Antisipasi dampak pencemaran laut Papua Nugini, DKP pantau ikan tangkapan di Hamadi
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Dinas Perikanan dan Kelautan atau DKP Kota Jayapura pada Senin (18/11/2019) terus memantau kondisi ikan tangkapan nelayan di Pelabuhan Pendaratan Ikan Hamadi, Jayapura, Papua. Sejumlah sampel ikan tangkapan itu akan diuji di laboratorium, untuk memastikan ada tidaknya dampak tumpahan limbah nikel di Madang, Papua Nugini, terhadap daerah penangkapan atau fishing ground nelayan Jayapura. Kepala DKP Kota Jayapura, Martheys Sibi mengatakan hingga Senin pihaknya masih menunggu klarifikasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. “Namun sejauh ini dari pengamatan di Pelabuhan Pendaratan Ikan atau PPI Hamadi masih normal. Aktivitas penangkapan di lokasi penangkapan (fishing ground) para nelayan Kota Jayapura belum terkena dampak,” katanya saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Senin (18/11/2019). Sibi menyatakan hingga Senin nelayan terus membawa hasil tangkapan untuk dipasarkan di PPI Hamadi, dan kondisi ikan tangkapan itu normal. “Namun kami tetap memantau perkembangan dari dampak nikel ini sambil menunggu tindak lanjut dari KKP-RI di Jakarta,” kata Sibi. Ia menyatakan pemantauan kondisi ikan yang mendarat di PPI Hamadi akan dilanjutkan sambil menunggu uji laboratorium atas sejumlah sampel ikan tangkapan nelayan di PPI Hamdi. “Jika ada keluhan dari nelayan, ikannya akan bawa ke laboratorium, untuk diuji. Kami telah berkomunikasi dengan Balai Karantina Ikan dan Pengujian Mutu KKP di Sentani untuk menguji beberapa sampel ikan tangkapan nelayan,” kata Sibi. Sebelumnya dilaporkan perairan laut di Basamuk, Madang, Papua Nugini tercemari tumpahan limbah pertambangan nikel Ramu. Sebuah laporan yang diumumkan Dr Alex Mojon menyebutkan pencemaran limbah tambang Nikel Ramu milik perusahaan China itu menyebabkan ikan mati di sekitar laut Madang.(*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Sampah plastik akibatkan hasil tangkapan nelayan berkurang
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Nelayan di perairan Youtefa mengeluhkan tumpukan sampah plastik yang menutupi laut. Akibatnya hasil tangkapan nelayan dan pencari kerang laut menurun drastis. Mama Nonce Hanasbey, ketika ditemui Jubi, mengatakan pendapatan masyarakat sekitar berkurang karena sampah plastik lebih mendominasi, daripada ikan dan kerang. Mereka harus melaut lebih jauh untuk mendapat tangkapan yang layak. “Dulu kami mau dapatkan ikan dan kerang tidak susah, karena ada di bawah rumah panggung kami. Tapi sekarang sulit untuk dapatkan ikan lagi seperti dulu, yang ada hanya plastik yang kami dapat,” kata mama Hanasbey. Ia menambahkan, tempat perempuan Tobati mencari kerang yang disebut Hutan Perempuan juga sudah dipenuhi sampah plastik. “Sekarang sulit dalam hal pendapatan, karena melaut juga belum tentu dapat, sehingga masyarakat asli bersama pemuda Tobati – Engros tiap minggu membersikan sampah di perairan Youtefa, pulau Metu Deby, pantai Ciberry dan pembersihan sampah plastik di hutan bakau,” katanya. Sementara itu Vinsen Yigibalom, pengunjung pantai Ciberry menambahkan perlu ada kesadaran semua pihak terutama masyarakat kota Jayapura untuk tidak membuang sampah plastik ke laut. “Ada sampah plastik di pinggir rumah jangan buang ke laut karena itu akan merusak ekosistem yang ada di laut,” katanya. (*) Editor: Edho Sinaga
HNSI Papua Barat tantang Menteri KKP yang baru
Papua No. 1 News Portal | Jubi Manokwari, Jubi – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Papua Barat memberikan penghargaan kepada Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan atas komitmen dan ketegasannya selama menjalankan tugas diperiode pertama kabinet kerja Jokowi-JK. “Kami bangga dengan Ibu Susi, dia berani dalam mengambil keputusan, banyak perubahan yang telah dia lakukan selama menjabat menteri ,” ujar Ferry Auparay Ketua DPD HNSI Papua Barat di Manokwari, Kamis (24/10/2019). Menurutnya, nelayan di wilayah Papua Barat masih membutuhkan perhatian serius dari kementerian kelautan dan perikanan, untuk itu mereka meminta, Edhy Prabowo bisa menyelesaikan pekerjaan Susi yang belum selesai di 100 hari kerja pertama. “Pak Edhy harus bisa buktikan kerja nyata dua kali lebih cepat dari Ibu Susi. Dan harus mulai dari Indonesia Timur. Karena kita berharap banyak dengan Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, semoga ada kebijakan baru tapi juga meneruskan apa yang ditinggalkan oleh Ibu Susi,” kata Ferry. Menurutnya ada dua kendala utama yang belum tersentuh bagi Nelayan di Papua Barat, yaitu peluang pasar dan infrastruktur. Terkait peluang pasar, melalui HNSI sedang didorong karena satu periode produksi sangat ditentukan oleh pasar sebagai output. Jika pasar tidak terbuka, maka potensi SDA ikan yang melimpah di Papua Barat tidak bisa diapa-apakan. “Sebagai contoh, Manokwari ibukota Papua Barat, hanya ada dua pasar ikan skala tradisional, sehingga tidak ada pendapatan per kapita bagi ribuan nelayan di Manokwari,” ujarnya. Kata Ferry, Pemerintah harus berani menyediakan pasar skala besar. “Apakah itu pasar Nasional, Internasional (pasar eksport), tapi di sinilah Negara harus hadir untuk menjembatani pasar itu. Sehingga saat kita menggenjot nelayan, ada pasar yang tersedia untuk ciptakan pendapatan perkapita bagi kehidupan mereka ke depan,” ujarnya. Sebelumnya Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan menyerahkan bantuan fasilitas berupa 14 paket perahu (longboat) dan motor tempel kepada nelayan di Kampung Saukorem, Distrik Amberbaken kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Bantuan tersebut diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan di daerah tersebut. “Bagi nelayan di Tambrauw yang belum terima bantuan, agar tetap bersabar, karena Pemerintah Papua Barat mengurus 12 kabupaten dan satu kota, semua akan dapat bagian yang sama,” ujar Mandacan saat berkunjung ke Kampung Saukorem, 29 September lalu. (*) Editor : Edho Sinaga
Penyelam Taiwan cari nelayan yang terjebak reruntuhan jembatan
