Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Parlemen Eropa tak akan mengundang kanselir Myanmar, Aung San Suu Kyi, untuk penghargaan hak asasi manusia, dengan alasan tuduhan pelanggaran HAM dan genosida etnis Rohingya. Meski Aung San Suu Kyi, mantan tahanan politik Myanmar yang pernah mendapat penghargaan Sakharov Prize pada 1990.
Sebagai bagian dari kehormatan itu, dia juga diundang ke pertemuan penerima hadiah, anggota parlemen Uni Eropa, dan organisasi hak asasi untuk berkampanye tentang masalah hak asasi internasional.
Namun pada Kamis, (10/9/2020) anggota parlemen Uni Eropa menyampaikan penangguhannya dari acara Sakharov Prize sebagai tanggapan atas kegagalannya bertindak, dan tak mencegah kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Myanmar.
Baca juga :Gelar kehormatan Aung San Suu Kyi dicabut
Mahkamah Internasional segera keluarkan putusan soal Myanmar
Belasan siswa SD di Rakhine Myanmar terluka akibat tembakan artileri
Aung San Suu Kyi, berkuasa setelah menang telak dalam pemilihan umum 2015 yang mengakhiri setengah abad kekuasaan militer. Ia dituduh masyarakat internasional gagal menghentikan kampanye militer terhadap Muslim Rohingya di Myanmar.
Sikapnya terhadap Rohingya telah membuatnya kehilangan penghargaan lainnya, bahkan publik dunia menyerukan kepada komite Nobel untuk mencabut Hadiah Nobel Perdamaian yang dimenangkannya pada 1991, ia juga mendapat kritik dari mantan pendukungnya.
Sedangkan Aung San Suu Kyi menyangkal genosida dan telah membela negaranya terhadap tuduhan di pengadilan PBB di Den Haag.
Parlemen Eropa mengatakan penghargaan Aung San Suu Kyi tidak akan dicabut, atau diminta untuk mengembalikan uang hadiah 50.000 euro atau Rp 884 juta karena penghargaan itu untuk peran pro-demokrasinya pada saat itu, ketika Aung San Suu Kyi berulang kali dipenjara dan ditempatkan di bawah tahanan rumah sampai dia dibebaskan pada 2010. (*)
Editor : Edi Faisol