Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jakarta, Juibi – Arab Saudi diduga telah mengeksekusi seorang perempuan aktivis hak asasi manusia (HAM) yang mendukung aksi protes politik di masa Arab Spring. Situs berita Rusia, Sputnik, menyeutkan jaksa Arab Saudi memerintahkan hukuman mati bagi Israa al-Ghomgham, aktivis hak-hak asasi manusia asal Qatif yang ditahan pada 2015.
"Beberapa outlet media melaporkan bahwa Ghomgham telah dieksekusi, tapi laporan-laporan tersebut tampak prematur," tulis Sputnik, Selasa (21/8/2018).
Jika benar Ghomgham telah dieksekusi, maka hal itu merupakan pertama kalinya perempuan dipenggal di Arab Saudi.
Surat kabar Al-Quds Al-Arabi menyebutkan, Ghomgham ditangkap pada Desember 2015 dengan tuduhan melakukan aktivitas anti-kemapanan. Setelah ditahan selama 32 bulan, Ghomgham baru disidang baru-baru ini di pengadilan pidana khusus di Riyadh.
Organisasi Hak Asasi Manusia Eropa soal Saudi (ESOHR) menggambarkan pengadilan yang bertanggung jawab untuk menerapkan undang-undang konterterorisme 2017. Bahkan disebutkan persidangan telah memiliki keputusan yang ditentukan sebelumnya yang sesuai dengan narasi yang ditetapkan negara.
Dilansir Sputnik, ESOHR pada 15 Agustus lalu menyatakan mekanisme penuntutan Arab Saudi tidak independen dan hanya melayani kepentingan Raja Salman langsung.
"Israa disidangkan secara tidak adil, yang menggunakan hukum yang cacat dalam sebuah 'pertunjukan sidang'." tulis ESOHR seperti dilansir Sputnik.
Selama 32 bulan masa penahanan, Ghomgham tidak diberi pengacara. Dia baru didampingi pengacara setelah ayahnya menulis petisi sumbangan untuk membayar pengacara sebesar 300 ribu riyal Saudi, dan seorang pengacara melihat petisi yang beredar di media sosial lalu menawarkan pelayanan pro bono.
Ghomgham berasal dari Qatif, sebuah kota pelabuhan di provinsi timur Arab Saudi. Dia muncul dalam pengawasan pemerintah Saudi selama protes Arab Spring pada 2011 dan 2012.
Aksi yang sebagian besar terpusat di provinsi timur yang banyak dihuni kaum Syiah di Saudi yang Sunni itu mendapat respons keras dari pemerintah. Puluhan aktivis diduga tewas, ditangkap dan dieksekusi.
Aksi protes itu berlanjut hingga 2014. Wartawan BBC menggambarkan Qatif sebagai zona militer, dikelilingi pos-pos pemeriksaan dan kendaraan lapis baja. Sejumlah kota lain di Arab Saudi seperti Awamiya, kondisinya serupa.
Saat itu, Ghomgham menyerukan dipenuhinya hak-hak sipil dan politik yang mendasar seperti berkumpul dan menyampaikan aspirasi secara damai, pembebasan tahanan politik dan para aktivis HAM. Dia dan suaminya, Seyyed Musa Ja'afar Hashem ditahan 8 Desember 2015, dalam sebuah penggerebekan oleh pasukan keamanan Saudi.
Tuntutan hukuman mati bagi Ghomgham dikhawatirkan menjadi preseden yang berbahaya. Ironisnya, Arab Saudi merupakan anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Amnesty International menyebut Arab Saudi negara ketiga terbanyak yang melakukan eksekusi tiap tahun, di bawah China dan Iran. Pada 2017, hampir 150 orang dieksekusi. Kantor berita Sputnik melaporkan Arab Saudi akan mengeksekusi lebih banyak lagi pada 2018. (*)