Papua No. 1 News Portal | Jubi
KORBAN selamat banjir bandang di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura mulai diserang sejumlah penyakit. Penyakit mereka umumnya ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan diare. Sedangkan untuk penyakit berat belum ada laporan.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Aloysius Giay, di Jayapura, Rabu, 20 Maret 2019.
Ia mengatakan bahwa penanganan terhadap warga yang sakit tersebut sudah dilakukan tim medis di posko-posko yang sudah disediakan.
“Kami akan melakukan evaluasi bersama Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dinkes Kabupaten Jayapura, Kesdam, dan pihak terkait lainnya yang bergerak di bidang kesehatan,” katanya.
Evaluasi, kata Giyai, dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di luar posko-posko utama.
“Sejauh ini kami telah menyiapkan dua tenda darurat jika diperlukan untuk para korban yang menjalani rawat inap,” katanya.
Satu tenda digunakan untuk pemeriksaan lebih dalam setelah pemeriksaan awal, sedangkan tenda satu lagi untuk pasien rawat inap.
Menurut Giyai, sampai Rabu tim medis terus melakukan pemeriksaan rutin kepada para korban yang datang ke posko kesehatan.
“Kami sudah kerahkan seluruh tenaga medis sampai hari ini, bahkan beberapa rumah sakit juga kami siagakan untuk mengantisipasi kasus-kasus besar,” katanya.
Ia menambahkan tim kesehatan telah membuat beberapa cluster (gugus), agar penanganan terhadap korban banjir bisa cepat dan tepat sasaran. Gugus pertama penyediaan adalah farmasi dan logistik tanggap darurat. Gugus kedua, pelayanan kesehatan dan keadaan darurat (emergency).
Kemudian, cluster bidang P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit), baik yang dibawa maupun yang muncul. Cluster khusus tim kesehatan lingkungan yang bertugas untuk penyediaan air bersih, MCK, dan MCK bergerak (mobile).
“Serta cluster gizi untuk penanganan khusus bagi ibu dan anak, selain menangani masyarakat lainnya,” ujarnya.
Yance Wenda, warga Kampung Toladan, Sentani, jurnalis Jubi yang rumahnya rusak akibat banjir bandang, mengatakan saat ini banyak anak yang terserang demam dan flu, sehingga membutuhkan penanganan dari tenaga medis.
“Sebagian warga Toladan memang sudah ada yang dijemput petugas kesehatan dari Rumah Sakit Dian Harapan untuk diperiksa kesehatannya di posko induk, tapi masih ada orang dewasa dan anak kecil di sini yang butuh pengobatan,” katanya.
Ia berharap ada petugas kesehatan yang melakukan pelayanan keliling agar warga pengungsi yang tidak bisa ke posko-posko induk bisa juga mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan obat-obatan.
Di lokasi pengungsian di Kantor Bupati Jayapuradi Gunung Merah, Sentani, beberapa pengungsi mengeluhkan soal pelayanan kesehatan.
Nita Abisay, 24 tahun, pengungsi dari Doyo Baru, mengeluhkan sulitnya mendapatkan makanan, obat-obatan, popok bayi, dan susu.
“Kami padahal sudah turun ke posko di tenda-tenda besar di bawah (posko induk), tapi katanya tunggu saja nanti didata dulu, ada yang bilang nanti diantar, tapi ditunggu-tunggu, lama,” katanya, Rabu, 20 Maret 2019.
Menurutnya, justru yang cukup membantu adalah bantuan yang berdatangan dari luar.
“Karena mereka langsung masuk ke ruangan-ruangan pengungsi, kalau posko di bawah itu lama,” kata ibu yang memiliki bayi usia 6 bulan tersebut.
Ia merasa ruangannya yang berada di pojok bagian kiri kantor bupati tersebut, sejak hari pertama pengungsian seperti diabaikan.
“Kalau di ruangan-ruangan lain cepat, kita di sini susah sekali,” katanya.
Di ruangannya ada beberapa anak kecil dan bayi. Biasanya mereka hanya mengalami flu atau batuk-batuk.
“Kontrol kesehatan memang rutin dilakukan sekali sehari, tapi obat-obatan memang harus periksa di bawah (posko induk), baru dikasih,” katanya.
Koordinator relawan dari Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Jayapura, Arga Putra Bintara, 25 tahun, mengatakan ada sekitar 60 orang dari Poltekkes ikut membantu mengontrol kesehatan pengungsi.
“Biasanya keluhan mereka demam, flu, dan batuk, yang parah jarang, kecuali memang penyakit bawaan dari rumah saat pra-banjir,” katanya.
Mengenai suplai obat-obatan, kata dia, semuanya dikontrol dulu oleh koordinator setiap ruangan pengungsi.
“Jadi ada koordinator yang mencatat keluhan, baru nanti disetor ke pos induk, karena kalau tidak begitu, nanti dobel terus yang minta, begitu juga keperluan lain,” katanya.
Selain bertugas mengontrol kesehatan pengungsi, mereka juga ikut membangun jamban darurat atau sanitasi di sekitar lokasi pengungsian. (*)
Reporter: Alexander Loen & Kristianto Galuwo
Editor: Syofiardi