Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,
Merauke, Jubi – Belasan tokoh adat dari empat golongan, mendatangi Kampus Universitas Negeri Musamus (Unmus) guna menyampaikan aspirasi kepada tim dari Kementerian Pendidikan Tinggi (Dikti) yang sedang melakukan investigasi sekaligus mengumpulkan data-data terkait berbagai persoalan di lembaga perguruan tinggi itu, dibawah kepemimpinan Philipus Betaubun.
Tokoh yang ikut datang diantaranya Johanes Gluba Gebze. Mereka mempersoalkan juga tentang kampus Unmus yang diduga telah dijadikan sebagai tempat pemujaan. Padahal, bagi orang Marind, hanya ada dua tempat yakni di Kondo serta Digul.
“Kami dari empat golongan adat, datang kesini sekaligus mencabut tiang sasi dalam area kampus. Karena kampus bukan tempat untuk pemujaan. Ini suatu bentuk pelecehan yang dilakukan terhadap masyarakat Marind. Karena tempat sakral hanya terdapat di dua tempat yakni Kondo serta Dugul,” ujar salah seorang Tokoh Adat Marind, Yohanes Mahuze Rabu (28/9/2016).
Dengan mencabutnya sasi adat dalam area kampus, lanjut Yohanes, sekaligus agar mahasiswa dapat mengikuti perkuliahan dengan baik tanpa harus ditakut-takuti.
Sementara Tokoh Papua Selatan, Johanes Gluba Gebze mengatakan, kedatangan belasan tokoh adat, tidak lain menindaklanjuti beberapa laporan ke kementerian terkait administrasi serta masalah adat. “Kami ingin menyampaikan kepada Tim Kementerian Dikti yang ditugaskan Menteri Pendidikan yang melakukan klarifikasi terhadap berbagai permasalahan di lingkungan Unmus,” katanya.
Khusus dari sisi adat, kata John Gluba, didapatkan informasi jika area kampus telah dijadikan sebagai tempat pemujaan yang disakralkan. “Olehnya, kami datang melakukan klarifikasi kepada tim kementerian bahwa kampus ini bukan tempat sakral. Tetapi terbuka dan para mahasiswa maupun dosen dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasa,” tegasnya.
“Saya pertegas lagi bahwa tempat pemujaan di area Kampus Unmus tidak ada. Hanya ada dua yakni di Kondo serta Digul. Bahwa betul ada pemotongan babi dilakukan disini, namun itu adalah tata cara orang Marind melepas pengalihan status tanah sebagai pemilik guna diserahkan kepada orang lain,” ujarnya.
Tim dari Kementerian Dikti, Bambang Sudarmaji mengatakan, pihaknya telah mendapat laporan dari beberapa tokoh adat terkait persoalan area kampus yang dijadikan sebagai tempat pemujaan.
Laporan dan informasi yang didapatkan ini, katanya, menjadi bahan untuk dibuatkan secara tertulis dan diserahkan kepada Menteri Pendidikan RI. “Kami hanya diberikan tugas dan tanggungjawab menggali berbagai informasi berkaitan dengan kepemimpinan Philipus Betaubun,” katanya.
Pembantu Rektor III Unmus, Veronika Maria ketika dimintai komentarnya enggan berbicara. “Saya tidak tahu sama sekali jika ada tempat sakral yang dibuat sekaligus dijadikan untuk pemujaan di dalam area kampus. Sehingga tak bisa memberikan penjelasan secara detail,” tuturnya. (*)