Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura pada Senin (3/2/2020) kembali melanjutkan persidangan perkara yang terkait dengan bentrokan antara massa mahasiswa eksodus dan aparat keamanan pada 23 September 2019. Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum menghadirkan saksi yang tidak melihat apa peranan terdakwa dalam bentrokan 23 September itu.
Sidang pada Senin dipimpin hakim ketua Alexander Tetelepta bersama hakim anggota Roberto Naibaho dan Korneles Waroi. Majelis hakim itu memeriksa perkara terdakwa Bedira Tabuni, Alpon Meku, Pailes Yigibalom, Biko Kogoya, dan Tenak Waker.
Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum menghadirkan polisi bernama Muh Afrisal. Afrisal bersaksi pada 23 September 2019 ia berjaga di depan Auditorium Universitas Cenderawasih di Jayapura, saat para mahasiswa eksodus berunjukrasa di sana. Setelah itu, Afrisal juga mengawal pemulangan para mahasiswa eksodus ke Expo Waena di Kota Jayapura.
Menurut Afrisal, dia Expo Waena ia berjaga dalam jarak sekitar 20 meter dari massa mahasiswa eksodus. Afrisal melihat massa melemparkan batu ke arah polisi dan tentara yang berjaga di depan Museum Expo Waena. Akan tetapi, Afrisal tidak melihat dan tidak mengetahui posisi kelima terdakwa dalam bentrokan itu.
“Saya berjarak 20 meter dari masa aksi mahasiswa eksodus di Expo Waena. Saya tidak melihat secara langsung adanya lima orang terdakwa dalam pelemparan terhadap aparat keamanan yang bertugas di Museum Expo Waena,” kata Afrisal saat diperiksa sebagai saksi.
Belakangan, dari percakapan melalui radio komunikasi (HT), Afrisal tahu ada aparat keamanan yang meninggal dunia dan terluka dalam bentrokan itu. “Saya menerima [kabar melalui] HT, [yang mengabarkan] ada korban dari aksi tersebut. Saya langsung mengecek di RS. Bhayangkara. Ada tujuh orang anggota keamanan yang menjadi korban. Sementara itu, untuk [jumlah] korban dari mahasiswa eksodus saya tidak tahu,” kata Afrisal.
Saat menjawab pertanyaan dari penasehat hukum terdakwa, Yustina Haluk, Afrisal menyatakan dirinya memang tidak melihat kelima terdakwa dalam bentrokan itu. Dengan demikian, Afrisal tidak mengetahui apakah benar kelima terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan kepada mereka.
Penasehat hukum terdakwa, Apilus Manufandu, menyatakan kliennya tidak terlibat dalam bentrokan antara massa mahasiswa eksodus dan aparat keamanan itu. Saat bentrokan terjadi, kelima terdakwa berada di tempat yang cukup jauh, dan hanya menyaksikan peristiwa itu. “Para terdakwa tadi sudah menegaskan bahwa mereka tidak tahu tentang aksi anarkis tersebut. Mereka (terdakwa) ini hanya melihat dari jauh,” ujarnya.
Sidang ini itu ditunda hingga 10 Februari 2020 mendatang. Majelis hakim mengagendakan akan melakukan pemeriksaan terdakwa dalam sidang itu.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G