Papua No.1 News Portal | Jubi
Honiara, Jubi – Suatu krisis kesehatan masyarakat ditemukan di Rumah Sakit Rujukan Nasional (NRH) Kepulauan Solomon di Honiara setelah apa yang sekarang dikenal sebagai Antimicrobial Resistance (AMR) atau resistensi terhadap obat antimikroba, terdeteksi di rumah sakit nasional itu.
Otoritas kesehatan masih bungkam tentang kemungkinan timbulnya krisis kesehatan ini sementara keresahan akan adanya resistensi obat berganda atau multi-drug di antara beberapa pasien telah dikonfirmasikan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), AMR terjadi ketika mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan jamur, berubah setelah mereka terpapar pada obat antimikroba tertentu, contohnya antibiotik, yang mengakibatkan obat itu tidak lagi efektif akibat meningkatnya kekebalan mikroorganisme terhadap obat tersebut.
“AMR mengancam pencegahan dan pengobatan yang efektif dari berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri, parasit, virus, dan jamur.
“Mikroorganisme yang berkembang resisten pada obat antimikroba disebut sebagai ‘superbug’. Akibatnya, obat-obatan tidak lagi efektif dan infeksi yang disebabkan masih akan bertahan di dalam tubuh, meningkatkan risiko penyebaran mikroorganisme yang kebal ke orang lain,” menurut situs web WHO.
Seorang ibu yang tahu akan isu kesehatan ini dan khawatir menegaskan bahwa otoritas kesehatan Kepulauan Solomon harus segera memberlakukan karantina di rumah sakit nasional dan memeriksa semua orang yang terpapar di lingkungan rumah sakit.
“Ada kekhawatiran akan munculnya AMR di rumah sakit ini yang harus segera ditangani,” katanya.
Seorang perawat perempuan yang bekerja di NRH juga mengakui situasi itu, mengutarakan bahwa AMR telah memicu keprihatinan di rumah sakit itu dan perlu adanya tindak tegas. Pekerja yang bersikeras untuk tetap anonim itu berkata sudah ada yang mendesak manajemen NRH untuk segera menindaklanjuti situasi itu sejak beberapa saat yang lalu.
“Namun, karena Covid-19 saat ini, perhatian yang diberikan hanya sedikit. Tetapi ini adalah masalah yang serius dan yang perlu diberikan perhatian khusus karena ketika seseorang resisten terhadap pengobatan, kesehatannya terancam,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sejumlah pasien telah ditempatkan dalam isolasi akibat AMR. “Superbug ini membahayakan pasien lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan di rumah sakit ini,” tuturnya.
Sementara itu CEO dari NRH, Dr. John Hue, Rabu malam (8/7/2020) dalam sebuah wawancara eksklusif membenarkan bahwa mereka sudah tahu mengenai adanya superbug. Ia menjelaskan bahwa keadaan darurat yang saat ini dihadapi negara itu telah memperlambat pekerjaan mereka dalam menghadapi AMR. (Solomon Star News)
Editor: Kristianto Galuwo