Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Victor Yeimo ditangkap polisi dari Satuan Tugas Nemangkawi di Kota Jayapura, Papua, Minggu (9/5/2021). Victor Yeimo ditangkap sebagai tersangka dalam kasus demonstrasi anti rasisme yang berujung kerusuhan di Kota Jayapura pada 2019.
Penangkapan Victor Yeimo yang juga merupakan juru bicara Petisi Rakyat Papua untuk menolak pemberlakuan Otonomi Khusus Jilid II itu dikonfirmasi oleh Kepala Satuan Tugas (Satgas) Operasi Nemangkawi, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Minggu malam. Menurut Iqbal, penangkapan itu terjadi setelah Yeimo ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kerusuhan pasca unjuk rasa anti rasisme Papua di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019.
“Dia itu DPO kerusuhan di Papua pada 2019,” kata Iqbal. Ia menyatakan pada Minggu malam Yeimo menjalani pemeriksaan di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Papua di Kota Jayapura.
Unjuk rasa anti rasisme berlangsung secara damai di Kota Jayapura pada 19 Agustus 2019, sebagai reaksi dari ujaran rasisme yang dilakukan aparat TNI kepada mahasiswa Papua di Kota Surabaya, Jawa Timur, pada 16 Agustus 2019. Unjuk rasa serupa berulang pada 29 Agustus 2019, akan tetapi berakhir dengan amuk massa di Kota Jayapura.
Baca juga: TAPOL: 20 warga tewas dalam berbagai pembubaran demo anti-rasisme Papua
Unjuk rasa anti rasisme juga terjadi di berbagai kota lain, seperti Jakarta, Timika, Deiyai, Manokwari, Sorong, Fakfak. Banyak dari unjuk rasa memprotes kasus rasisme di Surabaya itu dibubarkan dan para pesertanya ditangkap polisi, hingga pembubaran serta penangkapan itu disoroti banyak pihak.
TAPOL, organisasi non pemerintah yang mengampanyekan hak asasi manusia, perdamaian dan demokrasi di Indonesia, mempublikasikan laporan berjudul West Papua 2019 Freedom of Expression and Freedom of Assembly pada 12 Agustus 2020. Laporan itu mencatat pada 2019 ada 20 warga yang tewas dalam pembubaran berbagai unjuk rasa anti-rasisme Papua. Selain itu, lebih dari 1.500 warga ditangkap dalam unjuk rasa atau rapat soal Papua.
Salah satu penangkapan yang paling banyak disoroti adalah penangkapan para aktivis yang kemudian disebut sebagai Tujuh Tahanan Politik (Tapol) Papua. Mereka adalah Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni, Ketua Umum KNPB Agus Kossay, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alexander Gobay, serta Ferry Kombo, Hengky Hilapok, dan Irwanus Uropmabin. Ketujuh aktivis itu dijerat dengan pasal makar, dan diadili di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.
Penangkapan dan proses persidangan ketujuh aktivis Papua ketika itu dinilai tidak sebanding dengan proses hukum kasus rasisme di Surabaya yang menyebabkan puluhan ribu rakyat Papua berunjuk rasa. Dalam kasus di Surabaya, hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada 3 Februari 2020 menghukum terdakwa rasisme Papua Tri Susanti alias Susi tujuh bulan penjara. Sementara seorang terdakwa rasisme Papua lainnya, Syamsul Arifin pada 30 Januari 2020 dihukum lima bulan penjara.
Baca juga: Rasisme terhadap orang Papua yang terus berulang
Akan tetapi, dalam persidangan yang digelar PN Balikpapan pada 2 Juni 2020 dan 5 Juni 2020, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Tujuh Tapol Papua dengan hukuman penjara antara lima tahun hingga 17 tahun. Buchtar Tabuni dituntut hukuman balik berat, 17 tahun penjara. Sementara Steven Itlay dan Agus Kossay 15 masing-masing dituntut 15 tahun penjara. Alexander Gobay dan Fery Kombo masing-masing dituntut 10 tahun penjara. Sedangkan Irwanus Uropmabin dan Hengky Hilapok masing-masing dituntut hukuman lima tahun penjara.
Pada 17 Juni 2020, majelis hakim PN Balikpapan membacakan vonis yang menyatakan ketujuh aktivis Papua itu bersalah melakukan makar, dan menjatuhkan vonis hukuman penjara antara 10 hingga 11 bulan. Sejumlah aktivis di sejumlah kota seperti Sorong, Timika, Fakfak, dan Jakarta juga ditangkap dan telah diadili dalam kasus unjuk rasa anti rasisme di kotanya masing-masing.
Selama gelombang pemidanaan para aktivis Papua itu, polisi berulang kali menyatakan amuk massa di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019 didalangi KNPB. Akan tetapi, nama Victor Yeimo tidak diumumkan terkait dengan kasus itu, hingga akhirnya Yeimo ditangkap polisi pada Minggu malam. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G