Papua No.1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Ratusan organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) meminta agar Victor Yeimo dibebaskan tanpa syarat. Yeimo saat ini berstatus sebagai tahanan kejaksaan tetapi dititipkan sementara di tahanan Brimob Polda Papua sambil menunggu proses persidangan.

“Victor Yeimo bukanlah pelaku melainkan korban rasis terstruktur dan masif dari kolonial Indonesia yang  terjadi terhadap orang asli Papua,” kata Juru Bicara Petisi Rakyat Papua, Samuel Awom kepada Jubi di Jayapura, Jumat (13/08/2021).

Awom mengatakan penangkapan Victor Yeimo pada 09 Mei 2021 dengan dalil kasus rasisme 2019 adalah bukti Negara Indonesia kembali menghidupkan isu rasial di kalangan rakyat Papua dan rakyat Indonesia. Peristiwa ini dapat digambarkan bahwa negara Indonesia tidak mempunyai iktikad baik terhadap kemanusian orang Papua.

“Negara masih memandang rendah martabat orang Papua yang secara moral adalah korban rasisme yang terjadi sejak Papua di aneksasi 1962. Rasisme 2019, dan penangkapan Victor Yeimo dan Frans Wasini serta perlakuan tidak manusiawi terhadap seorang difabel di Merauke pada 26 Juli 2021,” ujarnya.

Menurut Awom ketakutan negara terhadap situasi dan kondisi di Papua akan upaya penolakan Otsus Jilid Dua dari rakyat Papua dan juga pelaksanaan PON XX mendorong negara melakukan berbagai macam prakondisi untuk mencegah perlawanan rakyat Papua.

Prakondisi ini, menurut Awom membuat Victor Yeimo ditangkap pada Minggu 09 Mei 2021 oleh polisi dari Satuan Tugas Nemangkawi di Kota Jayapura, Papua. Serta juga pelabelan teroris oleh negara Indonesia terhadap organisasi perjuangan Papua, hingga jaringan Internet di take down di Jayapura dan berbagai macam administrasi yang mempersempit ruang gerak di kalangan rakyat Papua.

“Sedangkan aktor- aktor dibalik peristiwa rasis tersebut masih dipelihara oleh negara hingga sekarang, tanpa ada penyelesaian di hadapan hukum sebagai jalan untuk rasa adil terhadap korban-korban rasisme yang terjadi kepada rakyat Papua,” katanya.

Petisi Rakyat Papua yang terdiri atas 111 organisasi dan 714.066 suara rakyat Papua  juga meminta agar menghentikan eksploitasi isu rasisme terhadap rakyat Papua oleh kelompok elit Papua, menyerukan segala elemen masyarakat terlibat dalam aksi rakyat Papua mendesak pembebasan Victor Yeimo cs tanpa syarat pada 16 Agustus 2021, menyatakan solidaritas kemanusian terhadap diplomat Nigeria, menyerukan persatuan rakyat dunia untuk mengutuk tindakan rasis yang telah dilakukan Indonesia yang semakin masif dan tidak terkontrol serta menyuarakan ketertindasan yang sama yakni Black Lives Matter.

Victor Yeimo saat menjalani pemeriksaan kesehatan – IST

Menolak produk hukum rasis Otsus Jilid 2 yang dipaksa lanjutkan di tanah Papua tanpa melihat aspirasi rakyat Papua dan berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokrasi bagi rakyat Papua,” ujarnya.

Koordinator Litigasi Koalisi penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay mengatakan pada 9 Agustus 2021 dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua sudah mengirimkan Surat Dengan Nomor: 004/SK.KMPH2P/JPR/VII 2021, Perihal Permintaan Pemindahan tahanan dari Rutan Mako Brimob ke Rutan Lapas Abepura yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dan Kejaksaan Negeri Jayapura.

“Akan tetapi hingga saat ini suratnya belum dijawab oleh Kejaksaan Tinggi Papua maupun Kejaksaan Negeri Jayapura,” kata Gobay melalui sambungan telepon kepada Jubi, Jumat (13/09/2021).

Sehingga dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum Victor Yeimo meminta kepada Kejaksaan Tinggi Papua dan Kejaksaan Negeri Jayapura segera menjawab permintaan pemindahan tahanan dari Rutan Mako Brimob ke Rutan Lapas Abepura demi memenuhi hak-hak Victor F. Yeimo.

“Dalam pemberitaan yang kami baca kejaksaan sampaikan akan dipindahkan setelah berkas perkara masuk di pengadilan. Saya pikir pernyatan ini terkesan tidak ingin menjawab surat kami, sebab kalau berkas sudah masuk ke pengadilan itu sudah menjadi tahanan hakim pengadilan. Kita harus mengajukan surat lagi secara terpisah kepada pengadilan karena status tahanan sudah beralih menjadi tahanan pengadilan. Harapannya dijawab pada saat ini karena jaksa yang memiliki kewenangan yang menahan klien kami. Jangan tunggu berkas perkara masuk ke pengadilan,” ujarnya. (*)

Edtor : Victor Mambor