Papua No.1 News Portal | Jubi
Suva, Jubi – Awal bulan ini pemerintah Jepang mengumumkan rencana untuk membuang hingga 1 juta ton air limbah radioaktif yang masih mengakumulasi sejak bencana nuklir Fukushima Daiichi pada 2011 ke Samudra Pasifik.
Bagi orang-orang Kepulauan Pasifik yang telah merasakan langsung bahaya akibat nuklir yang tidak adil di wilayahnya, ini adalah satu lagi tindakan kerusakan lintas batas negara yang menakutkan dan tidak dapat dipulihkan dan yang tidak diterima serta disetujui oleh wilayah kami.
Meski rencana negara Jepang dalam hal ini termasuk upaya agar limbah nuklir tersebut diencerkan terlebih dahulu sebelum dilepaskan bertahap and pelan-pelan selama sekitar 30 tahun, dan pemerintah Jepang telah berusaha sebaik mungkin untuk meyakinkan publik akan keamanan limbah cair yang diolah dengan penggunaan maskot hijau bernama Tritium-kun dan dukungan dari sejumlah ilmuwan asal Amerika, orang-orang Pasifik sekali lagi menyebutnya rencana ini apa adanya: suatu tindakan yang tidak adil.
“Kami perlu mengingatkan Jepang dan negara-negara nuklir lainnya tentang slogan gerakan Pasifik bebas nuklir, Nuclear Free and Independent Pacific: jika itu aman, buanglah di Tokyo, ujilah di Paris, dan simpanlah di Washington, tetapi Pasifik kami jaga agar tetap bebas nuklir,” tegas Motarilavoa Hilda Lini, negarawan Vanuatu dan aktivis veteran gerakan NFIP, setelah pengumuman Jepang.
“Kita adalah orang-orang lautan Pasifik, kita harus membela dan melindunginya.”
Banyak orang di wilayah Pasifik yang telah terpapar langsung bahaya nuklir dengan radiasi berkelanjutan dari lingkungan kami, sementara orang-orang yang selamat dan keturunan mereka terus mengalami penyakit yang mematikan seperti kanker getah bening, tiroid, dan gangguan-gangguan kesehatan reproduksi.
Sejak Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, hingga 315 uji coba senjata nuklir telah dilakukan di Kepulauan Marshall, Australia, Kiribati, dan Maohi Nui (Polinesia Prancis). Semua uji coba yang dilakukan, pada saat itu, diyakinkan oleh negara-negara nuklir sebagai proses yang sehat dan aman secara ilmiah. (The Guardian)
Editor: Kristianto Galuwo