Studi: kehidupan terancam, level oksigen jatuh 2% dalam 50 tahun

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,

Jayapura, Jubi,  Perubahan iklim tak saja meluas melampaui ancaman mencairnya kutub es di utara namun juga membahayakan kehidupan laut.

Studi baru yang dipublikasikan di jurnal Nature mengungkapkan, Rabu (15/2) bahwa kandungan oksigen di seluruh samudera menurun lebih dari 2% antara tahun 1960-2010.

Para ilmuwan telah lama memberi peringatan akan potensi mematikan dampak penurunan level oksigen ini pada kehidupan ekosistem perairan, dan berakibat fatal pada manusia dan bakteri.  

“Oksigen yang hilang sedikit saja dari perairan laut dapat mengubah total ekosistem di sana, mentransformasinya menjadi sesuatu yang sama sekali tidak kita inginkan,” kata David Baker, Asisten Profesin di Swire Institute of Marine Sciences Universitas Hong Kong.

Oksigen di samudera dunia tidak terdistribusi merata, dan kejatuhan 2% ini mewakili rata-rata dari seluruh samudera di dunia.

Di beberapa bagian dunia, telah terjadi penurunan level oksigen yang lebih tajam selama lima dekade terakhir.

Pasifik Utara adalah kawasan dimana volume oksigen jatuh paling banyak. Sementara prosentase terbesar kejatuhan itu ada di Samudera Arctic.

“Hilangnya oksigen di samudera dapat memiliki konsekuensi besar karena distribusinya tidak merata. Bagi para nelayan dan ekonomi pesisir proses ini akan memberi dampak sangat merugikan,” tulis Lothar Stramma.

Studi ini dilakukan oleh GEOMAR Helmholtz Centre for Ocean Research di Kiel, Jerman, dengan tiga orang peneliti Sunke Schmidtko, Lothar Stramma dan Martin Visbeck yang kumpulkan data sejak tahun 1960.

Menggunakan informasi terkait oksigen, suhudan faktor-faktor lain terkait perairan di dunia, mereka memetakannya diseluruh dunia dan memperkirakan berapa oksigen yang telah hilang.

“Kami dapat mendokumentasikan distribusi oksigen itu, yang ternyata mengalami perubahan diseluruh samudera untuk pertama kalinya. Jumlah ini adalah syarat penting memperbaiki perkiraan kita atas samudera di masa yang akan datang,” tulis Schmidtko.

Perubahan iklim

Penipisan oksigen samudera ini disebabkan sebagian besar oleh perubahan iklim. Satu faktor pendorong utamanya adalah meningkatnya suhu bumi.

Samudera yang menghangat akan kesulitan menahan oksigen. Namun ini hanya menyumbang 15% dari penipisan oksigen tersebut.

Penyebab lainnya adalah samudera menjadi semakin berlapis-lapis karena perubahan suhu di Arctic, serta menurunnya es laut. Oksigen masuk ke perairan dari permukaan, namun karena permukaan laut semakin hangat, maka menghalangi masuknya oksigen hingga ke lapisan perairan di bawah.

Studi juga menemukan pengurangan es laut ini pertumbuhan plankton yang lebih cepat, dengan demikian juga membuat lebih banyak dekomposisi plankton. Dekomposisi ini mengurangi oksigen semakin besar.

Ini lah yang disebut “zona mati”, yaitu areal dengan oksigen sangat rendah di dalam perairan dalam samudera. Dan menurut studi, jumlah ‘zona mati’ ini juga bertambah banyak di perairan.

Ikan-ikan tidak bisa hidup di sana. Dan itu merupakan ancaman bagi ekosistem dan ekonomi.

Tetapi, kembali itu bukan satu-satunya ancaman. Karena area itu dapat memroduksi gas rumah kaca yang disebut Nitrous Oksida, “pasangan jahat karbon dioksida,” kata Baker.

Niktrous Oksida ini ampuh. Ia dapat bertahan dalam atmosfer sangat lama dan berkontribusi lagi pada pemanasan global. Artinya dampak perubahan iklim pada samudera di dunia saat ini akan kembali membawa pemanasan global lebih besar lagi.

Para penstudi mengakhiri laporan mereka dengan catatan yang pesimis, mereka menyatakan “dampak luar biasa yang tak bisa diramalkan akan menunggu ekosistem laut kita dan perikanan kita  ke depan.”(*)

Related posts

Leave a Reply