Papua No. 1 News Portal | Jubi
Honiara, Jubi – Loti Yates, Direktur Kantor Penanggulangan Bencana Kepulauan Solomon, sudah terbiasa menghadapi bencana banjir di negara itu. Tetapi bahkan ia pun mulai khawatir melihat bencana yang harus ia tangani – dan seberapa sering mereka terjadi.
“Ketika pertama kali saya datang… 15 tahun yang lalu, kita hanya perlu menghadapi banjir di dataran Guadalcanal saat bulan-bulan seperti ini,” katanya.
Tapi masalahnya sudah berubah. Sebagian besar waktu kerjanya kini digunakan untuk menangani bencana banjir di seluruh pulau-pulau di negara itu, katanya, terkadang di delapan provinsinya sekaligus.
Selama dua minggu terakhir, sebagian besar Solomon telah diguyur hujan lebat, yang menyebabkan banjir dan tanah longsor di seluruh negeri. Akibatnya, dua orang telah meninggal dunia dan sebanyak 22.000 orang hancur rumah atau kebunnya, menurut perkiraan Kantor Penanggulangan Bencana.
“Setelah mengamati perubahan selama bertahun-tahun – saya bisa menjamin hal ini. Bencana-bencana menjadi semakin buruk,” kata Yates.
Januari memang merupakan musim hujan di Pasifik, tetapi volume dan frekuensi dari serangan cuaca buruk di kawasan ini, membuat ilmuwan dan lembaga bantuan kemanusiaan khawatir, dan menambah tekanan yang besar pada badan-badan penanggulangan bencana di kawasan itu.
Dua minggu terakhir ini, Kepulauan Solomon dihadapkan dengan tiga badai, yang melanda negara itu berturut-turut.
Yates mengungkapkan bahwa salah satu korban tewas berlokasi di Provinsi Isabel, ketika seorang pria meninggal dunia, setelah mencoba berenang menyeberangi sungai yang meluap untuk pulang. Polisi juga telah membenarkan laporan lainnya terkait kecelakaan sebuah kapal, dengan delapan penumpang di Laguna Marovo di Seghe pada malam tahun baru, tiga penumpang kapal itu masih hilang sampai sekarang.
“Kami sudah berusaha memperingatkan orang-orang, untuk tidak melakukan perjalanan melintasi antarpulau atau melewati sungai,” kata Yates. (RNZI)