Dua perahu nelayan pasca-insiden Selasa, yang melukai 10 orang, kebanyakan nelayan dari Indonesia dan Filipina. Papua No. 1 News Portal | Jubi Taipei, Jubi – Tim penyelamat di Taiwan mencari dua nelayan asing yang diyakini terjebak di perahu yang hancur akibat tertimpa jembatan di pelabuhan timur laut, hingga menewaskan empat orang. Menurut otoritas setempat penyelam bergabung dengan ratusan penyelamat lainnya dalam upaya pencarian, menggunakan crane dan ekskavator untuk mengangkat bangkai dua perahu nelayan pasca-insiden Selasa, yang melukai 10 orang, kebanyakan nelayan dari Indonesia dan Filipina. “Pada pukul 08:48 waktu setempat, petugas menemukan satu jasad nelayan asing…sementara pencarian dua nelayan asing lainnya masih berlanjut,” kata Dinas Pemadam Kebakaran melalui pernyataan, Rabu, (2/10/2019). Tercatat satu jasad diangkat dari perairan di dekat lokasi kejadian sementara penyelam menyisir bangkai perahu untuk mencari korban hilang. Tayangan video yang dirilis Korps Patroli Pantai Taiwan menunjukkan jembatan terbelah tepat ketika truk tangki BBM menyeberang. Gumpalan asap tebal pun terlihat setelah muatan truk itu terbakar. Belum diketahui pasti penyebab ambruknya jembatan itu, yang menghancurkan tiga perahu dan membakar truk tangki di kota Suao. Jembatan, yang dijuluki jembatan cinta itu dibangun pada 1998 dan menjadi daya tarik wisatawan. Insiden langka tersebut mengejutkan banyak orang di Taiwan, yang secara rutin dilanda gempa dan badai dan juga memiliki standar bangunan yang tinggi, sehingga memicu otoritas melakukan peninjauan seluruh jembatan tua. Pemerintah membentuk satgas untuk melakukan penyelidikan. Sementara itu, Presiden Tsai Ing-wen berjanji tidak akan lari dari tanggung jawab. “Jembatan Nanfangao secara rutin diperiksa dan dirawat,” kata pengelola jembatan, Perusahaan Pelabuhan Internasional Taiwan (TIPC), dalam satu pernyataan. Pengelola menyebutkan pihaknya telah mengawasi regulasi keselamatan. Jembatan itu diperkuat kembali pada 2018 dan pengecekan keamanan lainnya dijadwalkan tahun depan. “Kerusakan seperti baja berkarat dan retakan pada beton sudah diperbaiki saat pemeriksaan Oktober lalu,” katanya. (*) Editor : Edi Faisol
Nelayan daerah ini menjadi penambang timah saat cuaca buruk
Menjadi alasan mereka mendukung Asosiasi Penambang menolak salah satu poin Raperda RZWP3K yang menghapus zonasi tambang di pesisir pantai Papua No. 1 News Portal | Jubi Pangkalpinang, Jubi – Nelayan Kabupaten Bangka Barat dan Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi penambang pasir timah di pesisir pantai setempat saat cuaca sedang buruk. Profesi sampingan itu menjadi alasan mereka mendukung Asosiasi Penambang menolak salah satu poin Raperda RZWP3K yang menghapus zonasi tambang di pesisir pantai di daerah itu. “Kami menolak penghapusan zona penghapusan tambang pesisir pantai, karena penambangan bijih timah masih menjadi mata pencarian utama masyarakat,” kata perwakilan nelayan Bangka Barat, Muhamad Zainuri, di DPRD Provinsi Kepulauan Babel, Selasa, (27/8/2019). Baca juga : Pulau ini terancam rusak digerogoti penambang pasir Penambangan emas Koroway seharusnya dikelola orang Koroway Penambang timah liar rambah lahan pemerintah Zainuri yang mengaku datang datang bersama puluhan nelayan Bangka Barat ke DPRD Provinsi Kepulauan Babel untuk memastikan apakah Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) sudah disahkan atau belum. “Sebanyak 70 persen masyarakat Bangka Barat berprofesi penambang bijih timah, sementara sisanya nelayan tradisional,” ujar Zainuri menambahkan. Menurut dia, nelayan menambang bijih timah saat cuaca di perairan memburuk yang membahayakan keselamatan kapal nelayan tersebut. Penambangan dilakukan nelayan saat musim angin barat dan menjelang musim angin timur. Saat musin itu mereka tak melaut dan memanfaatkan menambang bijih timah dengan mengorek tailing di pesisir pantai. Perwakilan Asosiasi Penambang Daerah, Ali Hartono mengatakan informasi mengenai Raperda RZWP3K masih simpang siur, hal itu menjadi alasan ia bersama penambang laindatang ke DPRD untuk dengar pendapat dari dewan. “Informasi yang kami dapat zona tambang di laut akan dibersihkan dari aktifitas tambang, sedangkan masyarakat di Belo Laut Bangka Barat, masih sangat tinggi ketergantungan terhadap timah,” kata Ali Hartono. (*) Editor : Edi Faisol
Tumpahan minyak di Karawang kurangi hasil tangkapan ikan
Tumpahan minyak itu sudah mulai menyebar hingga Kepulauan Seribu. Papua No. 1 News Portal | Jubi, Jakarta, Jubi – Nelayan di Dermaga Baru Muara Angke, Jakarta Utara mengeluhkan hasil tangkapan ikan menjadi berkurang sejak tumpahan minyak mentah milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di perairan Karawang. Tumpahan minyak itu sudah mulai menyebar hingga Kepulauan Seribu. “Ikannya banyak mengambang gara-gara limbah airnya berminyak,” kata seorang pengurus kapal nelayan, Andi, di Dermaga Baru Muara Angke, Jumat, (2/8/2019). Baca juga : Tumpahan minyak di Teluk Lughu persulit hidup nelayan PT Kreasi Jaya Adhiarya diperiksa terkait tumpahan minyak Tumpahan minyak di Balikpapan bukan dari kilang, tapi bahan bakar kapal Andi mengatakan kondisi tersebut telah dirasakannya sejak tiga hari yang lalu yang menunjukan hasil tangkapan ikan menurun hingga 40 persen. Nelayan-nelayan harian yang biasa berangkat melaut sejak pukul 06.00 WIB itu biasa menangkap ikan di perairan Tanjung Priok hingga Kepulauan Seribu. Sebelumnya mereka biasanya menangkap ikan termasuk ikan tembang dan rajungan rata-rata hingga lima kuintal. “Saat ini hanya mampu menangkap ikan sekitar dua kuintal per hari,” kata Andi menambahkan. Ia memastikan meski limbah minyak mempengaruhi tangkapannya, namun ikan yang ditangkap masih segar. “Ikannya segar tapi kayak mabok begitu,” katanya. Hal itu diakui sebagian konsumen khawatir apabila ikan yang ditangkap itu keracunan. Kebocoran minyak dan gas terjadi di pesisir utara Jawa Barat, Jumat (12/7/2019) di sekitar anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Tumpahan itu saat ini sudah mencapai Kepulauan Seribu, Jakarta. PT Pertamina (Persero) mengklaim volume tumpahan minyak di pesisir utara Kabupaten Karawang, Jawa Barat saat ini tersisa 10 persen dari volume awal 3 ribu barel per hari (*) Editor : Edi Faisol
Legislator Papua soroti kondisi PPI di Nabire
