poster kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. – JUBI/IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Oleh: Fientje Jarangga

Anyam Noken Kehidupan (ANK), selain sebagai sebuah pendekatan pemulihan korban, ANK juga digunakan sebagai proses memetakan masalah, solusi, dan harapan. Ketika perempuan korban menggali dan mendalami masalah dan solusi serta harapan salah satu rekomendasi yang dibicarakan adalah tentang konsep Papua Tanah Damai.

Rekomendasi ini, akan memberi kontribusi bagaimana proses “berdialog” dengan cara dan pikiran perempuan Papua.

ANK, disimbolkan dengan tradisi menganyam dimana dimulai dengan mencari dan menemukan narasumber utama, yaitu para perempuan korban yang mengalami diskriminasi, kekerasan, dan pelanggaran HAM.

Jika proses ini dilakukan dengan benar, maka hasilnya akan ada pengetahuan, pengalaman  maupun  wisdom tentang menyintasi kekerasan, merawat kehidupan, menegakkan keadilan, dan membangun perdamaian, dianyam menjadi satu tuturan utuh yang berharga untuk penyelesaian konflik serta rancang bangun keadilan, perdamaian, dan keamanan Papua yang berkelanjutan.

Dalam  menggunakan proses langkah ANK, ada tiga hal yang harus dipastikan;

1.Terpetakannya pengetahuan, pengalaman, dan pendapat perempuan penyintas kekerasan dan pelanggaran HAM tentang keadilan, perdamaian dan keamanan Papua, serta tentang solusi penyelesaian konflik Papua;

2.Terintegrasikannya agenda penghapusan kekerasan dan pemenuhan HAM perempuan penyintas kekerasan dan diskriminasi ke dalam agenda prioritas penyelesaian konflik Papua;

3.Terjaminnya pelibatan penuh yang setara perempuan di tingkat akar rumput, perempuan penyintas, dan perempuan pemimpin lokal dalam proses penyelesaian konflik Papua, serta upaya membangun keadilan, perdamaian, dan keamanan berkelanjutan di Tanah Papua.

Atas upaya kerjasama dalam rekomendasi yang ditulis dalam buku laporan “Stop Sudah! Kekerasan dan Pelanggaran HAM terhadap Perempuan Papua maupun laporan “Anyam Noken Kehidupan” yang ditujukan kepada Pemerintah Nasional di Jakarta adalah jika Pemerintah Pusat komit pada pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan di era mantan Presiden SBY dan 5 tahun pertama Presiden Jokowi, beberapa kali menyatakan secara terbuka komitmennya untuk menyelesaikan masalah Papua dengan hati, namun bentuk konkret berbicara langsung dengan keinginan orang Papua asli tidak pernah direalisasi; yang ada hanya secara seremonial memakai pendekatan kesejahteraan dan membangun komunikasi dengan pihak-pihak yang selama ini tidak jelas keterwakilannya.

Anyam Noken Kehidupan (ANK), sebagai sebuah proses Pemulihan, sebenarnya bisa dikembangkan juga dalam proses-proses berdialog atau “Bicara” antara berbagai pihak baik itu musuh atau lawan.

Upaya dialog damai yang digagas oleh Jaringan Damai Papua (JDP), idealnya bisa jadi media yang dimaksimalkan oleh orang asli Papua untuk konsolidasi permasalahan Papua.

Percakapan yang konstruktif antara Pemerintah Pusat dengan OAP,  maka perlu dipastikan bahwa pertama, penanganan dan pencegahan kekerasan dan pelanggaran HAM termasuk perempuan Papua korban kekerasan dan pelanggaran HAM harus menjadi salah satu agenda utama; kedua, pelibatan OAP secara penuh perlu menjadi sasaran utama dalam menentukan keterwakilan, khusus suara perempuan  Papua korban kekerasan harus menjadi salah satu sumber referensi utama dalam proses-proses “dialog”.

Tiki’ Jaringan HAM Perempuan Papua, bersama mitranya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan melaksanakan inisiaitf ini melalui proses yang dinamai Anyam Noken ini dengan mengedepankan korban sebagai sasaran utama narasumber.

Selama tahun 2011 sampai dengan 2013, pendokumentasian dilakukan delapan kali di lima kabupaten di Papua (Biak, Jayapura, Merauke, Timika, dan Wamena). Fokus pada pemetaan perempuan penyintas kekerasan atas realita kekerasan terhadap perempuan di sektor ekonomi, sosial budaya, hukum dan HAM, lingkungan hidup, hingga politik dan keamanan; usulan solusinya; serta harapan perempuan penyintas kekerasan tentang masa depan Papua yang lebih adil dan damai.

Anyam Noken Kehidupan, dari perspektif perempuan Papua korban kekerasan dan pelanggaran HAM, bahwa jika “dialog” diupayakan sebagai jalan tengah untuk sebuah  proses rekonsiliasi (jujur, adil dan benar), maka kondisi saat ini yang penuh dengan pendekatan keamanan untuk stabiltas negara, seharusnya tidak dibiarkan mengorbankan salah satu pihak saja yang saat ini tengah merajalela bahwa OAP yang berbeda pendapat dengan pemerintah Pusat masih dilihat sebagai “musuh bebuyutan” yang harus dibumi-hanguskan.

Perempuan Papua sebagai penjaga dan penerus kehidupan OAP dalam kampanye anti diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan diakhiri dengan momentum Hari Hak Asasi Manusia Sedunia, 10 Desember 1948 – 2019, menyerukan agar situasi  keamanan harus benar-benar menjamin setiap OAP “bicara” tentang hak hidupnya menurut perempuan korban, maupun perempuan Papua pada umumnya yang berada dalam wilayah konflik Papua. Baca juga: Konteks Papua: manusia Papua bebas dari segala bentuk PENINDASAN, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan kemanan (Membangun Budaya Damai di Papua, SKP Keuskupan Jayapura, Oktober 2005). (*)

Penulis adakah Koordinator Tiki Jaringan HAM Perempuan Papua

Editor: Timo Marten