Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Sebuah penelitian menunjukkan sebanyak 50 persen warga Fiji menyatakan takut terhadap kemungkinan efek samping suntikan vaksin COVID-19. Rasa takut itu menjadi alasan mereka untuk menolak mengikuti vaksinasi COVID-19 lanjutan.
Pada 1 September 2021, sebanyak 560.940 orang dewasa di Fiji telah menerima vaksin dosis pertama dan 278.131 sudah mendapat suntikan kedua. Kementerian Kesehatan Fiji mengatakan ini berarti bahwa sebanyak 96 persen dari target penduduk telah menerima setidaknya dosis pertama dan 48,4 persen penduduknya sudah divaksinasi lengkap (dosis 1 dan 2) secara nasional.
Penelitian itu dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat bernama Dialogue Fiji. Penelitian itu melibatkan 1.047 responden, dan dilakukan sejak 25 Juni hingga 10 Juli 2021. Sebanyak 53,9 persen responden penelitian itu percaya bahwa vaksin Covid-19 “sangat aman”.
Baca juga: Perdagangan dan transportasi jadi agenda utama KTT Pemimpin Mikronesia 2021
Survei tentang ‘Determinants of Covid-19 Vaccines Hesitancy in Fiji’ atau penentu keraguan vaksinasi Covid-19 di Fiji itu menyatakan bahwa kepercayaan publik terhadap efektivitas vaksin untuk mencegah infeksi dapat dipengaruhi oleh risiko yang dirasakan terkait dengan vaksinasi.
“Dari 1.047 responden, hanya 53,9 persen yang menyatakan vaksin ‘sangat aman’. Sementara 19,4 persen melaporkan vaksin ‘sedikit aman’ hingga ‘tidak aman sama sekali’,” kata Dialogue Fiji, sebagaimana dilansir Radio New Zealand pada Sabtu (4/9/2021).
“Ini juga tercermin dalam kelompok yang ragu-ragu, di mana 50 persen melaporkan ketakutan akan efek samping vaksin sebagai alasan penolakan mereka. Penyebab lainnya antara lain vaksin yang tidak aman [sebanyak 36 persen], vaksin yang memiliki chip logam dan terhubung ke 5G atau bersifat magnetis [sebanyak 17 persen], dan alasan agama [sebanyak 10 persen],” demikian penelitian Dialogue Fiji.
Baca juga: Kepulauan Salomon lakukan simulasi lockdown
Dialogue Fiji juga menyatakan bahwa secara demografis, tidak ada perbedaan persepsi yang dapat diamati antara kedua jenis kelamin: 47,3 persen laki-laki versus 49,8 persen perempuan atau dua kelompok etnis utama (44,3 persen iTaukei atau penduduk asli versus 43,6 persen Fiji keturunan India).
Studi tersebut juga menemukan bahwa 76,8 persen telah melaporkan niat mereka untuk divaksinasi, 13,1 persen ragu-ragu, sementara 10,1 persen belum memutuskan. “Sebagian besar dari Divisi Tengah [setara 50,1 persen], Barat [setara 36,6 persen], Utara [setara 8,2 persen] dan Timur [5,2 persen].”
Faktor persepsi vaksin
Survei itu juga menemukan bahwa perempuan Fiji keturunan India, dan yang berkeyakinan agama Islam lebih cenderung setuju untuk divaksinasi COVID-19. Menurut hasil survei, perempuan memiliki penerimaan vaksin yang lebih tinggi (74,9 persen) dibandingkan dengan laki-laki.
“Di antara kelompok etnis utama di Fiji, tingkat penerimaan vaksin Covid-19 paling tinggi di antara orang Indo-Fiji (84,1 persen), Rotuman (69,4 persen) dan iTaukei (52 persen).”
Penelitian itu juga menemukan, unsur agama juga merupakan penentu yang signifikan dari penerimaan vaksin. “Mereka yang menganut [agama] Islam (88,6 persen) dan Hindu (83,4 persen) lebih mungkin divaksinasi dibandingkan dengan penduduk yang beragama Kristen, yang paling ragu-ragu terhadap vaksin (14,8 persen) dan memiliki tingkat penerimaan terendah (59,2 persen). Menurut Kant et al., ada kepercayaan di Fiji bahwa iman memainkan peran penting dalam mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan dan tidak akan ada kebutuhan akan vaksin.”
Baca juga: 30 Agustus, Bougainville peringati dua dekade Perjanjian Damai Bougainville
Penelitian tersebut menyatakan bahwa influencer Kristen, termasuk pemimpin agama, membagikan teori konspirasi terkait vaksin melalui platform media sosial seperti Facebook, TikTok, Instagram, dan YouTube. Mereka mengaitkan vaksin COVID-19 dengan ramuan setan dan ‘tanda binatang’, “sebuah eksposisi yang masuk akal tentang tingkat penerimaan yang rendah di antara mereka yang mengikuti agama Kristen.”
Pihak otoritas Fiji melaporkan setidaknya terdapat 253 kasus baru dan tiga kematian pada hari Jumat, 3 September 2021. Itu dibandingkan dengan 250 kasus dan satu kematian yang dilaporkan sehari sebelumnya, yakni Kamis, 2 September 2021.
Sekarang, Sabtu (4/9/2021), setidaknya tercatata sudah ada 16.352 kasus aktif dalam isolasi dengan jumlah kematian 508 kasus. Dari jumlah itu, 505 kasus di antaranya dari wabah terbaru atau delta yang dimulai pada April. (RNZ Pasifik)
Editor: Aryo Wisanggeni G