Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang kembali mengizinkan pasien positif Covid-19 isolasi mandiri di rumah menuai kritik dari fraksi DPRD DKI Jakarta. Kebijakan itu dinilai plin-plan karena sebelumnya Anies melarang pasien positif Covid-19 tanpa gejala melakukan isolasi mandiri di rumah.
“Aturan kok plin-plan ya. Rakyat yang tanpa gejala itu perlu perhatian dan bantuan, bukan kebijakan plin-plan,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, Jumat (2/10/2020).
Baca juga : Cegah corona, Gubernur Anies minta penyelenggara pernikahan lakukan hal ini
Anies jadikan Hotel Grand Cempaka tempat beristirahat tenaga medis
Angka kematian akibat Covid-19 DKI Jakarta terus meningkat saat PSBB
Basri mempertanyakan prosedur pengawasan dari tenaga kesehatan terhadap pasien positif Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah. Menurut dia, pasien yang menjalani isolasi mandiri belum tentu disiplin menjalankan aturan maupun protokol kesehatan yang berlaku.
Anggota Komisi E itu juga menyinggung pemasangan pengumuman di rumah pasien positif Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri. Menurut dia, hal tersebut sia-sia dan tidak efektif.
“Utamanya bukan dipasang (pengumuman), tapi dikontrol dan diedukasi, supaya tidak nambah penularan di dalam rumah tersebut dan diperhatikan serta dikontrol,” ujar Basri menambahkan.
Anggota Fraksi NasDem, Jupiter, juga menyayangkan langkah Pemprov DKI yang berencana memasang pengumuman tersebut. Ia khawatir nantinya pasien tidak melaporkan hasil tes tersebut ke petugas kesehatan.
“Saya khawatir justru masyarakat tidak akan melapor ke Gugus Tugas Covid-19 karena takut dan malu, karena prosedur harus dengan pemasangan stiker di rumah untuk prosedur isolasi mandiri,” ujar Jupiter.
Menurut dia, tindakan yang dilakukan seharusnya adalah pengecekan secara berkala dengan pengawasan dan kontrol yang benar-benar dijalankan.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Gembong Warsono menyebut kebijakan Anies soal isolasi mandiri berubah-ubah sesuai selera. Padahal, kebijakan larangan isolasi mandiri yang sebelumnya urung dijalankan dengan maksimal.
“Kan sebelumnya sudah dikeluarkan aturan yang melarang masyarakat melakukan isolasi mandiri, ini saja belum dijalankan maksimal, tapi sekarang gubernur mengeluarkan aturan baru yang membolehkan isolasi mandiri di rumah dengan berbagai syarat,” kata Gembong.
Ia khawatir kebijakan itu justru memunculkan kembali klaster penyebaran virus corona di rumah.
Gembong juga tak setuju dengan pemasangan pengumuman di rumah pasien Covid. Hal tersebut kata dia, akan membuat psikologi masyarakat sekitar terganggu dan memunculkan stigma bagi pasien itu sendiri.
“Stiker (pengumuman) itu akan membuat stigma negatif kepada yang bersangkutan, karena pemahaman masyarakat terhadap pandemi Covid-19 berbeda-beda, dikhawatirkan kondisi seperti ini akan menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat,” ujar Gembong mejelaskan.
Larangan isolasi mandiri bagi pasien positif Covid-19 dicabut seiring terbitnya Keputusan Gubernur Nomor 979 Tahun 2020 dan Keputusan Gubernur Nomor 980 Tahun 2020. Dalam beleid tersebut, warga atau pasien positif yang memiliki rumah atau fasilitas yang memadai masih bisa melakukan isolasi mandiri.
Sedangkan pasien positif tidak memiliki rumah atau fasilitas yang memadai untuk menjalani isolasi mandiri akan dirujuk ke fasilitas isolasi terkendali yang disediakan pemerintah. Jika pasien menolak, maka akan dijemput paksa oleh petugas kesehatan, TNI-Polri, dan Satpol PP. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol