Papua No.1 News Portal | Jubi

Enarotali, Jubi – Mama Yosepha Alomang kerap mengidentifikasikan Tanah Papua dengan tubuhnya sendiri. Ia mengatakan merusak Tanah Papua itu seperti merusak tubuhnya atau tubuh perempuan.

Menurutnya, Tanah Papua yang dirusak berarti seperti merusaknya yang tengah memberi makan anak-anaknya.

“Perempuan harus dibebaskan dari penderitaan dan penjajahan ganda. Di satu sisi mereka menghadapi kodratnya sebagai perempuan, sisi lain mereka yang telah berkeluarga mendapat tekanan dan penindasan dari suami di dalam rumah tangga. Penindasan kaum perempuan Papua dari laki-laki Papua harus dibebaskan, supaya perempuan Papua secara bebas dan leluasa berjuang membebaskan penindasan kaum penjajah atas Tanah Papua secara holistik,” katanya kepada Jubi lewat telepon selulernya, Senin (15/2/2021).

Perempuan Papua, kata dia, harus berdiri di garda terdepan dalam perjuangan. Laki-laki Papua harus membuka peluang seluas-luasnya dalam memainkan politik di Papua.

“Kaum perempuan sadar akan tubuhnya yang diperbudak, dia akan bangkit dan berjuang membebaskan tubuhnya dari perbudakan, penjajahan, pemerkosaan, dan eksploitasi atas tubuhnya sendiri,” katanya.

Hal senada diutarakan Thina You, salah satu aktivis mahasiswa Papua di Jawa. Ia pun menyamakan Tanah Papua secara biologis sebagai tubuh seorang perempuan. Dalam banyak kesempatan, banyak pihak mendengar Tanah Papua dipahami sebagai “keperawanan” tubuh seorang gadis yang dipermainkan oleh orang Indonesia yang tidak bertanggung jawab.

“Di mana, kini Tanah Papua sudah tidak perawan lagi, sudah dihancurkan dan masa depan orang Papua menjadi tak menentu. Di saat seperti ini, orang Papua, terlebih perempuan Papua yang sadar berdiri di garda terdepan melawan pemerkosaan, eksploitasi, penjajahan dan pembunuhan,” ujarnya.

Secara tradisi, menurut dia, orang Papua turun-temurun memandang perempuan sebagai kaum lemah. Kelemahan ini disamaratakan dalam semua segi. Padahal secara manusiawi, semua manusia mempunyai kelemahan, baik pria maupun perempuan.

“Saat ini, manusia pada kodratnya hidup untuk saling menolong dan berdampingan. Terbukti, bahwa semua manusia memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing,” ucapnya. (*)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Leave a Reply