Nabire, Jubi – Legislator Papua, Jhon NR Gobai menyoroti penanganan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Kampung Waharia Distrik Teluk Kimi. Menurut Gobai, PPI di Nabire adalah aset Pemkab Nabire yang terlantar. Padahal masyarakat enam suku pemilik hak ulayat di Kabupaten Nabire hidupnya tergantung di laut sebagai sumber kehidupan. “Dengan hadirnya (PPI) ini (seharusnya) dapat membantu sarana prasarana masyarakat khususnya para nelayan untuk melakukan pelelangan ikan,” kata Gobai saat melakukan kunjungan kerja di Nabire jumat (28/06/2019). Selain itu lanjut Gobai, ada juga SPBN untuk mengambil Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi para nelayan. Aset – aset ini diduga kuat terlantar bahkan disinyalir SPBN disalah gunakan. Artinya BBM tidak hanya digunakan oleh nelayan, akan tetapi juga oleh masyarakat umum. “Saya pikir ini kesalahan Pemkab yang tidak mengelola aset dengan baik. Fasilitas ini sangat bagus. Ada perumahan, pelelangan dan serba lengkap namun sayang tidak dimanfaatkan,” bebernya. Dibandingkan PPI di Hamadi, kata Jhon, PPI Nabire jauh lebih luas dan memiliki fasilitas lengkap. namun pemanfaatannya tidak bagus. Sementara PPI di Hamadi, Kota Jayapura yang sempit dan kurang peralatan, jauh lebih bagus pemanfaatannya. Untuk itu dia meminta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Nabire, untuk dapat menertibkan nelayan – nelayan di Nabire. Agar dapat memanfaatkan PPI dan SPBN sehingga mereka memperoleh layanan yang baik. “Pemkab juga bisa membangun tempat pengalengan ikan misalnya atau kreasi yang lain guna menyejahterakan nelayan dan masyarakat sekitar,” ungkapnya. Seorang warga sekitar yang enggan namanya disebutkan mengatakan bahwa nelayan – nelayan khususnya OAP tidak banyak berbuat apa – apa. Kata dia, fenomena di PPI Nabire bahwa sudah ada calo calo pedagang ikan. Selain itu nelayan kurang diperhatikan termasuk BBM yang sering di beli masyarakat dari luar. “Jadi sebenarnya PPI ini saya lihat kurang diperhatikan. Terus masyarakat luar juga sering masuk beli BBM di dalam. Akibatnya nelayan sering tidak mendapatkan BBM,” tandasnya. Editor: Syam Terrajana
Nelayan terdampak tsunami dapat bantuan perahu
Diserahkan pada nelayan terdampak tsunami 30 unit dan akan dilakukan dua tahap Papua No. 1 News Portal | Jubi, Pandeglang, Jubi – Pemerintah Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, menyerahkan bantuan perahu motor kepada para nelayan di Kabupaten Pandeglang yang sebelumnya menjadi korban terdampak tsunami Selat Sunda, pada akhir tahun 2018 lalu. “Bantuan ini merupakan kepedulian dari masyarakat Kabupaten Tanggerang melalui malam penggalangan dana pada peringatan hari jadi daerah itu,” kata Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar, didampingi Bupati Pandeglang Irna Narulita, saat menyerahkan bantuan kepada para nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilurah Desa Sukanagara, Kecamatan Carita, Kamis (27/6/2019). Baca juga : Nelayan lokal keluhkan bantuan jaring Ratusan nelayan di Nabire terima bantuan usaha Banyak faktor penyebab bantuan kapal nelayan tak tersalurkan Zaki mengaku saat hari kedua setelah terjadinya tsunami langsung hadir dilokasi terjadinya tsunami. “Pada bulan Desember juga bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Tangerang, maka dari itu kami sekaligus melakukan penggalangan dana dan terkumpul kurang lebih Rp1 miliar,” kata Zaki menambahkan. Penggalangan dana tidak hanya saat peringatan Hari Jadi Kabupaten Tangerang, namun terus berlanjut sehingga terkumpul uang sebesar Rp 1,5 miliar. Pemkab Tangerang menggandeng lembaga peduli untuk menyalurkan dana bantuan tersebut ke Kabupaten Pandeglang. “Ternyata yang dibutuhkan saat ini perahu, karena memang dampaknya cukup besar bukan saja ekonomi sosial namun alat melaut juga ikut rusak dan hilang,” ujar Zaki menjelaskan. Bantuan perahu motor akan diserahkan pada nelayan terdampak tsunami 30 unit dan akan dilakukan dua tahap. Untuk tahap awal diberikan sebanyak 15 unit dan 15 unit sisanya menyusul. Baca juga : Tingkatkan kualitas ikan, ratusan nelayan di Jayapura terima bantuan SRD Nelayan Merauke keluhkan sulitnya bantuan alat tangkap Nelayan Kamoro butuh bantuan Bupati Pandeglang Irna Narulita, mengucapkan terima kasih atas bantuan perahu motor yang diberikan pihak Kabupaten Tanggerang. “Ini sangat bermanfaat bagi para nelayan terdampak tsunami,” kata Irna. Menurut dia, bantuan dilakukan Pemerintah Kabupaten Tanggerang tak hanya kali ini, namun juga saat terjadi tsunami. “Pada malam pertama terjadinya tsunami kami sangat panik karena banyak korban, Alhamdulillah bantu kami juga dengan ambulannya, dan saat ini kami dibantu lagi,” ujar Irna menjelaskan. Bantuan perahu motor itu akan meringankan beban para nelayan yang perahunya rusak dan hanyut karena diterjang oleh tsunami. (*) Editor : Edi Faisol
DKP dukung permintaan nelayan asli Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Papua sangat mendukung permintaan nelayan asli Papua di Kota Jayapura, yang meminta tempat tersendiri untuk menjual hasil tangkapan mereka di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Hamadi dan Pasar Hamadi. “Ini otsus dan itu harus dilakukan, kalau mereka menuntut itu benar dan itu bisa menjadi masukan bagi kami di provinsi untuk bicara dengan kabupaten/kota, apalagi di Papua ini merupakan daerah otus,” kata Kepala DKP Papua FX Mote di Jayapura, Rabu (12/6/2019). Dirinya dalam waktu dekat akan segera berkordinasi dengan gubernur, wakil gubernur serta sekretaris daerah terkait permintaan para nelayan asli Papua. “Kami akan sama-sama menanggapi tututan itu. Untuk itu, saya minta para nelayan sampaikan keinginan mereka secara tertulis dan membawanya ke Dinas Kelautan dan Perikanan Papua agar bisa segera ditindaklanjuti,” ujarnya. Dirinya berharap, dana Otsus 80 persen yang diberikan kepada kabupaten/kota juga bisa memprioritaskan keinginan Orang Asli Papua, khususnya yang berprofesi sebagai nelayan. “Selama ini belum ada perhatian di 13 kabupaten di pesisir pantai ini, harapan saya mereka harus siapkan dana cukup bagi para nelayan,” katanya. Selain itu, FX Mote juga mengimbau kepada nelayan asli Papua yang belum memiliki kartu nelayan atau kartu kusuka untuk segera mengurusnya, mengingat manfaat dari kartu tersebut sangat banyak. “Kalau dia nelayan harus memiliki kartu Kusuka. Sebab, provinsi hanya menyiapkan kebijakan umum dalam rangka kesejateraan penjual, pemasar, dan pengelolah ikan,” ujarnya. Sebelumnya, Ketua Asosiasi Nelayan Asli Papua (ANAP), Yowel Ayomi mengatakan nelayan asli Papua menghadapi berbagai kendala untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain tidak memiliki tempat berjualan khusus untuk ikan, para nelayan asli Papua juga kekurangan alat tangkap yang memadai. “Para nelayan asli Papua tidak memiliki alat tangkap modern. Perlindungan dari pemerintah juga minim,” kata Yowel Ayomi. Menurutnya, di Kota Jayapura tercatat sebanyak 4.415 nelayan dan hanya 870 orang yang merupakan nelayan asli Papua. (*) Editor : Edho Sinaga
Nelayan asli Papua meminta tempat berjualan tersendiri di Pasar Hamadi dan TPI
