Irak dilanda demonstrasi yang mulai berlangsung pada 1 Oktober, pada awalnya memusatkan agenda protes pada lapangan pekerjaan dan layanan yang kurang bagi masyarakat.
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Baghdad, Jubi – Amerika Serikat mendesak Pemerintah Irak mereformasi sistem pemilihan dan menggelar Pemilihan Umum dini. Negara adidaya itu juga mendesak Irak berhenti menggunakan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa.
Desakan itu dikeluarkan setelah kerusuhan berlangsung di Irak berminggu-minggu, yang selama itu pasukan keamanan telah menewaskan hampir 300 pemrotes.
Baca juga : Aksi protes di Irak menimbulkan kerugian miliaran dolar
Demonstran Irak tutup akses jalan pelabuhan Umm Qasr
Korban tewas massa aksi di Irak terus bertambah
Tercatat demonstrasi, yang mulai berlangsung pada 1 Oktober, pada awalnya memusatkan agenda protes pada lapangan pekerjaan dan layanan yang kurang bagi masyarakat. Namun, demonstrasi kemudian dengan cepat berubah ke arah pengecaman terhadap sistem pembagian kekuasaan pada pemerintahan, yang mulai diterapkan pada 2003.
Aksi protes juga ditujukan pada para elit politik, yang mereka katakan mendapat keuntungan dari sistem tersebut. Pasukan keamanan telah menggunakan peluru tajam, gas air mata dan granat kejut terhadap para pemrotes, yang sebagian besar adalah anak muda dan tak bersenjata. Tindakan pasukan tersebut telah menewaskan lebih dari 280 orang.
“Amerika Serikat bergabung dengan Misi Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Irak dalam mendesak Pemerintah Irak agar menghentikan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa serta memenuhi janji Presiden Salih untuk melakukan reformasi pemilihan dan mengadakan pemilu dini,” kata juru bicara Gedung Putih dalam pernyataan yang disebarkan oleh Kedutaan Besar AS di Baghdad, Senin, (11/11/2019).
Sehari sebelumnya para pemimpin Irak setuju reformasi pemilihan harus memberi kesempatan lebih banyak kepada kalangan pemuda untuk berpartisipasi dalam politik. Reformasi itu juga harus mendobrak monopoli kekuasaan partai-partai politik, yang telah mendominasi berbagai lembaga negara sejak 2003, menurut laporan media negara.
Kerusuhan itu, yang terburuk dalam dua tahun terakhir ini, merupakan salah satu tantangan terbesar dan paling sulit yang dihadapi elit penguasa saat ini sejak mereka memangku kekuasaan setelah invasi AS dan penggulingan Saddam Hussein pada 2003. (*)
editor : Edi Faisol