Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketidakmampuan baca tulis anak-anak di pedalaman Papua masih tinggi. Maka itu perlu adanya intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan baca tulis mereka.
Senior Associate Yayasan Nusantara Sejati, Dharma Palekahelu mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan anak-anak di pedalaman Papua masih tertinggal dalam baca tulis. Di antaranya adalah kemampuan guru yang tidak maksimal, pendekatan pembelajaran yang digunakan, dan lingkungan orang tua yang juga sangat mempengaruhi.
Selain itu ketidakhadiran guru di kelas juga menjadi faktor sehingga pembelajaran tidak berjalan maksimal. Penelitian yang dilakukan UNICEF, Sameru, UNCEN, dan UNIPA pada 2008 hingga 2010 menunjukkan sebanyak 47 persen ketidakhadiran guru di tempat tugas.
Pada 2021 Yayasan Nusantara Sejati dipercaya Kemendikbudristek untuk mendampingi 157 SD di delapan Kabupaten di Tanah Papua. Program yang diintervensi termasuk di dalamnya literasi baca tulis melalui Program Organisasi Penggerak.
BACA JUGA: Kehadiran guru di sekolah pedalaman Papua masih rendah
“Kami tidak masuk ke semua kabupaten, hanya beberapa kabupaten saja. Tentu sekolah di kabupaten-kabupaten di kota sini relatif lebih baik. Tetapi yang sudah agak jauh di pedalaman, misalnya di Mamberamo Tengah proporsi anak yang tidak mampu baca tulis lebih besar dibandingkan dengan yang kita intervensi di Kabupaten Jayapura,” katanya.
Yayasan Nusantara Sejati, kata Palekahelu, kemudian melakukan pendekatan pembelajaran yang tidak sekedar mendorong kemampun baca tulis anak, tapi mendorong kemampuan anak juga bisa berbicara dan bisa mendengar dengan baik yang merupakan bagian dari proses komunikasi.
Ada juga program meningkatkan kemampuan guru, baik dalam perencanaan pembelajaran pengelolaan, maupun evaluasi belajar. Kemudian program khusus untuk mendorong peran serta masyarakat.
“Harus ada keterbukaan sekolah terhadap masyarakat dan juga harus menumbuhkembangkan kepedulian masyarakat terhadap sekolah,” ujarnya.
Selain itu, kata Palekahelu, Yayasan Nusantara Sejati menggunakan metode baru dalam pendekatan pembelajaran bahasa tidak langsung mengenalkan alfabet kepada anak. Namun dimulai dengan tahapan anak untuk memahami tentang literasi, kemudian mengajarkan tentang bunyi-bunyian pada anak-anak dan setelah itu baru memperkenalkan huruf pada anak.
“Jadi kemampuan menyimak anak dan kemampuan mendengar anak dikuatkan dulu, setelah itu baru kita kenalkan simbol huruf. Kemudian kita masuk pada belajar anak membuat dari suku kata, membuat kata, dan membuat kalimat,” katanya.
Palekahelu menambahkan setelah dintervensi melalui program literasi selama dua tahun mulai 2016, ketidakmampuan anak-anak baca tulis Provinsi Papua Barat yang awalnya mencapai 48 persen menurun menjadi 18 persen. Sedangkan di Provinsi Papua yang awalnya 50 persen turun menjadi 31 persen.
“Jadi memang kita lihat bahwa program ini dengan pendekatan yang digunakan cukup efektif untuk mendorong anak dan mengembangkan kemampuan baca tulis mereka,” ujarnya.
Kepala Kantor UNICEF Perwakilan Papua dan Papua Barat, Aminuddin Mohammad Ramdan mengatakan intervensi program literasi perlu dilakukan untuk membantu pemerintah kabupaten guna meningkatkan kemampuan baca tulis anak kelas awal.
Namun, sebelum melakukan proses intervensi di kabupaten perlu memetakan dulu. Karena itu perlu studi awal untuk memetakan kemampuan baca tulis anak-anak kelas awal di daerah masing-masing. Kemudian baru desain intervensi diubah-ubah ke area yang perlu menjadi prioritas dan sebagainya.
“Studi awal penting untuk menceritakan kondisi di awal di lapangan yang kita temui karena setiap kondisi tersebut berbeda di masing-masing daerah secara spesifik,” katanya.
UNICEF telah membuat sejumlah program literasi baca tulis di 120 Sekolah Dasar kelas awal pada enam kabupaten yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat. Keenam kabupaten itu adalag Biak Nuimfor, Jayapura, Mimika, Jayawijaya, Manokwari, dan Sorong.
Ia berharap di sekolah kabupaten yang lain yang baru melakukan studi awal bisa menjalankan program literasi baca tulis secara maksimal dengan anggaran berkelanjutan.
Kabupaten Jayapura, tambahnya, sudah menjadi salah satu kabupaten ‘pilot project’ dari awal sejak 2015 sampai sekarang. Pemkab Jayapura menganggarkan setiap tahun untuk mereplikasi program literasi.
“Kadang lima sekolah, kadang sepuluh sekolah setiap tahun, tapi terus berjalan dan harapannya semua sekolah di Kabupaten Jayapura kemudian melakukan tahapan yang sama,” ujarnya. (*)
Editor: Syofiardi