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Nelayan asli Papua di Kota Jayapura, Papua, meminta tempat tersendiri untuk menjual ikan hasil tangkapan mereka di Tempat Pelelangan Ikan Hamadi dan Pasar Hamadi, Kota Jayapura. Hal itu disampaikan anggota komisi bidang ekonomi, kelautan dan perikanan Dewan Perwakilan Rakyat Papua, John NR Gobai di Jayapura, Senin (10/6/2019). Gobai menyatakan para nelayan asli Papua yang bermukim di Dok IX Kota Jayapura meminta tempat berjualan tersendiri dalam pertemuan dengannya di Jayapura pada 7 Juni 2019. Nelayan asli Papua merasa tidak leluasa berjualan di Pasar Hamadi dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Hamadi karena area tersebut didominasi nelayan non-Papua. “Permintaan itu berkaitan dengan kecukupan fasilitas pendingin ikan bagi para nelayan. Permintaan itu juga berkaitan dengan kecukupan kuota bahan bakar minyak atau BBM bagi para nelayan di TPI,” kata John Gobai. Gobai meminta Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kota Jayapura segera mengambil langkah dan mencari solusi atas permintaan para nelayan asli Papua tersebut. Gobai menyatakan memenuhi keinginan nelayan asli Papua itu penting agar mereka dapat hidup dari manfaat lautnya. Ketua Asosiasi Nelayan Asli Papua (ANAP), Yowel Ayomi mengatakan nelayan asli Papua menghadapi berbagai kendala untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain tidak memiliki tempat berjualan ikan tersendiri, para nelayan asli Papua juga kekurangan alat tangkap yang memadai. “Para nelayan asli Papua tidak memiliki alat tangkap modern. Perlindungan dari pemerintah juga minim,” kata Yowel Ayomi kepada Jubi belum lama ini. Di Kota Jayapura menurutnya, tercatat sebanyak 4.415 nelayan dan hanya 870 orang yang merupakan nelayan asli Papua. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Pengadilan Papua Nugini jadwalkan persidangan lima nelayan asal Jayapura
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pengadilan Papua Nugini menjadwalkan sidang kelima nelayan asal Indonesia, Selasa (11/6/2019) mendatang di Vanimo. Konsulat RI untuk Vanimo, Abraham Lebelauw mengatakan, sudah menerima agenda persidangan kelima WNI yang ditangkap di Aitape, Jumat (31/5/2019) lalu. Kelima WNI yang bermukim di kawasan Hamadi, Jayapura itu akan dikenakan pasal tentang penangkapan ikan secara ilegal atau “illegal fishing”. “Mudah-mudahan mereka tidak dikenakan hukuman badan dan hanya diberi hukuman membayar denda karena saat ditangkap dalam perahu motor tidak ditemukan teripang, sedangkan teripang yang merupakan hasil tangkapan mereka sudah disimpan didalam rumah WN PNG yang masih kerabat dari Waromi,” kata Abraham di Jayapura, Sabtu (8/6/2019). Diakuinya, dari lima orang yang ditangkap hanya dua orang yang memiliki kartu lintas batas yaitu Soleman Waromi dan Freddy Waromi sedangkan ketiga lainnya tidak. Kelima nelayan asal Hamadi, Jayapura yang ditangkap masing masing Hebet Saru, Lewi Lai, Oktovanus Anabai, Soleman Waromi, dan Freddy Waromi. “Saat ini mereka ditahan di penjara Vanimo,” ujar Lebelauw.(*) Editor: Angela Flassy
Lima nelayan Indonesia ditangkap Polisi Papua Nugini
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Polisi Papua Nugini melaporkan menangkap lima nelayan WNI yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah negara tetangga. “Memang benar ada lima nelayan asal Jayapura ditangkap dan saat ini ditahan di Vanimo, ” kata Konsul RI di Vanimo, Papua Nugini, Abraham Lebelauw di Jayapura, Jumat (7/6/2019). Kelima nelayan ditangkap di perairan Aitape, Papua Nugini saat sedang mencari teripang, Jumat (31/5/2019). Dari pengakuan para nelayan itu, teripang hasil tangkapannya disimpan di rumah saudara mereka yang merupakan warga negara Papua Nugini di Aitape. Kelima nelayan asal Hamadi, Jayapura yang ditangkap masing masing Hebet Saru, Lewi Lai, Oktovianus Anabai, Soleman Waromi, dan Freddy Waromi. “Saat ini mereka ditahan di penjara Vanimo dan dalam proses pemeriksaan sebelum diajukan ke pengadilan,” kata Lebelauw.(*) Editor: Angela Flassy
DKP Mukomuko kembalikan dana asuransi nelayan
“Kami akhirnya menggunakan dana bantuan premi asuransi nelayan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)” Papua No. 1 News Portal | Jubi Mukomuko, Jubi – Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, segera mengembalikan dana premi asuransi sebanyak 2 ribu orang nelayan yang urung digunakan tahun ini. “Rencananya dana tersebut dikembalikan ke pemda. Kami akhirnya menggunakan dana bantuan premi asuransi nelayan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” kata Kabid Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Mukomuko, Nasyyardi, Minggu, (19/5/2019). Berita terkait : Nelayan lokal keluhkan bantuan jaring Setelah Kampung Nelayan Hamadi selesai Jembatan di Kampung Nelayan Hamadi belum bisa dijadikan daerah tujuan wisata Pemerintah setempat telah mengalokasikan dana sebesar Rp150 juta dalam APBD murni untuk membayar premi asuransi sebanyak 2 ribu nelayan setempat. Namun dana itu batal digunakan dana itu agar peruntukan dana dengan tujuan yang sama ini tidak tumpang tindih dengan program asuransi nelayan dari KKP. Menurut Nasyyardi, pendanaan kegiatan asuransi nelayan dari APBD dan APBN sama, termasuk persyaratan untuk mendapatkan. Nelayan harus memiliki Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (Kusuka). “Selain itu dana untuk membayar premi asuransi nelayan setempat yang bersumber dari APBD tahun ini lebih kecil dibandingkan dana untuk membayar premi asuransi nelayan dari KKP,” kata Nasyyardi, menjelaskan. Baca juga : Tuna tangkapan nelayan Kota Jayapura dilirik investor luar negeri Dinas Perikanan dorong nelayan bentuk koperasi simpan pinjam Kehabisan BBM, Dua nelayan terombang-ambing di Teluk Saireri Tercatat Kabupaten Mukomuko tahun ini mendapatkan kuota bantuan premi asuransi nelayan untuk 500 orang dari KKP, jumlah itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 369 orang nelayan setempat. DKP Mukomuko saat ini masih terus melakukan pengambilan data masyarakat nelayan yang akan diusulkan sebagai penerima bantuan asuransi nelayan dari KKP. “Saat ini petugas masih melakukan penginputan data nelayan, dan penginputan data ini selesai setelah lebaran Idul Fitri atau bulan Juni tahun ini,”katanya. (*) Editor : Edi Faisol
Prancis bantu pemulihan ekonomi nelayan dan pesisir Sulteng
