Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pada Senin (20/1/2020), Tim Advokat untuk Orang Asli Papua menghadirkan saksi ahli dalam lanjutan sidang perkara yang terkait dengan peristiwa amuk massa 29 Agustus 2019. Saksi ahli hukum pidana Dr Yohanes Budiman Bakti menyatakan terdakwa yang tidak saling mengenal dan hanya kebetulan bersama-sama berunjukrasa tidak bisa dihukum dengan Pasal 170 KUHP.
Sidang pemeriksaan saksi ahli itu dipimpin hakim ketua Maria Magdalena Sitanggang bersama dua hakim anggota, Muliyawan dan Abdul Gafur Bungin. Kesaksian kedua saksi ahli itu disampaikan dalam pembelaan perkara terdakwa Dorti Kawena, Yali Loho, Pandra Wenda, Yoda Tabuni, Perius Entama, Agustinus Mohi, Ronal Wandik, Mikha Asso, Persiapan Kogoya, Jhony Weya, Yusuf Marthen Moay, Helo Hubi, dan Aris Asso.
Seusai persidangan, advokat Sugeng Teguh Santoso dari Tim Advokat untuk Orang Asli Papua menyatakan kesaksian saksi ahli Dr Yohanes Budiman Bakti menegaskan bahwa 14 kliennya tidak bisa dihukum dengan Pasal 170 KUHP. Saksi ahli menyatakan Pasal 170 KUHP yang mengatur larangan penggunaan kekerasan terhadap orang dan barang dengan tenaga bersama itu hanya dapat dikenakan kepada dua orang atau lebih yang bermufakat atau memiliki kehendak bersama untuk merusak barang atau melakukan kekerasan terhadap orang.
“Mereka (terdakwa) ini tidak saling kenal. Pada saat demo, tidak ada persiapan, tidak ada kehendak bersama, dan siapa yang melakukan juga tidak jelas,” kata Sugeng seusai sidang pemeriksaan saksi ahli, Senin.
Sugeng juga menekankan saksi ahli yang menerangkan bahwa proses penyidikan terhadap para terdakwa yang menjadi kliennya tidak sesuai dengan aturan penyidikan, termasuk aturan internal Polri yang ditetapkan Kapolri. “Keterangan mereka (terdakwa) tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti untuk mempersalahkan mereka (terdakwa), apalagi BAP yang dibuat juga sudah dicabut oleh para terdakwa,” kata Sugeng.
Dalam persidangan, saksi ahli Dr Yohanes Budiman Bakti mengatakan persekongkolan merupakan unsur penting yang harus dibuktikan untuk 14 terdakwa Pasal 170 KUHP bersalah. “Jika pebuatan dilakukan secara persekongkolan dan mereka saling mengenal, dan direncanakan, dengan adanya bukti fisik, dilakukan dalam skala besar, dan mengakibarkan barang rusak, baru bisa dikenakan pasa 170 KUHP,” kata Budiman.
Budiman menegaskan, Pasal 170 KUHP termasuk jenis delik formil yang mementingkan pembuktian terpenuhinya unsur-unsur tidak pidana. Sebagai delik formil, akibat dari perbuatan tidak bisa dijadikan dasar untuk menyatakan seorang terdakwa bersalah.
“Pasal 170 KUHP termasuk [delik] formil [yang] tidak mempersoalkan akibat dari perbuatan. [Unsur yang harus dipenuhi adalah] apabila terdakwa dengan bersama-sama, dengan tenaga yang cukup besar, dan memenuhi unsur barang siapa pada Pasal 170 KUHP,” katanya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G