Alih status untuk pemerataan pendidikan

Siswa SMP dan SMA Satap Wasur saat beraudiensi di Kantor Bupati Merauke, beberapa waktu lalu – Jubi/Frans L Kobun
Siswa SMP dan SMA Satap Wasur saat beraudiensi di Kantor Bupati Merauke, beberapa waktu lalu – Jubi/Frans L Kobun

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sekolah Satu Atap Wasur direncanakan menjadi sekolah layanan khusus pertama di Indonesia. Perubahan status ini diharapkan mengoptimalkan pemerataan kualitas pendidikan di Merauke.

Read More

SMP dan SMA Satu Atap (Satap) Terintegrasi Wasur bersiap meningkatkan status menjadi sekolah layanan khusus. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah meminta pengelola sekolah mengurus persyaratan administrasinya.

Peningkatan status layak disandang SMP dan SMA Satap Terintegrasi Wasur lantaran mereka selama ini menyelenggarakan pendidikan multiprogram. Sekolah ini menampung dan mendidik anak-anak Papua dari keluarga kurang mampu dengan menerapkan pendidikan berpola asrama. Mereka juga mendidik para pemulung dan pecandu Lem Aika-Aibon di Merauke.

“Saya dihubungi Staf Ahli Mendikbud, James Modouw, dan bertemu Sekretaris Jenderal Kemendikbud untuk meningkatkan status SMP/SMA Satap Wasur menjadi UPT (unit pelaksana teknis). Setelah berubah status, sekolah ini mungkin menjadi aset provinsi, bukan lagi Kabupaten Merauke,” kata Kepala SMP dan SMA Satap, Wasur Sergius Womsiwor, kepada Jubi, Kamis (23/5/2019).

Pihak Kemendikbud kemudian meminta Womsiwor mengajukan proposal kajian sebagai dasar untuk melegalkan peralihan status tersebut.

“Saya belum menyampaikan (rencana ini) kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Merauke karena harus menyiapkan laporan tertulis terlebih dahulu.”

SMP dan SMA Satap Wasur harus merangkul sekolah lain untuk bergabung menjadi UPT Sekolah Layanan Khusus Merauke. Sejumlah nama sekolah sudah dikantongi Womsiwor untuk direkomendasikan bergabung bersama mereka.

“Saya merekomendasikan beberapa sekolah, di antaranya SDN II Merauke, SD Santo Mikhael, SMA YPK, SMPN II, dan SMP YPK Mopah Lama. Mereka nanti wajib menerima anak-anak asli Papua sebagai siswa,” jelasnya.

Sekolah tersebut direkomendasikan Womsiwor, antara lain agar lebih banyak orang asli Papua (OAP) ditampung sebagai siswa. SMP Negeri II Merauke, misalnya. Mereka bisa menampung siswa OAP yang bermukim di belakang Stadion Mini Maro.

Womsiwor mengatakan pihak sekolah nanti tidak bisa begitu saja mengeluarkan siswa yang dianggap bermasalah. Kepala sekolah maupun guru harus berusaha menyelesaikannya secara  baik-baik.

“Anak-anak yang melanggar tata tertib, tidak harus dikeluarkan dari sekolah, tetapi dinasehati dan dibimbing terus-menerus.”

Pertama di Indonesia

Womsiwor mengklaim UPT sekolah layanan khusus yang mereka rencanakan bakal menjadi satu-satunya di Indonesia. Karena itu, pihak Kemendikbud mendukung penuh rencana tersebut demi menjamin masa depan pendidikan anak-anak OAP.

“Di Dinas Pendidikan Papua sudah ada bidang pendidikan khusus dan layanan khusus. Saya berharap program ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Papua maupun Indonesia,” katanya.

Womsiwor mengaku saat ini masih menyiapkan telaah untuk diserahkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Telaah tersebut berkaitan status aset dan pengelolaan sekolah, termasuk operasional serta gaji guru yang bakal beralih kewenangannya dari kabupaten kepada provinsi.

Ketua Komisi Pendidikan DPRD Merauke, Moses Kaibu, mengapresiasi upaya pembentukkan UPT Sekolah Layanan Khusus di Merauke. Dia menilai SMP dan SMA Satap Wasur selama ini telah berhasil menjalankan pola pendidikan berasrama.

Upaya memajukan pendidikan bagi OAP tersebut, menurut Kaibu bakal semakin terbuka setelah terbentuknya UPT Sekolah Layanan Khusus di Merauke.

“Saya mendukung langkah Pak Sergius Womsiwor yang  memperjuangkan peningkatan status SMP/SMA Satap Wasur menjadi UPT sekolah layanan khusus.” (*)

Editor: Aries Munandar

Related posts

Leave a Reply