Bantuan dilakukan dalam bentuk penandatanganan kerja sama dua NGO asal Prancis dan Indonesia Papua No. 1 News Portal | Jubi Palu, Jubi– Pemerintah Prancis memberikan bantuah hibah kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah senilai 1 juta euro atau sekitar Rp 16 miliar untuk pemulihan ekonomi nelayan dan lingkungan pesisir pascagempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah. Bantuan dilakukan dalam bentuk penandatanganan kerja sama dua NGO asal Prancis dan Indonesia yang akan melaksanakan proyek bantuan Prancis itu di Kantor Gubernur Sulteng di Palu, Selasa (7/5/2019). Penandatangan itu disaksikan Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola dan Duta Besar Prancis untuk Indonesia Jean Charles Berthonnet, serta anggota Parlemen Prancis Anne Genetet. “Bantuan ini akan membiayai pemberian bantuan pemberdayaan ekonomi para nelayan yang terdampak bencana,” kata Duta Besar Prancis, Jean Charles Berthonnet. Berita terkait : Korban gempa dan tsunami Palu merasa diterlantarkan Lion Air Pasca gempa bumi, prajurit TNI di Papua dikirim ke Palu Sebagian bantuan untuk korban bencana Palu dialihkan ke Waan Menurut Jean, bantuan itu berupa pengadaan alat tangkap ikan sebanyak 650 unit untuk nelayan di Kota Palu dan Kabupaten Donggala serta penanaman pohon bakau (mangrove) di sepanjang pesisir Teluk Palu. Jean menyampaikan rakyat Prancis turut berduka atas musibah yang melanda masyarakat Sulawesi Tengah. “Dan berupaya memberikan dukungan dalam masa tanggap darurat berupa sarana air bersih, dan kini kembali menyalurkan bantuan untuk pemulihan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat dan lingkungan pesisir laut,” kata Jean menambahkan. Ia mengaku bangga bisa berkunjung di Sulteng dan melihat semangat masyarakat bangkit kembali pascamusibah besar yang melanda daerah ini pada 28 September 2018. Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Prancis atas perhatian dan bantuan yang telah disalurkan Pemerintah Prancis selama masa tanggap darurat dan masa pemulihan saat ini. “Kami harap ke depan Pemerintah Prancis bisa membantu perumahan untuk masyarakat nelayan,” kata Longki Djanggola. Menurut Longki, bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan akan diserahkan langsung kepada masyarakat berdasarkan kajian dan observasi yang sudah dilakukan NGO Prancis. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, Hasanuddin Atjo, menyatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan juga akan menyalurkan bantuan-bantuan pemberdayaan ekonomi nelayan dalam waktu dekat berupa alat tangkap dan sarana pendukung produksi lainnya. “Bantuan ini sedang diproses di kementerian,” ujar Atjo. Menurut dia, bantuan yang akan disalurkan sudah melalui kajian sehingga betul-betul bermanfaat karena sesuai dengan kebutuhan riil nelayan pascabencana. (*) Editor : Edi Faisol
Polda Sulsel sita bahan bom ikan
Terdiri puluhan jerigen dan botol amonium nitrat yang hendak digunakan pembuatan bom ikan di Perairan Bajoe, Kabupaten Bone Papua No. 1 News Portal | Jubi Makassar, Jubi – Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Sulawesi Selatan menyita puluhan jerigen dan botol amonium nitrat yang hendak digunakan bahan utama pembuatan bom ikan di Perairan Bajoe, Kabupaten Bone. “Semua bahan peledak ini ditemukan di Perairan Bajoe, Kabupaten Bone. Semuanya sudah diracik dan siap untuk diledakkan,” ujar Direktur Ditpolair Polda Sulsel, Kombes Purwoko, Kamis, (4/4/2019). Berita terkait : Tujuh nelayan tertangkap menggunakan bom ikan Semua bahan peledak ini disita dari tangan pelaku bernama Rida, 21 tahun, seorang warga Kampung Bajo, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone. Temuan bahan bom ikan itu berdasarkan laporan warga mengenai maraknya pengeboman ikan di wilayah Perairan Bajoe, yang dilanjutkan penyelidikan serta patroli pada malam hingga pagi hari. “Begitu ada laporan mengenai aktivitas pengeboman ikan, langsung kami tindaklanjuti dan menerjunkan anggota unit Intel Polairud. Begitu sudah ada petunjuk, kapal patroli mulai mengerucutkan penyisirannya,” kata Purwoko menjelaskan. Baca juga : Pengebom ikan masuk kategori teroris Menurut dia, beberapa kapal nelayan diperiksa, termasuk kapal yang dikemudikan oleh Rida dan ditemukan puluhan botol dan jerigen paket bom ikan. Dari tangan pelaku ditemukan sejumlah barang bukti berupa 34 botol bom berisi amonium nitrat, 18 jerigen berukuran 1 liter, 7 buah jerigen berukuran 2 liter, 3 jerigen berukuran 5 liter yang semuanya berisi amonium nitrat. Selain itu, juga disita satu unit perahu nelayan, satu unit kompresor, satu rol selang, tiga kacamata selam, dua pasang sepatu bebek, tiga buah regulator, satu buah GPS serta dua bungkus plastik berisikan bahan peledak Trinitrotoluena (TNT). (*) Editor : Edi Faisol
Dinas Perikanan dorong nelayan bentuk koperasi simpan pinjam
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Dinas Perikanan Kota Jayapura mendorong nelayan setempat untuk membentuk koperasi simpan pinjam khusus bagi nelayan. Dengan koperasi simpan pinjam, nelayan bisa menyisihkan keuntungan yang berlebih, dan selalu bisa mendapatkan pinjaman modal operasional ataupun pinjaman lunak saat paceklik. Kepala Dinas Perikanan Kota Jayapura, Elsye Rumbekwan menyatakan pihaknya siap memfasilitasi kelompok nelayan yang ingin membangun koperasi simpan pinjam khusus bagi nelayan di Kota Jayapura. “Kami akan memfasilitasi, akan tetapi, para nelayan sendiri yang harus membentuk koperasi mereka,” kata Rumbekwan di Jayapura, Selasa (2/4/2019). Dinas Perikanan Kota Jayapura memperkirakan terdapat sekitar 2.000 nelayan di Kota Jayapura, dan jumlah nelayan akan terus bertambah. Pembentukan koperasi simpan pinjam bagi nelayan menjadi penting, untuk mengantisipasi masa paceklik ketika tangkapan ikan nelayan menurun. Menurut Rumbekwan pendapatan nelayan tangkap berubah dari waktu ke waktu, dipengaruhi faktor cuaca misalnya, yang tidak dapat dikendalikan atau diprediksi secara pasti. Selain itu, kebanyakan nelayan tangkap di Kota Jayapura tidak memiliki mata pencaharian selain melaut. “Tidak banyak nelayan yang punya profesi lain. Sehingga, jika cuaca kurang bersahabat, mereka hanya akan menghabiskan waktu di rumah, sedangkan kebutuhan sehari-hari tetap harus dipenuhi,” ungkapnya. Dengan membangun koperasi, nelayan tangkap bisa menyisihkan sebagian pendapatannya jika hasil tangkapan bagus dan banyak. “Jadi, nelayan memiliki simpanan yang di koperasi. Misalnya, dengan simpanan pokok Rp50 ribu, dan simpanan wajib Rp10 ribu tiap bulan. Simpanan itu bisa diambil bila sewaktu-waktu saat nelayan membutuhkan modal,” tuturnya. Dinas Perikanan mulai menawarkan gagasan pembentukan koperasi simpan pinjam nelayan itu di kalangan para nelayan tangkap. “Yang sekarang kami ajak ini untuk membentuk koperasi adalah para nelayan tangkap. Kalau ini berhasil, tentu saja kami akan mendorong para nelayan budidaya ikut membangun koperasi simpan pinjam sendiri,” kata Rumbekwan. Salah satu nelayan di Kampung Nelayan Hamadi, Oget mengatakan koperasi nelayan akan sangat membantu para nelayan mengelola keuangan mereka. “Sangat bagus, tapi harus dikelola orang yang benar-benar paham dan dapat dipercaya, sehingga uang tidak dibawa lari. Saya kalau tidak melaut menjadi tukang ojek untuk kebutuhan ekonomi,” jelasnya. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Kehabisan BBM, Dua nelayan terombang-ambing di Teluk Saireri
