Papua No.1 News Portal | Jubi
Honiara, Jubi – Otoritas di Kepulauan Solomon mengatakan sebuah perburuan buaya mungkin akan diizinkan untuk mengendalikan jumlah populasinya, setelah masyarakat di seluruh negeri itu melaporkan adanya peningkatan serangan, dengan tiga kematian akibat serangan buaya dilaporkan dalam waktu satu bulan terakhir.
Premier Provinsi Isabel, Leslie Kikolo, di mana dua kematian terjadi dalam kurun waktu dua bulan, mengatakan serangan buaya sudah menjadi terlalu sering. “Ini berisiko tinggi terutama bagi anak-anak, perempuan dan remaja kita, serta merupakan ancaman besar bagi kehidupan mereka,” tuturnya.
Seorang anak pemain sepak bola berusia 13 tahun, Kisina Damutalau, diserang dan terbunuh pekan lalu, saat menyeberangi sebuah sungai bersama teman-temannya. Tubuhnya ditemukan setelah penduduk desa memburu dan membunuh seekor buaya air asin sepanjang 4 meter keesokan harinya.
Allan Muanimae Junior turut bergabung dengan kelompok yang memburu buaya itu selama lebih dari tujuh jam. Ia mengungkapkan mereka menggunakan tombak yang dibuat dengan baja, yang biasa digunakan dalam proyek pembangunan, untuk menghabisi buaya tersebut.
“Kami terus mengikutinya sampai kami menembak dengan tombak hingga buayanya lemas, akhirnya itu letih,” ujarnya.
Namun Provinsi Isabel bukan satu-satunya daerah dengan permasalahan ini, pada pertengahan Oktober lalu sebuah unit polisi khusus mencabut nyawa tiga ekor buaya di Provinsi Choiseul setelah seorang anak berusia 7 tahun meninggal dunia.
Unit polisi yang datang dari ibu kota, Honiara, ke daerah pedesaan atas permintaan masyarakat mengatakan 33 buaya telah mereka bunuh sepanjang tahun ini, dibandingkan dengan 49 ekor pada tahun lalu.
Josef Hurutarau, Wakil Direktur Konservasi di Kementerian Lingkungan Hidup Kepulauan Solomon, berkata naiknya serangan buaya dapat dikaitkan dengan peningkatan jumlah buaya menurut survei yang dilakukan oleh pemerintah dan LSM World Fish.
Dia menerangkan alasan dibalik peningkatan itu adalah perluasan daerah pemukiman manusia di sepanjang sungai dan garis pantai yang memasuki habitat buaya dan menyebabkan lebih banyak konflik antar spesies.
Hurutarau mengungkapkan bahwa kementeriannya terus bekerja untuk meningkatkan kesadaran publik sehingga masyarakat desa-desa bisa mengetahui bagaimana hidup di sekitar populasi buaya, dan mengambil keputusan yang bijaksana mengenai dimana mereka dapat berenang, memancing, dan membiarkan anak-anak bermain.
Ia juga mengatakan bahwa pendekatan untuk jangka panjang adalah menyusun sebuah rencana yang bertujuan untuk mengendalikan populasi buaya, dan perburuan mungkin akan diberlakukan sebagai salah satu solusinya.
“Kita harus berhati-hati dalam memastikan bahwa kita hanya bisa membunuh buaya jika itu menjadi ancaman bagi kesejahteraan masyarakat… kita harus memiliki peraturan yang sesuai, mungkin nanti kita dapat mengekspor juga, tetapi yang ingin kita pastikan terlebih dahulu adalah bahwa populasi buaya tidak terancam,” tegasnya.
Populasi buaya air asin di negara itu hampir punah 30 tahun lalu akibat pengekspor yang memburu reptil itu demi kulitnya. Sejak itu buaya di Kepulauan Solomon diberikan perlindungan khusus sehingga mereka tidak dapat dibunuh untuk keperluan ekspor, dan sejak itu populasi buaya pun meningkat di seluruh Kepulauan Solomon. (Pacific Beat)
Editor: Kristianto Galuwo