Papua No.1 News Portal | Jubi

Detik-detik terbenamnya matahari di seberang lautan itu menghadirkan gradasi warna nan memesona. Benda-benda di sekitar pantai pun menghasilkan siluet yang dramatis.

PANORAMA sunset selalu menarik untuk dinikmati dan diabadikan melalui kamera. Fenomena alam saat matahari menjelang terbenam di kala senja itu menghadirkan pesona memukau.

Keindahan sunset, antara lain dapat disaksikan di kawasan pantai Kampung Tarfia di Distrik Demta, Kabupaten Jayapura. Jarak tempuh sekitar 2-3 jam dengan mengendarai sepeda motor dari Kota Sentani.

Saya pun berkesempatan menyaksikan eksotika sunset tersebut pada Selasa sore, 14 Juli 2020. Dengan menggunakan sepeda motor, saya bertolak dari rumah sekitar pukul 10.00 Waktu Papua.

Sepeda motor saya pacu dengan kecepatan sedang agar bisa menikmati suasana perjalanan dengan santai. Setelah memasuki dua jam perjalanan, saya berhenti untuk mampir sejenak di Jembatan dua di Kampung Brap, Distrik Genyem.

Jembatan besi yang membentang di atas Kali Biru tersebut selalu menjadi lokasi persinggahan favorit saya setiap ke Tarfia. Saya pun beristirahat sambil mencicipi roti dan sebotol air mineral sebagai bekal di perjalanan.

Untuk mengusir kantuk dan menghilang pegal, saya berjalan-jalan di pinggiran jembatan. Pemandangan di bawah jembatan tersebut cukup mengasyikan. Kali Biru berarus tenang dan jernih. Gerombolan ikan pun terlihat dengan jelas dari atas jembatan.

Sekitar 15 menit kemudian, saya bersiap melanjutkan kembali perjalanan. Sepeda motor tetap saya pacu dengan kecepatan sedang hingga tiba di Tarfia sekitar pukul 13.00 Waktu Papua.

Lukisan senja

Kediaman Frits Taurui menjadi tujuan utama saya setiba di Tarfia. Frits ialah teman dan sekaligus kerabat saya. Dia merupakan saudara ipar dari kakak perempuan saya.

Frits, beserta adik, dan ayahnya menyambut kedatangan saya pada siang itu. Kami pun bersantai di rumah Frits sambil menikmati pinang dan kopi panas.

Sunset di sini sangat bagus. Kalau mau foto (memotret), bisa di mercusuar dan di bibir pantai,” kata Pak Taurui, ayah Frits.

Pak Taurui dengan antusias menceritakan pesona sunset di kampung mereka. Saya pun terkagum-kagum mendengarkannya, tetapi mesti menahan sabar. Matahari masih belum sepenuhnya condong ke barat. Ada sekitar sejam lagi untuk menunggu detik-detik sang surya itu terbenam.

Saya dan Frits baru bergegas saat semburat sinar mentari mulai menguning. Kami pun berjalan menuju bibir pantai, seperti lokasi yang disarankan Pak Taurui.

Setelah mengecek dan mempersiapkan perangkat pemotretan, momentum yang dinanti pun tiba. Matahari terlihat kian dekat dan membesar.

Langit pun merona jingga seiring meredupnya pancaran sang surya. Semakin lama ronanya semakin pekat, sebelum akhirnya perlahan menghitam bersamaan datangnya awal malam.

Detik-detik terbenamnya matahari di seberang lautan itu menghadirkan gradasi warna nan memesona. Benda-benda di sekitar pantai pun menghasilkan siluet yang dramatis. Suasana di pengujung senja itu selaksa lukisan raksasa.

Saya terpukau dan nyaris tidak sanggup mengabadikannya. Tangan selalu bergemetar dan jantung pun berdegup kencang setiap hendak memotret panorama tersebut. Itu persis seperti orang yang baru pertama kali memegang kamera. Butuh penguasaan diri dan konsentrasi penuh agar saya bisa memotretnya dengan pas.

Saya pun puas karena bisa menyaksikan langsung, sekaligus mengabadikan panorama terbenamnya matahari di Kampung Tarfia. Sebuah mahakarya alam yang sepertinya membuat saya menjadi ketagihan untuk menikmatinya.`(*)

 

Editor: Aries Munandar

Leave a Reply