Papua No. 1 News Portal | Jubi Manokwari, Jubi – Kecelakaan laut menimpa dua nelayan asal Distrik Oransbari, Kabupaten Manokwari Selatan yang berlayar dari Pulau Numfor menuju Oransbari sejak tanggal 25 Maret 2019. Hilangnya dua nelayan ini dilaporkan pihak keluarga kepada Basarnas Manokwari. Proses pencarian sempat dilakukan namun tak menemukan hasil. Korban baru berhasil ditemukan Senin (1/4/2019) pagi tadi sekira pukul 08.00 WP oleh Brigpol Andreo Kamusi salah seorang anggota Polisi di Polres Waropen yang hendak memancing di perairan teluk Saireri menggunakan perahu mesin. Satu korban ditemukan selamat, dan satu lainnya meninggal dunia. “Satu Anggota kami di Polres Waropen yang hendak memancing, di Teluk Saireri tepatnya di antara Pulau Nau dan Pulau Yapen, saat itu dia melihat ada sebuah perahu fiber yg terombang-ambing kemudian ada orang yang meminta pertolongan kemudian di dekati dan ternyata ditemui seorang anak laki-laki (korban) atas nama Edy Rumbarar,” kata Alex Oraile Kasat Reskrim Polres Waropen. Dari hasil pemeriksaan, korban selamat menceritakan bahwa dia berangkat bersama kerabatnya dari dari Pulau Numfor, Kabupaten Biak Numfor pada hari Senin, 25 Maret 2019 sekira pukul 05.00 WP dengan tujuan Distrik Oransbari Kabupaten Manokwari Selatan. Namun dalam pelayaran, kedua korban kehabisan bahan bakar sehingga mereka terombang ambing hingga hari ke lima. Korban Abner Invandi meninggal dunia karena kelaparan dan haus. Saat ini korban diperiksa kesehatannya di Rumah Sakit Waropen. Selama lima hari, korban bertahan hidup hanya dengan makan satu buah kelapa yang hanyut. Kepala Basarnas Manokwari, George M Randang mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan kasat reskrim Polres Waropen. Diketahui bahwa tiga hari setelah kejadian, keluarga korban sudah melaporkan ke basarnas Manokwari dan pihaknya bersama anggota Polair Manokwari, langsung melakukan penyisiran di sekitar perairan Oransbari hingga mendekat pulau Numfor, namun hingga hari kelima pencarian tidak ditemukan. (*) Editor : Edho Sinaga
Produksi perikanan tangkap di Kota Jayapura naik drastis
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Setiap tahun, jumlah produksi perikanan tangkap di Kota Jayapura, Papua meningkat signifikan. Peningkatan jumlah produksi perikanan tangkap itu disebabkan moratorium penangkapan ikan oleh kapal asing dan pelarangan bongkar muat ikan di tengah laut. Data Dinas Perikanan Kota Jayapura menunjukkan sejak 2014 produksi ikan tangkap nelayan di Jayapura selalu melampaui target dan terus volumenya terus bertambah. Pada tahun 2014, produksi perikanan tangkap mencapai 22.916,63 ton, atau 20,06 persen di atas target yang ditetapkan 18.318,9 ton. Trend yang sama berulang pada 2015 dan 2016, di mana tangkapan ikan nelayan di Jayapura mencapai 24.442 ton (13,74 persen di atas target produksi 21.083,28 ton) dan 45.661,5 ton (46,95 persen di atas target produksi 24.222,77 ton). Kenaikan kembali terjadi pada 2017 dan 2018, dimana produksi perikanan tangkap mencapai 49.093,81 ton (naik 50,13 persen dari target produksi 32.700,74 ton) dan 50.913,14 ton (naik 15,33 persen dari target produksi 44.146 ton). Kepala Dinas Perikanan Kota Jayapura, Elsye Rumbekwan menyatakan tumbuhan produksi perikanan tangkap nelayan Kota Jayapura itu disebabkan kebijakan moratorium izin kapal eks asing. “(Selain) kebijakan moratorium izin kapal eks asing, kenaikan produksi disebabkan pelarangan bongkar muat ikan di tengah laut, adanya bantuan hibah sarana dan prasarana tangkap yang diberikan kepada nelayan pada 2018 atau tahun-tahun sebelumnya,” kata Rumbekwan di Jayapura, Senin (1/4/19). Menurut Rumbekwan, adanya kebijakan moratorium izin kapal eks asing hingga pelarangan bongkar muat ikan di tengah laut membuat stok ikan di Wilayah penangkapan 717 wilayah Samudera Pasifik dan Teluk Cenderawasih melimpah. Nelayan kini semakin mudah menangkap ikan dengan harapan mampu meningkatkan produksi perikanan tangkap. “Dengan meningkatkan produksi ikan menandakan sumber daya masyarakat semakin kompetitif, keuangan dan perekonomian semakin membaik,” jelasnya. Pengepul ikan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Hamadi, Pak Kumis mengatakan, satu kapal dalam mencari ikan di laut dapat membawa ikan sebanyak 20 ton. Namun, sejak cuaca buruk dari Januari-Maret 2019 tangkapan nelayan menurun. Satu kapan hanya bisa membawa 5 ton ikan tuna dan cakalang. “Kalau angin laut, ikan naik ke darat. Kalau angin darat ikan ke laut. Sekarang angin laut. Itu yang bikin harga ikan mahal dan murah dan juga tergantung dari nelayan, kalau sudah cuaca buruk nelayan tidak melaut sehingga ikan kurang,” jelasnya. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Nelayan Nabire menggantungkan rezeki pada cuaca
NELAYAN di Nabire mengaku pendapatan mereka tergantung cuaca. Jika cuaca mendukung, tidak berangin dan berombak, pendapatan mereka per bulan bisa melebihi target, dua kali lipat dari modal sekali melaut. Namun jika sedang angin dan ombak, bisa saja merugi. Samsudin, 45 tahun, nelayan Nabire asal Makassar mengatakan, dalam sebulan biasanya ia melaut empat kali. Sekali melaut menghabiskan waktu dua hingga empat hari. Modal sekali melaut bisa Rp3 juta atau sebulan sekitar Rp12 juta. Modal tersebut untuk bahan bakar minyak, membeli es batu, persediaan makanan, dan rokok. “Jika cuaca bersahabat saya bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp4 juta sampai Rp5 juta, itu tergantung cuaca, kalau cuaca tidak bersahabat bisa juga rugi, karena kami terpaksa kembali berlabuh menunggu cuaca baik,” katanya kepada Jubi, Senin, 18 Maret 2019. Jika penghasilan bagus, setelah menyisihkan modal, ia membagi keuntungan dengan dua anak buahnya. Samsudin menjadi nelayan sejak 1991. Kala itu ia hanya memiliki jaring. Berkat menabung, kini dia sudah memiliki sebuah Jolor (perahu kayu). Ia melengkapi jolor-nya dengan 10 unit kotak pendingin (cool box) dan perlengkapan lainnya. “Sepuluh cool box itu belum tentu semuanya terisi dengan hasil tangkapan,” katanya. Hasil tangkapannya adalah ikan somasi dan ikan sembilan. Untuk ikan sembilan ia menjual Rp1,2 juta per cool box. Sedangkan ikan somasi Rp80 ribu per ekor. ”Saya hanya mencari, hasilnya dijual ke penadah, pemborong ikan, mereka yang menjual ke pasar,” ujarnya. Samsudin mengaku pendapatannya sebagai nelayan sehari-hari digunakan membiayai membiayai keluarganya, istri dan dua anak. Terkadang keluarganya mengeluh jika ia kembali dari melaut tidak mendapatkan hasil. “Tapi