PH: Kehadiran DPRD Deiyai di PN Nabire adalah sejarah baru

PH: Kehadiran DPRD Deiyai di PN Nabire adalah sejarah baru 1 i Papua
Ketua DPRD Deiyai, Petrus Badokapa berjabat tangan dengan tim penasehat hukum dalam persidangan di PN Nabire, Jumat (14/2/2020). - Jubi/Abeth You
PH: Kehadiran DPRD Deiyai di PN Nabire adalah sejarah baru 2 i Papua
Ketua DPRD Deiyai, Petrus Badokapa berjabat tangan dengan tim penasehat hukum dalam persidangan di PN Nabire, Jumat (14/2/2020). – Jubi/Abeth You

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Nabire, Jubi – Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobai selaku penasehat hukum sembilan terdakwa kasus amuk massa di Kantor Bupati Deiyai pada 28 Agustus 2019 lalu menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Deiyai telah membuat sejarah baru. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Nabire pada Jumat (14/2/2020), Ketua DPRD Deiyai Petrus Badokapa menjadi saksi meringankan bagi tiga terdakwa dalam perkara itu.

Read More

Emanuel Gobai menyatakan kesediaan Petrus Badokapa menjadi saksi meringankan bagi terdakwa Yosias Iyai, Stefanus Pigai, dan Mikael Bukega merupakan sejarah baru dalam dunia peradilan di Papua. Demikian pula dengan kehadiran para anggota DPRD Deiyai di persidangan kasus itu. “Selama saya tangani kasus [di pengadilan], belum pernah ada anggota DPRD yang [beramai-ramai] datang menyaksikan sidang, apalagi bersaksi di persidangan,” ujar Gobai seusai mengikuti sidang Jumat.

Yosias Iyai, Stefanus Pigai, dan Mikael Bukega adalah tiga pengunjukrasa anti rasisme Papua yang dijadikan tersangka perkara amuk massa di Kantor Bupati Deiyai pada 28 Agustus 2019. Dalam kesaksiannya, Petrus Badokapa menyatakan unjukrasa yang memprotes tindakan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya itu berkembang menjadi amuk massa, setelah mobil yang dikendarai aparat keamanan menabrak pengunjukrasa bernama Yustinus Takimai (17) hingga tewas.

Emanuel Gobai sedang memberikan pembelaan hukum bagi puluhan pengunjukrasa anti rasisme Papua yang dijadikan terdakwa amuk massa di beberapa kota berbeda di Papua. Ia juga menjadi penasehat hukum bagi tujuh tahanan politik Papua yang dijadikan terdakwa kasus makar, dan tengah diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan. Selama menjalankan pembelaan itu, ia tidak pernah mendapati wakil rakyat yang menghadiri persidangan dan memberikan dukungan bagi terdakwa.

“[Saat saya melakukan pembelaan terhadap terdakwa] kasus anti rasisme di daerah lain, tidak pernah ada DPRD yang datang bersaksi, atau datang, duduk, dan menonton [sidang]. Tapi DPRD Deiyai cetak sejarah baru. Saya salut, dan [berharap para anggota DPRD Deiyai dapat] menjaga kekompakan itu” ujarnya.

Bukan hanya menjadi saksi di pengadilan, Petrus Badokapa bahkan menyatakan dukungan bagi sembilan terdakwa perkara itu. Badokapa menyatakan jika majelis hakim menghukum sembilan terdakwa itu, majelis hakim harus menghukum 20 anggota DPRD Deiyai. Menurutnya, 20 anggota DPRD Deiyai telah menandatangani surat pernyataan bersama yang menyatakan kesiapan mereka dipenjara bersama para terdakwa.

“Kalau mereka [para terdakwa dijatuhi hukuman] satu bulan [penjara], kami juga [minta dihukum] satu bulan [penjara]. Kalau [sembilan terdakwa itu dihukum] satu tahun [penjara], kami juga sama, satu tahun,” kata Badokapa yang lantas menyerahkan surat pernyataan 20 anggota DPRD Deiyai itu kepada majelis hakim.

Ketua majelis hakim yang memerika perkara terdakwa Yosias Iyai, Stefanus Pigai, dan Mikael Bukega juga mengapresiasi Ketua DPRD Deiyai Petrus Badokapa yang mau menjadi saksi meringankan bagi ketiga terdakwa. Ia juga menyebut kehadiran Badokapa sebagai saksi meringankan bagi para terdakwa merupakan sejarah baru dalam lini masa peradilan di Papua.

“Kami sampaikan terima kasih. Ini sejarah baru,” ucapnya.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply