
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Meluapnya air danau Sentani menyebabkan banjir dan merusak rumah masyarakat di pesisir atau pinggiran danau, juga membawa dampak cukup besar.
Selain kehilangan harta benda, masyarakat sementara waktu harus mengungsi ke beberapa tempat dan belum bisa kembali ke ‘istana’ mereka.
Dampak lain yang kini mulai muncul dan menyerang anak-anak dan ibu-ibu adalah munculnya penyakit kulit.
Dr Edith Marlissa, kepada Jubi, Selasa (26/3/2019), menyampaikan penyakit kulit karena jamur atau biasa orang awam menyebut penyakit kutu air mulai dominan menyerang warga.
“Banyak warga mengeluh gatal-gatal, terlebih anak-anak dan ibu-ibu. Kami sudah berkeliling danau Sentani dalam satu pekan terakhir dan penyakit ini yang paling dominan,” katanya.
Nona Marlissa mengaku, bila tidak ditangani optimal, ia khawatir dalam dua pekan ke depan penyakit gatal-gatal bisa meluas menyerang warga.
“Bisa muncul wabah lebih besar. Kenapa, air danau Sentani sudah tercemar beraneka sampah, juga mayat manusia dan bangkai binatang. Lingkungan yang sudah tidak sehat pasti berdampak pada kesehatan warga,” bebernya.
“Anak-anak dan ibu-ibu sangat rentan terserang penyakit kulit, karena setiap hari mereka kontak langsung dengan air danau. Bahkan sampai saat ini, mereka mandi dan mencuci dengan air danau,” imbuhnya.
Dalam musibah seperti ini jajaran kesehatan wajib mengarahkan mereka lebih waspada dalam menjaga kondisi kesehatan, terlebih para anak di bawah lima tahun (balita).
Senada, Dr Since Wanggai, menambahkan untuk pencegahan dini bagi anak-anak dan ibu-ibu, mereka wajib memakai sepatu boots saat beraktivitas.
“Karena mereka ini sepanjang hari kontak dengan air danau, sehingga otomatis rentan terserang penyakit kulit,” kata Since Wanggai, saat memberikan pelayanan kesehatan di gereja GKI Filadelfia Asei Pulau.
Selain penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) juga menyerang warga. Untuk pencegahan sekaligus pengobatan awal kita berikan salep kulit maupun obat antibiotik.
“Kita kasih salep dan antibiotik buat pencegahan, sambil kita memberi pemahaman buat masyarakat tidak serta-merta kontak tiap saat dengan air danau,” katanya.
“Lihat saja anak-anak, mereka sejak pagi sudah di danau. Bermain-main menunggu perahu-perahu yang angkat bantuan datang. Ibu-ibu ada yang mencuci di danau tanpa gunakan sabun. Peluang infeksi jamur dan bakteri menyerang,” ujarnya.
Menurut laporan Betarix Pepuho, kurang lebih 230 kepala keluarga mengungsi di kampung Asei Besar, Sentani Timur. Di Asei Pulau, banyak anak-anak dan balita mengungsi di gereja.
“Banyak anak-anak dan mama-mama mengeluh kena gatal-gatal. Kami bersyukur ada tenaga dokter yang datang di sini melakukan pelayanan,” katanya. (*)
Editor: Dewi Wulandari