bagi saya itulah rezeki, banyak sedikit perlu disyukuri, jadi kendala kami nelayan hanya tergantung cuaca dan rezeki saja,” katanya. Nelayan lain, Daeng Tarang memiliki bagan dengan delapan karyawan di Kwatisore, Nabire. Hasil tangkapannya biasanya cakalang, mumar, dan kombong. Ia mengaku dalam sebulan dua kali melaut. Modal sekali melaut Rp5 juta atau sebulan Rp10 juta. “Untung-rugi tergantung cuaca, kalau hasil bagus saya akan keluarkan modalnya dan sisanya dibagi sembilan,” katanya. Dia menjual hasil tangkapannya per cool box Rp1,2 juta. Jika cuaca bagus penghasilanya bisa Rp10 juta sekali melaut. “Namun jika cuaca tidak bersabahat, modal pun bisa tidak kembali,” katanya. Daeng Tarang mengaku sangat mencintai profesinya dan enggan baning stir ke pekerjaan lain, meskipun terkadang dalam sebulan belum tentu rutin dua kali melaut. “Walau kadang tidak ada hasil dan sebulan hanya turun sekali karena lebih banyak istirahal karena faktor cuaca, tapi saya sudah nyaman dan tidak mau cari kerjaan lain,” katanya. Salah satu alasannya karena di Nabire hampir semua jenis ikan tangkapan pasti habis terjual. Langganannya selalu mencari ikan jenis apa saja. Nelayan lainnya, Jumadi, mengaku setahunya pendapatan per bulan semua nelayan umumnya sama. Ia memilih menangkap ikan mujair di muara Sungai Wapoga. “Kalau sekali keluar hampir sama dengan teman lain, Rp4,5 juta untuk bahan makanan dan perlengkapan lainnya,” katanya. Pendapatannya juga tergantung cuaca. Jika sungai sedang banjir ia tidak bisa menjaring di muara Wapoga. “Kadang dari sini cuaca bagus, tapi sampai di sana cuaca berubah, hujan dan banjir, akibatnya kami tidak bisa mencari ikan,” ujarnya. Jumadi mengatakan, saat ini kendala yang dihadapi nelayan di muara Wapoga adalah penduduk setempat melarang mereka menangkap ikan. Pelarangan, menurut Jumadi, karena penduduk setempat cemburu karena tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, terutama dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Bantuan tersebut mereka nilai tidak merata dan tidak tepat saran. “Penduduk di sana marah karena katanya ada pengusaha, pemilik motor nelayan yang menerima bantuan viber dan mesin jonson, padahal dia pemilik modal,” katanya. Karena itu ia menyarankan agar pemerintah memperhatikan nelayan lokal. Pemerintah harus melakukan survei lapangan sehingga bantuan yang diberikan tidak salah sasaran. Menurutnya jika nelayan lokal hanya diberikan mata kail, nilon, dan alat pancing, mereka tidak akan bisa menggunakannya untuk melaut. “Saya kadang kasihan sama penduduk lokal, jadi pantas saja mereka cemburu, imbasnya kami beberapa orang tidak bisa mencari ikan, sebab mereka larang, jadi saya harap pemerintah lebih memperhatikan nelayan lokal dengan peralatan yang lengkap daripada memberikan bantuan kepada kami yang sedikit punya modal,” katanya. Ketiga nelayan tersebut mengaku, walaupun sudah mendapatkan kartu nelayan namun mereka belum mendapatkan bantuan dari dinas terkait seperti yang diterima nelayan lain. (*) Editor : Syofiardi
1100 nelayan di Kota Jayapura sudah memegang kartu Kusuka
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Kepala Dinas Perikanan Kota Jayapura, Elsye Rumbekwan mengatakan pihaknya telah mendistribusikan kartu Kusuka bagi 1.100 orang nelayan di Kota Jayapura, Papua. Selain menjadi kartu identitas, kartu Kusuka itu juga menjadi bukti kepesertaaan asuransi kecelakaan saat melaut. Rumbekwan menyatakan total jumlah nelayan di Kota Jayapura mencapai 2.000 orang, dan sejumlah 1.100 orang diantaranya telah memegang kartu Kusuka. “Kartu Kusuka itu bisa didapatkan setelah nelayan membayar premi asuransi Rp175 ribu melalui bank. Itu asuransi khusus bagi nelayan,” kata Rumbekwan di Jayapura, Jumat (15/3/2019). Menurutnya, penerbitan kartu Kusuka sebagai identitas dan bukti kepesertaan asuransi nelayan itu merupakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Kami melakukan sosialisasi pentingnya asuransi, terutama bagi nelayan yang mencari ikan di perairan sejauh lebih dari 50 mil dari darat. Nelayan ternyata sangat antusias untuk mengurus asuransi nelayan,” ujarnya. Rumbekwan menjelaskan, selain memiliki manfaat perlindungan asuransi jiwa, kartu Kusuka juga memberikan perlindungan asuransi terhadap peralatan kerja seperti mesin kapal, ataupun biaya pendidikan anak nelayan. Nelayan yang ingin mendapatkan kartu Kusuka harus mendaftarkan diri kepada Dinas Perikanan Kota Jayapura. “Data seluruh nelayan yang sudah melapor kami kirimkan ke Kementerianuntuk diverifikasi dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Jika data pekerjaan yang tertera di KTP bukan nelayan, data pendaftar otomatis tidak dapat dimasukkan dalam sistem peserta Kusuka. Jadi, kami mengimbau nelayan yang ingin mendaftar untuk mendapatkan kartu Kusuka memperbaiki data kependudukannya dulu,” kata Rumbekwan. Karena akan menjadi bukti kepesertaan asuransi, para pemohon kartu Kusuka juga diwajibkan mencantumkan data ahli waris. Rumbekwan meminta nelayan yang belum mendaftarkan pernikahannya di Kantor Catatan Sipil untuk terlebih dahulu mendaftarkan pernikahannya sebelum mengajukan permohonan kartu Kusuka. Salah satu nelayan di Kampung Nelayan Hamadi, Marani mengaku tidak tahu keberadaan program kartu Kusuka itu. Akan tetapi, ia menyambut baik program itu. “Saya baru dengar. Setelah ini saya langsung urus karena ini sangar penting terutama bagi nelayan yang melaut jauh. Harapan saya pemerintah gencar memberikan sosialisasi agar semua nelayan mendapatkan kartu Kusuka,” jelasnya. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Seorang nelayan Sarmi hilang saat melaut
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Seorang nelayan hilang saat mencari ikan di perairan Kampung Ormo, Kabupaten Sarmi, Papua, Selasa (12/3/2019). Nelayan bernama Daniel Rawar itu dilaporkan hilang karena tak kunjung pulang setelah mesin perahu motornya mati di tengah lautan. Hilangnya Rawar itu dilaporkan oleh istrinya, Natalia Ware, kepada Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Sarmi pada Selasa. Ware melaporkan suaminya sempat menelepon pada Selasa, mengabarkan kalau mesin perahu motornya mati di tengah laut. Tim gabungan Pencarian dan Pertolongan (SAR) Sarmi melakukan pencarian pada Rabu (13/3/2019). “Pencaharian itu melibatkan seluruh unsur SAR, termasuk masyarakat dan keluarga korban,” kata Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Jayapura Putu Arga Sujawadi kepada Antara. Berdasarkan perkiraan posisi terakhir yang dilaporkan Ware, tim gabungan Pencarian dan Pertolongan (SAR) Sarmi melakukan pencarian di sekitar koordinat 1 derajat 48 menit 41,64 detik Lintang Selatan dan 138 derajat 54 menit 20,22 detik Bujur Timur. Lokasi itu bisa dicapai dari Sarmi dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Belum diperoleh perkembangan atas pencarian itu. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Pasokan melimpah, harga ikan di TPI Hamadi anjlok
