Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Legislator Papua, John NR Gobai mengatakan, penanganan kasus dugaan suap dengan tersangka FT, oknum pengusaha kayu yang mengaku orang kepercayaan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Papua, terkesan hanya sandiwara.
Gobai mengaku tidak kaget ketika membaca berita jika Bareskrim Mabes Polri menghentikan kasus dugaan suap yang melibatkan FT dengan alasan tidak cukup bukti.
Menurutnya, pasca penanganan kasus FT oleh Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Papua diambil alih Bareskrim Mabes Polri, ia sudah menduga penanganannya akan terhenti.
“Saya menilai ini seperti sandiwara saja, karena perkaranya diambil alih Bareskrim Mabes Polri padahal perkaranya di Papua. Ketika FT disebut dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lanjutan dalam kasus itu, belum tentu dia ditahan di sana dan endingnya keluar SP3,” kata Gobai kepada Jubi, Selasa (26/2/2019).
Ia mengatakan, bicara masalah kayu di Papua, bicara piring makan (lahan penghasilan) berbagai pihak. Dan bukan rahasia lagi jika ada oknum-oknum aparat terlibat dalam permainan bisnis kayu, juga diduga mereka yang ada pada pos-pos di sepanjang jalan dari tempat penebangan kayu hingga lokasi angkut di pelabuhan, sering mendapat jatah.
“Saya menduga ada permainan tingkat tinggi dalam penghentian kasus dengan tersangka FT. Ini menunjukan sikap negara yang lebih menganakemaskan pemilik HPH daripada masyarakat,” ucapnya.
Katanya, jika penanganan kasus dugaan suap dengan tersangka FT dihentikan, maka Mabes Polri juga mesti membebaskan Kadishut Papua, JJO dalam kasus yang sama karena penanganan kasus JJO juga telah diambil alih Mabes Polri, akhir Januari 2019 lalu.
“Demi keadilan Mabes Polri juga mesti mengeluarkan SP3 untuk perkara yang sama dengan tersangka JJO,” ujarnya.
Sementara Syahrul Fitra dari Auriga—lembaga yang konsen memantau peredaran kayu ilegal mengatakan, sejak awal pemindahan kasus FT ke Mabes Polri sudah mengundang tanda tanya, karena biasanya kasus yang dipindahkan dari daerah ke Mabes Polri adalah kasus serius yang rentan terjadi intervensi jika ditangani di daerah.
“Penyidikan atas kasus ini justru berhenti di Mabes Polri,” kata Syahrul Fitra.
Menurutnya, saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Polda Papua menyita sejumlah barang bukti di antaranya uang Rp 500 juta, tas dan Ponsel, dan mestinya itu sudah cukup kuat sebagai barang bukti.
“Ke mana, siapa yang mengambil uang Rp 500 juta? Jika Mabes Polri menyatakan tidak cukup bukti, mengapa mesti mengambil alih penanganan kasus FT,” ujarnya.
Syahrul juga mempertanyakan apakah Polda Papua yang menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada Mabes Polri, atau merupakan permintaan Mabes Polri sendiri.
“Ini cerita buruk dari upaya penegakan hukum atas persoalan kehutanan di Papua,” ucapnya.
Pada 11 Januari 2019, Bareskrim Mabes Polri resmi mengambil alih penanganan kasus FT dari penyidik Direskrimsus Polda Papua. Selain berkas perkara yang bersangkutan, penyidik Polda Papua juga menyerahkan barang bukti uang tunai Rp 500 juta yang diamankan saat OTT.
Namun pihak Polda Papua menyatakan tidak tahu pasti alasan Mabes Polri mengambil alih penanganan kasus tersebut.
“Saya tidak tahu, hanya Bareskrim Mabes Polri yang mengetahui hal tersebut. FT telah diberangkatkan ke Mabes Polri dengan pengawalan penyidik Direskrimsus Polda Papua,” kata Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol A.M. Kamal ketika itu.
Sementara Kapolda Papua, Irjen Pol Martuani Sormin beberapa hari setelah Bareskrim Mabes Polri mengambil alih penanganan kasus FT mengatakan, ditariknya berkas perkara FT oleh Bareskrim Mabes Polri untuk proses hukum lebih lanjut mengingat, berkas tersangka FT sempat dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua untk dilengkapi penyidik Reskrimsus Polda setempat.
“Yang bersangkutan kami tangguhkan penahanannya dengan alasan menunggu P21 (berkas dinyatakan lengkap) dari jaksa. Kalau nanti dia melebihi masa tahanan, siapa yang bertanggung jawab. Jadi demi menghindari yang bersangkutan bebas dari hukuman, maka kami tangguhkan,” kata Irjen Pol Martuani Sormin.
Pada 21 Februari 2019 lalu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menghentikan penyidikan terhadap tersangka FT dengan alasan tidak cukup bukti.
Penghentian penyidikan itu sesuai surat penetapan penghentian penyidikan nomor SPPP/45/II/RES 2.1/2019/Dit Tipideksus yang ditandatangani Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, Rudy Heryanto Adi Nugroho.
Selain menerbitkan surat penghentian penyidikan terhadap FT, Bareskrim Polri juga mengirimkan surat kepada JPH berisi pemberitahuan penghentian penyidikan karena tidak cukup bukti.
FT yang merupakan Direktur PT SDT ditangkap di kantornya Jln. Asrama Haji, Kotaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura, dalam OTT yang dilakukan Tim Saber Pungli Unit Pemberantasan Pungli (UPP) Provinsi Papua, 7 November 2018.
FT diduga hendak menerima suap dari Direktur PT PT VCIWI III), JHT yang kasusnya ditangani Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dishut Papua.
Dengan mengatasnamakan orang kepercayaan Kadishut Papua, FT memaksa JTH menyerahkan uang sebesar Rp 5 miliar agar kasusnya dapat diselesaikan oleh Kepala Dinas. Namun JTH menyanggupi memberikan uang senilai Rp 2,5 milliar, dengan Rp 500 juta sebagai uang muka. (*)
Editor : Edho Sinaga