Papua No. 1 News Portal | Jubi
Suva, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Anti Diskriminasi Fiji mengungkapkan bahwa mereka sedang menyelidiki klaim kekerasan aparat kepolisian di sebuah desa.
Komisi itu berkata seorang laki-laki berusia 32 tahun diduga diserang dan dilemparkan dari jembatan oleh sejumlah anggota polisi yang mengenakan pakaian sipil.
Direktur komisi itu, Ashwin Raj, menjelaskan bahwa sejumlah penyelidik dari kantornya telah mengunjungi Desa Naqia dan mewawancarai beberapa warga lokal yang telah menyaksikan dan membenarkan insiden tersebut. Ia juga berkata timnya telah mengunjungi korban yang saat ini sedang pemulihan di rumah sakit.
Laporan temuan mereka akan diserahkan kepada polisi.
Ia menegaskan bahwa tidak ada satu orang pun yang di atas hukum dan “penggunaan kekerasan oleh lembaga penegak hukum hanya saat diperlukan, sepadan, dan sesuai hukum.”
Dia menambahkah bahwa pelaku atas tindakan kekerasan yang memuakkan ini harus bertanggungjawab dan menghadapi konsekuensi hukum penuh.
Sembilan petugas polisi telah diskors sehubungan dengan dugaan penyerangan tersebut.
Komisaris Polisi, Sitiveni Qiliho, meyakinkan bahwa para anggota sedang diinvestigasi atas tuduhan penyerangan tersebut. Qiliho mengatakan dia telah mengarahkan Departemen Investigasi Kriminal dan Urusan Internal akan melakukan investigasi serempak terhadap dugaan insiden tersebut.
Komisaris juga berkata dia akan memastikan investigasi dilakukan secara menyeluruh dan secepatnya.
Parpol oposisi kecam penahanan MP Pio Tikoduadu
Anggota parlemen blok Oposisi, Pio Tikoduadu, ditangkap oleh kepolisian di rumahnya pada hari Selasa pekan lalu, setelah membagikan sebuah video melalui media sosial dimana ia membahas insiden kekerasan aparat tersebut.
Presiden Partai Federasi Nasional itu lalu dibebaskan pada Rabu malam.
Kepala bagian intelijen, Biu Matavou, mengatakan polisi telah menyelesaikan penyelidikan mereka atas Tikoduadua.
Menurut Matavou file kasus itu telah diserahkan ke Kantor Jaksa Penuntutan Umum.
Pemimpin-pemimpin partai oposisi mengecam apa yang mereka anggap sebagai penegakan hukum yang berlebihan di Fiji, dimana isu kesehatan nasional dan krisis ekonomi digunakan untuk mengekang kebebasan dan HAM dasar.
Dalam pernyataan bersama parpol NFP, Unity Fiji, dan Partai Buruh, mereka menerangkan bahwa keadaan darurat sudah tidak berlaku, dan penerapan keadaan darurat bencana alam akibat Siklon Harold bukan berarti lembaga-lembaga penegak hukum bisa dengan mudah menekan kebebasan warga Fiji.
Parpol oposisi juga meminta Menteri Kesehatan, Ifereimi Waqainabete, untuk mengambil kendali atas krisis Covid-19 di bawah wewenang kementeriannya, sesuai dengan UU Kesehatan Masyarakat, dan memastikan prioritas “semua lembaga negara tidak boleh teralih dan hanya fokus pada langkah-langkah kesehatan masyarakat.”
Koalisi pembela HAM Fiji juga pekan lalu mengatakan bahwa angkatan bersenjata dan kepolisian tidak boleh menggunakan pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk melakukan pelanggaran HAM.
Koalisi ini berkomentar mengikuti tuduhan penyerangan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan yang menyebabkan kematian seorang tahanan di Suva dua minggu lalu. Empat petugas telah digugat atas insiden itu – dua dengan pasal pembunuhan dan dua lainnya dengan kekerasan.
Ketua koalisi, Nalini Singh, berkata “Pandemi Covid-19 bukan alasan untuk pelanggaran HAM. Kekerasan yang berlebihan tidak dapat diterima dari lembaga penegakan hukum atau angkatan bersenjata kita.” (RNZI)
Editor: Kristianto Galuwo