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Gelombang tinggi dan angin kencang di sejumlah perairan Papua menyebabkan harga jual ikan segar di Tempat Pendaratan Ikan Hamadi, Kota Jayapura, Papua, tidak menentu. Di tengah musim harga ikan yang naik tinggi, harga ikan tangkapan nelayan pada Jumat (8/3/2019) anjlok di Hamadi karena pasokan yang berlimpah. Ikan cakalang dan ikan ekor kuning termasuk jenis ikan yang harganya berubah drastis nyaris setiap hari. Dari pantauan Jubi di TPI Hamadi pada Jumat, harga ikan ekor kuning rata-rata berkisar Rp70 ribu per ekor. Padahal sehari sebelumnya harga rata-rata ikan ekor kuning Rp120 ribu per ekor. Harga ikan cakalang pada Jumat hanya berkisar Rp20 ribu per ekor ukuran sedang. Pada Kamis, ikan cakalang berukuran sama dijual dengan harga Rp70 ribu per ekor. Pedagang pengepul ikan cakalang dan ikan tuna di TPI Hamadi, Pak Kumis mengatakan, harga ikan di TPI Hamadi bergantung volume tangkapan nelayan. “Hari Jumat ini memang murah, karena harga kulakan dari nelayan turun. Satu ekor ikan cakalang ukuran sedang pada Jumat dilepas nelayan dengan harga Rp15 ribu, dan kami jual Rp 20 ribu per ekor kepada pedagang eceran. Kamis kemarin, ikan cakalang berukuran sama dilepas nelayan dengan harga Rp35 ribu, dan kami jual ke pedagang eceran dengan harga Rp 40ribu per ekor,” kata Kumis mencontohkan. Aya, pedagang ikan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Hamadi, menyebut sejak cuaca buruk di lautan terjadi selama dua bulan terakhir, harga ikan menjadi tidak menentu. Aya menuturkan pedagang eceran ikan akan mengikuti pergerakan harga kulakan dari para pedagang pengepul ikan seperti Pak Kumis. “Kalau ikan kurang tergantung dari pedagang pengepul, karena mereka yang menentukan harga kulakan bagi pedagang eceran seperti saya. Harga selalu berubah karena harga kulakan dari tiap pengepul berbeda-beda dan terus berubah. Kalau angin laut, ikan banyak ke perairan dangkal dekat daratan. Kalau angin darat, ikan cenderung banyak di perairan dalam yang jauh. (Jarak penangkapan ikan) itu yang bikin harga ikan mahal dan murah. Kalau cuaca buruk (dan nelayan) tidak melaut, (tangkapan) ikan berkurang,” tutur Aya di TPI Hamadi, Jumat (8/3/2019). Meskipun berubah drastis setiap hari, Aya menuturkan fluktuasi harga ikan di TPI Hamadi tidak berpengaruh terhadap jumlah pembeli. Pembeli tetap ramai bahkan pada masa harga ikan membumbung tinggi. Jumlah pembeli juga akan berlipat pada akhir pekan dan awal bulan. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
HNSI Papua Barat dikukuhkan, harapan baru nelayan asli Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Manokwari, Jubi – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) wilayah Papua Barat hari ini resmi dikukuhkan oleh ketua umum HNSI pusat, Yusuf Solihin. Pengukukan yang diawali dengan musyawarah daerah (musda) tersebut, menghadirkan sekitar 500 nelayan di kota Manokwari yang berlangsung di swiss bel Hotel Manokwari, Selasa (12/2/2019). Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HSNI Papua Barat, Ferry Auparai mengatakan, laut dan sumberdaya akuatik di Papua Barat sangat melimpah, tapi kehidupan nelayan masih sangat tertinggal dibawah harapan sejahtera dalam setiap program Pemerintah. Kehadiran DPD HNSI Papua Barat menurutnya, tentu menjadi wadah untuk memberikan perlindungan dan memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih dari masa lalu dengan teknologi dan pengetahuan cara tangkap dan peralatan yang modern. “Laut kami luas dan sangat kaya. Tapi kenapa masih banyak nelayan yang miskin? Itu artinya masih ada bagian yang belum disentuh oleh pemerintah. Bagian itulah yang akan diakomodir dalam wadah HNSI sehingga harapan sejahtera bagi nelayan bisa tercapai nyata, bukan janji,” ujar Auparai. Dia mengatakan, bahwa DPD HNSI Papua Barat siap mengirim 30 nelayan perwakilan kabupaten/kota di Papua Barat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di Jawa Barat. 30 nelayan tersebut, akan dilatih cara menggunakan alat tangkap modern dan mereka kemudian akan dilibatkan sebagai mentor untuk memberikan pembinaan lanjutan kepada nelayan di kabupaten/kota. “DPD HNSI siap komunikasikan hal ini dengan Pemerintah, DPR dan lembaga-lembaga terkait lain agar nelayan Papua Barat bisa mendapat satu harapan ke depan yang lebih baik dari masa lalu,” ujarnya. Ketua umum HNSI, Yusuf Solihin mengatakan DPD HNSI Papua Barat segera melakukan pendataan dan konsolidasi ke tingkat daerah untuk penguatan basis nelayan melalui wadah HNSI di kabupaten/kota,kemudian menyiapkan program kerja secepatnya. “Saya pesan, program kerja jangan terlalu banyak untuk awal, cukup dua saja yaitu perlindungan dan kesejahteraan,” ujar Solihin setelah melantik DPD HNSI Papua Barat yang dinahkodai oleh Ferry Auparai. (*) Editor : Edho Sinaga
Jembatan baru bawa berkah bagi warga di Kampung Nelayan
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Jembatan yang baru rampung di Kampung Nelayan Hamadi, Distrik Jayapura Selatan membawa berkah bagi warga yang bermukim dilokasi tersebut. Selain menjadi destinasi wisata baru, kawasan jembatan juga mampu mendatangkan pemasukan bagi warga yang berjualan di sekitar areal jembatan. Salah satunya, Sem Sibetaeng yang memanfaatkan pinggir jembatan yang hanya berjarak dua meter dengan rumahnya untuk berjualan pinang, makanan dan minuman. Ia mengaku bisa mengantongi Rp500 ribu dari berjualan di musim liburan. “Kalau Sabtu dan Minggu dapat Rp500 ribu karena libur kantor makanya orang banyak datang, kalau hari Senin sampai Jumat minimal Rp300 ribu,” tuturnya saat ditemui dilapaknya, Selasa (12/2/19). Tak hanya Sem, hal yang sama dirasakan Olivina Samber. Olivia yang sebelumnya berjualan sagu kelapa di Pasar Hamadi mengaku mendapat sumber penghasilan baru setelah Kampung Nelayan Hamadi menjadi objek wisata. “Lumayan laku mas. Saya jual pinang, kerupuk dan air jeruk. Kalau rame bisa dapat rata-rata Rp400 ribu kalau Senin sampai Jumat, kalau Santu sampai Minggu bisa dapat Rp700 ribu,” ungkapnya. Menurut Samber, para pedagang hanya diperbolehkan berjualan di luar area jembatan dengan tujuan menjaga kawasan wisata Kampung Nelayan Hamadi. “Adanya jembatan ini sangat bagus sehingga banyak orang yang datang berkunjung. Itu juga menjagi berkah bagi kami,” imbuhnya. (*) Editor : Edho Sinaga