Papua No.1 News Portal | Jubi
“Perkembangan musik reggae saat ini cukup bagus, berbeda dengan era 1980 sampai 1990-an”
Indonesia baru saja kehilangan musisi reggae era 2000-an, Steven Nugraha Kaligis atau Tepeng, yang meninggal dunia pada Selasa (22/6/2021). Kabar meninggalnya vokalis Steven & Coconut Treez ini disampaikan oleh rekan musiknya, Sandy Pas Band.
“Innalillahi wa innallilahi ro’jiun. Telah berpulang saudara kami Steven N. Kaligis pada hari Selasa, 22 Juni 2021,” tulis Sandy Pas Band dalam unggahan di akun Instagram @sandypasband.
Bersama Band Steven & Coconut Treez langsung bisa diterima masyarakat di album perdananya bertajuk ‘The Other Side’ dan meledak di pasaran. Lagu andalan mereka adalah ‘Welcome To My Paradise’.
Musisi reggae lainnya yang meninggal pada Senin 12 April 2021 adalah Johan Roberth Wambrauw. Musisi ini menurut Seno Sugiarto, manajer sekaligus vokalis Asian Roots dalam laman resmi https://kultur.media menyebutkan bahwa Robby Wambrauw keyboardist dan otak di balik band reggae legendaris Black Company, Asian Roots dan Abresso.
Seno Sugiarto sendiri dekat dengan musisi Papua, khususnya Abresso, karena saat itu personel mereka selalu latihan dan menyewa studio miliknya.
“Ya, kami mengenal Seno karena memang waktu itu kami menyewa studionya dan salah satu menajer yang ikut berperan dalam perkembangan musik reggae di Indonesia,” kata Ian Gebze, gitaris Abresso dan Airmood Band saat dihubungi Jubi via ponselnya, Selasa (30/6/2021) siang.
Dia mengakui bahwa Kasuari Enterprise yang dipimpinnya ikut pula mempromosikan musik reggae di Taman Impian Ancol dengan tajuk “Reggae Night Music Taman Impian Ancol” bersama sponsor perusahaan rokok terkenal.
Eddy Mangun Mardjuki pemimpin dan vokalis band Emergency Band mengamini kalau Seno Sugiarto sangat berperan dalam perkembangan musik reggae. Begitu pula pendapat bassist Emergency Banda, Lyndert Rumaropen, yang mengaku pula peran Seno Sugiarto.
“Suka atau tidak suka peran Seno dalam musik reggae harus diakui,” kata Lyndert, ponakan keyboard Black Brothers almarhum Agust Rumaropen.
Eddy Mangun Mardjuki juga mengakui kalau Emergency Band semakin kokoh dalam kiblat musik reggae di Indonesia saat mengikuti Reggae Night di Taman Impian Ancol.
“Kita tampil dengan personil saya sebagai vokalis, Lyder Rumaropen bass, Onggo rythem guitar, Max Karubaba keyboard dan almarhum Marthen Kondologit penabuh drum,” kata Edy Mangun Mardjuki kepada Jubi pekan lalu di Jayapura.
Dia menambahkan perkembangan musik reggae saat ini cukup bagus. Berbeda dengan era 1980 sampai 1990-an. “Beruntung saat itu ada reggae night prakarsa Kasuari Enterprise sejak 1988 sampai dengan 1993. Saat itu musisi Papua tampil mulai dari grup band Delta 55, Rio Grime, Emergency Band dan lain lain,” kata Eddy.
Apalagi saat itu, lanjut pentolan Emergency itu, musik reggae belum begitu akrab di telinga orang-orang Indonesia. Jadi, kata Eddy Mangun, musisi-musisi Papua sangat berperan dalam perkembangan musik reggae, terutama Abresso, Black Company dan Asian Roots, yang sebenarnya personelnya anak-anak Papua. Menurut Eddy Mangun, Black Company, Asian Roots dan Abresso memang bagaikan saudara sekandung karena ada personil Papua dalam grup tersebut.
”Grup dan personel ini termasuk pelopor musik reggae di Indonesia sejak akhir 1980-an sampai 1990-an. Hal ini telah diagendakan sejak reggae night Ancol 1988-1993,” katanya
Meskipun demikian Eddy Mangun Mardjuki sendiri mengakui telah mengenal musik reggae sejak anak-anak, terutama karena orangtuanya sendiri telah mengoleksi musik-musik Jimmy Clift.
Berbeda dengan Lyndert Rumaropen yang justru kena racun reggae dari rekan musisinya Eddy Mangun Mardjuki. “Memang Eddy yang meracuni saya dengan musik reggae hingga tertarik sampai sekarang,” katanya. (*)
Editor: Timoteus Marten