adalah pangkalan utama militer Jepang. Dia atur siasat merebutnya dan membuat serangan telak untuk Jepang. Strategi Macarthur dikenal sebagai “lompat katak” (leapfrog strategy); melakukan serangan hebat di laut maupun udara, sambil meloncat beberapa ratus kilometer lebih jauh menduduki satu pulau ke pulau yang lainnya, dimana di situ juga terdapat sebuah landasan pesawat terbang musuh. Jurus itu terbukti jitu meringkus dan mengisolasi pasukan Jepang.
Penyerbuan pasukan Sekutu pada 15-27 Juni 1944 akhirnya berhasil mengusir Jepang dari Biak. Sekutu menjadikan lapangan terbang Ambroben di Biak sebagai salah satu pangkalan terbang terpenting untuk memenangkan perang Pasifik.
Pada periode 1996-1998, Garuda membuka rute Jakarta Denpasar-Biak-Honolulu-Los Angeles dengan pesawat berbadan lebar MD-11 di Biak. Bahkan sebenarnya bandara yang berganti nama jadi Frans Kaisiepo ini ini sanggup didarati pesawat Boeing 747 seri 400. (*)
Editor: Angela Flassy