Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Dulu, penjajah (kolonial) Belanda pernah membuka penerbangan langsung ke luar negeri melalui bandara Mokmer pada 1959. Waktu itu penerbangan ke Belanda dan Honolulu serta ke Sidney Australia dan juga ada maskapai Quantas milik Australia juga singgah di Bandara Mokmer di Biak.
Tak heran kalau fasilitas akomodasi harus pula dilengkapi, maka pada 1958 pemerintah Nederlands Nieuw Guinea bersama KLM maskapai milik Belanda. Hotel milik KLM ini berbentuk huruf W sesuai dengan nama Ratu Belanda saat itu Wilhelmina. KLM atau Koninklijke Luchtvaart Maatschappij, secara harafiah berarti Perusahaan Dirgantara Kerajaan
“Hotel ini berbentuk huruf W sesuai nama Ratu Belanda, “kata Nancy manajer Hotel Asana kepada arsip.jubi.id di Biak, Sabtu (5/3/2022). Ia mengakui kalau hotel ini peninggalan Belanda dan masih terawat dan tertata rapi, walaupun ada penambahan kamar dan juga kolam renang. Pantauan arsip.jubi.id di lapangan hampir seluruh bangunan memakai bahan kayu dan memiliki pekarangan yang luas serta letaknya di tepi pantai.
Baca juga:
Buah tangan serdadu Jepang di Biak dan Sentani
12 Fakta Dari Mokmer ke Frans Kaisepo
Salah seorang karyawan hotel dari Kampung Urfu Biak, Kaisiri mengakui kalau hotel ini disukai banyak tamu, karena mempunyai pekarangan luas dan letaknya yang tepat di tepi pantai.
Belanda membangun hotel ini guna mempersiapkan akomodasi di Biak, sehingga tahun 1959 Bandara Mokmer sudah siap untuk didarati pesawat sekelas DC-8. Setahun kemudian, KLM membuka rute penerbangan Biak-Tokyo-Amsterdam. Penerbangan ini akhirnya terputus pada 1962 dan pemerintahan di Papua dilanjutkan ke UNTEA (United Nations Temporary Executive Administration).
Pemerintah Indonesia sendiri baru membuka jalur penerbangan ke Los Angeles melalui Biak periode 1996-1998. Saat itu Garuda membuka rute Jakarta Denpasar-Biak-Honolulu-Los Angeles dengan pesawat berbadan lebar MD-11. Bandara Kaisiepo ini juga sanggup didarati pesawat sebesar Boeing 747 seri 400.
Sebelum penerbangan Garuda ke Honolulu, pemerintah Indonesia mendorong pembangan hotel berbintang lima di tepi pantai Kampung Marauw. Mantan Dubes Indonesia di Kolombia, Michael Menufandu kepada arsip.jubi.id pmengatakan hotel berbintang lima Marauw dibangun sejak 1991 megah dan indah tetapi kini telah berubah menjadi puing-puing tanpa bekas. “Hilang tanpa bekas,” katanya. Padahal lanjut dia Hotel Marauw saat itu termasuk Kawasan Pariwisata milik PT Biak Marauw Tourism Development Corporation (PT BTDC) yang dibangun pada 11Maret 1991.
Sejak penerbangan langsung ke luar negeri terputus, kota Biak menjadi sepi dan tak ada lagi kunjungan wisata. Apalagi munculnya pandemi COVID-19, penerbangan semakin ketat sehingga orang membatasi perjalanan. “Memang benar COVID-19 membuat sepi pengunjung,” kata manejer Hotel Asana di Biak, Nancy.(*)
Editor: Syam Terrajana