Jayapura, Jubi – Kepala Save the Children Australia, mengatakan pemerintah Australia dan Nauru telah mengkambinghitamkan organisasinya selama bertugas di pusat penahanan pencari suaka di Nauru.
LSM yang fokus pada perlindungan anak itu telah mengakhiri operasinya pada Sabtu, pekan lalu, setelah pemerintah Australia memberikan kontrak kesejahteraan kepada perusahaan multinasional, Transfield Services.
Semasa jabatannya, telah terjadi hubungan yang controversial antara organisasinya dengan Canberra (pemerintah Australia). Tahun lalu, sebanyak sembilan pekerja Save the Children dideportasi karena dituduh menghasut tahanan pencari suaka untuk melakukan aksi yang merugikan diri dan mengarang cerita tentang pelecehan.
Penyelidikan independen kemudian menemukan tidak ada bukti atas tuduhan tersebut. Sejak itu, organisasi Save the Children menjadi target razia polisi di Nauru.
Chief Executive Save the Children, Paul Ronalds, mengatakan mereka telah ditargetkan secara tidak adil. “Saya kira ketika penyedia layanan utama lain untuk pemerintah Australia adalah multinasional besar lebih mudah untuk menargetkan sebuah organisasi seperti Save the Children, atau setidaknya mungkin muncul seperti itu untuk pemerintah Australia dan Nauru. Namun, sebagaimana temuan Laporan Moss, staff Save the Children telah bekerja dengan profesionalisme tertinggi setiap saat,” kata Paul Ronalds, mengutip laporan Radio New Zealand, Senin (2/11/2015).
Paul Ronalds mengatakan Save the Children mencari kompensasi untuk perlakukan deportasi yang salah atas sembilan stafnya. (Yuliana Lantipo)