Angin segar bagi program JKN-KIS

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Biak, Budi Sukwara (Tengah), dan Kepala BPJS Kesehatan Nabire, Diyah Susanti (kanan), saat konferensi pers di Nabire – Jubi/Titus Ruban
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Biak, Budi Sukwara (Tengah), dan Kepala BPJS Kesehatan Nabire, Diyah Susanti (kanan), saat konferensi pers di Nabire – Jubi/Titus Ruban

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mengalami sejumlah perubahan. Di antaranya pendaftaran bayi baru lahir, status kepesertaan bagi perangkat desa, status peserta yang keluar negeri, dan aturan suami istri sama-sama bekerja.

Read More

PERATURAN Presiden Nomor 82 Tahun 2018 membawa angin segar bagi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Perpres tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat, seperti pendaftaran bayi baru lahir, status kepesertaan bagi perangkat desa, status peserta yang keluar negeri, dan aturan suami istri sama-sama bekerja.

“Aturan lainnya yang harus diketahui dari Perpres ini adalah seperti tunggakan iuran, denda layanan, aturan JKN-KIS terkait PHK, nah semua yang perlu diketahui masyarakat khususnya pengguna JKN-KIS BPJS Kesehatan,” kata Budi Sukwara, Kepala BPJS Cabang Biak, saat konferensi pers di Nabire, Jumat, 28 Juni 2019.

Didampingi Kepala PBJS Kesehatan Nabire, Diyah Susanti, Budi mengatakan aturan tersebut mengharuskan agar bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan.

Jika sudah didaftarkan dan iurannya telah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) otomatis status kepesertaannya mengikuti orangtuanya sebagai peserta PBI. Andai bayi dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU),

“Karena itu kami mengimbau orangtua untuk segera mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS agar proses pendaftaran dan penjaminan bayinya lebih praktis,” katanya.

Kehadiran Perpres tersebut, kata Budi, juga membuat status kepesertaan JKN-KIS bagi kepala desa dan perangkat desa menjadi lebih jelas.

Hal itu ditetapkan dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) tanggungan pemerintah. Hitungannya sama dengan iuran bagi PPU tanggungan pemerintah lainnya, yaitu 2 persen dipotong dari penghasilan peserta yang bersangkutan dan 3 persen dibayarkan oleh pemerintah.

Menurutnya, Perpres Nomor 82 Tahun 2018 juga menjelaskan seorang WNI yang sudah menjadi peserta JKN-KIS dan tinggal di luar negeri selama 6 bulan berturut-turut dapat menghentikan kepersertaannya sementara dan ia tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan.

Kalau sudah kembali ke Indonesia, ia wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 1 bulan sejak kembali. Setelah itu ia berhak memperoleh kembali jaminan kesehatan, kecuali bagi peserta dari segmen PPU yang masih mendapatkan gaji di Indonesia.

“Bila ada pasangan suami istri yang sama-sama bekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen PPU oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah maupun swasta,” ujarnya.

Untuk tunggakan iuran, Perpres memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak. Status kepesertaan JKN-KIS akan dinonaktifkan bila tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan dan kembali diaktifkan jika sudah membayar iuran bulanan tertunggak, paling banyak 24 bulan.

Dia mengatakan dulu hanya dihitung maksimal 12 bulan, tapi sekarang aturannya 24 bulan. Ilustrasinya, peserta saat Perpres ini berlaku telah memiliki tunggakan iuran sebanyak 12 bulan sehingga pada bulan Januari 2019 secara gradual tunggakannya akan bertambah menjadi 13 bulan dan seterusnya pada bulan berikutnya, sampai maksimal jumlah tunggakannya mencapai 24 bulan. Ketentuan itu mulai berlaku sejak 18 Desember 2018.

Sementara itu, denda layanan diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran, ketentuan denda layanan dikecualikan bagi peserta PBI. Peserta yang didaftarkan Pemerintah Daerah dan peserta yang tidak mampu.

“Ini bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam memenuhi kewajibannya, jadi ada hak dan ada kewajiban,” ujarnya.

Kepala BPJS Kesehatan Nabire, Diyah Susanti, menambahkan peserta JKN-KIS dari segmen PPU yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 bulan tanpa membayar iuran.

Manfaat jaminan kesehatan ini, diberikan berupa manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. Namun, harus memenuhi empat kriteria, yakni PHK yang sudah ada putusan pengadilan hubungan industrial dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial.

Lalu, PHK karena penggabungan perusahaan, dibuktikan dengan akta notaris. PHK karena perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan kepailitan dari pengadilan. Dan PHK karena pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, dibuktikan dengan surat dokter.

“Maka, bila terjadi sengketa atas PHK yang diajukan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, baik pemberi kerja maipun pekerja harus tetap melaksanakan kewajiban membayar iuran sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap,” katanya.

Keduanya berharap agar para orang tua dan masyarakat Kabupaten Nabire dapat memperhatikan hal tersebut dan mendaftarkan diri dan keluarga sesegera mungkin ke BPJS Kesehatan. (*)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply