TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

Setelah dikriminalisasi, kini Veronica Koman ditagih kembalikan uang beasiswa LPDP

Papua
Aktivis HAM Papua, Veronica Koman saat diskusi daring "Apa Kabar Penyelesaian Pelanggaran HAM Biak, 6 Juli 1998?" yang digelar, Senin petang (6/7/2020) - Jubi/Arjuna

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Tekanan terhadap Veronica Koman agar ia menghentikan advokasi hak asasi manusia Papua terus terjadi. Setelah dikriminalisasi dan diadukan ke Interpol, kini Veronica Koman dipaksa mengembalikan uang beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan senilai Rp773.876.918.

Hal itu disampaikan Veronica Koman dalam keterangan tertulisnya yang diterima Jubi pada Selasa (11/8/2020). Veronica menyebut langkah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menagih kembali uang beasiswa yang pernah dikucurkan kepadanya seperti sebuah ‘hukuman finansial’ atas kegigihannya membela berbagai isu hak asasi manusia (HAM) Papua.

“Pemerintah Indonesia menerapkan hukuman finansial sebagai upaya terbaru untuk menekan saya berhenti melakukan advokasi HAM Papua. Setelah mengkriminalisasi, lalu meminta Interpol untuk mengeluarkan ‘red notice’, dan mengancam untuk membatalkan paspor saya, kini pemerintah memaksa saya mengembalikan beasiswa yang diberikan pada September 2016, sebesar Rp773.876.918,” tulis Veronica dalam keterangan persnya.

Baca juga: Veronica Koman: Penguasa pelihara impunitas penyelesaian HAM di Papua

Menurut Veronica, beasiswa itu telah digunakan untuk membiayai Veronica mengikuti program ​Master of Laws ​di ​Australian National University​, Australia, pada 2016 hingga 2018. Pada 2018, Veronica telah menyelesaikan masa studinya, dan telah pulang ke Indonesia.

“Permintaan LPDP di bawah Kementerian Keuangan itu didasarkan klaim bahwa saya tidak mematuhi ketentuan harus kembali ke Indonesia setelah usai masa studi. Kenyataannya, saya kembali ke Indonesia pada September 2018. Faktanya, sejak Oktober 2018 di Indonesia, saya melanjutkan dedikasi waktu saya untuk advokasi HAM, termasuk dengan mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua [atau] PAHAM Papua yang berbasis di Jayapura,” kata Veronica.

Pada Maret 2019, Veronica juga pergi ke Swiss untuk melakuan advokasi persoalan HAM Papua di Perserikatan Bangsa-bangsa, dan setelah itu kembali ke Indonesia. Setelah itu, ia bahkan telah beracara di pengadilan Indonesia. “Saya memberikan bantuan hukum pro-bono kepada para aktivis Papua, pada tiga kasus pengadilan yang berbeda di Timika sejak April hingga Mei 2019,” tulis Veronica.

Veronica kemudian pergi ke Australia untuk menghadiri wisuda pada Juli 2019. Saat ia berada di Australia, persisnya pada 16 Agustus 2019, terjadi insiden tindakan rasisme yang dilakukan oknum prajurit TNI dan massa organisasi kemasyarakat terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya.

Dari Australia, ia aktif mengabarkan insiden itu di media sosial, namun upaya itu justru membuahkan kriminalisasi terhadpanya. Pada 4 September 2019 Tempo.co melansir pernyataan Kepala Kepolisian Daerah atau Polda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Luki Hermawan yang mengatakan Veronica Koman ditetapkan tersangka karena diduga telah memprovokasi dan menyebarkan berita palsu di media .

“Saya berkunjung ke Australia dengan menggunakan visa tiga bulan saya, untuk menghadiri wisuda yang diselenggarakan pada Juli 2019. Ketika berada di Australia pada Agustus 2019, saya dipanggil oleh kepolisian Indonesia dan berikutnya saya ditempatkan dalam daftar pencarian orang pada September 2019. Pada masa Agustus-September 2019 ini, saya tetap bersuara untuk melawan narasi yang dibuat oleh aparat ketika internet dimatikan di Papua, yakni dengan tetap memposting foto dan video ribuan orang Papua yang masih turun ke jalan mengecam rasisme dan meminta referendum penentuan nasib sendiri,” tulis Veronica.

Tak hanya menghadapi tekanan dari polisi, Veronica juga terus menerima berbagai intimidasi. “Ancaman mati dan diperkosa kerap saya terima. [Saya] juga menjadi sasaran misinformasi daring, yang belakangan ditemukan oleh investigasi Reuters sebagai dibekingi dan dibiayai oleh TNI,” tulisnya.

Baca juga: PBB: Indonesia harus lindungi hak Veronica Koman dan pihak pelapor aksi unjuk rasa di Papua -Papua Barat

Veronica menyatakan LPDP dan Kementerian Keuangan telah mengabaikan fakta bahwa ia telah memenuhi kewajibannya untuk pulang ke Indonesia setelah merampungkan studinya di Australian National University. Ia menyatakan ingin kembali pulang ke Indonesia, namun keselamatannya terancam.

“Kementerian Keuangan telah mengabaikan fakta bahwa saya telah menunjukkan keinginan kembali ke Indonesia, apabila tidak sedang mengalami ancaman yang membahayakan keselamatan saya. Melalui surat ini, saya meminta kepada Kementeri Keuangan, terutama Menteri Sri Mulyani, untuk bersikap adil dan berdiri netral dalam melihat persoalan ini, [agar] tidak menjadi bagian dari lembaga negara yang hendak menghukum saya karena memberikan pembelaan HAM Papua,” tulis Veronica.

Pada Selasa, Tempo.co melansir pernyataan Direktur  LPDP Rionald Silaban yang membenarkan pihaknya telah meminta Veronica Koman mengembalikan uang beasiswa dari LPDP. “Betul bahwa LPDP meminta Veronica Koman Liau untuk mengembalikan seluruh dana beasiswa yang sudah kami keluarkan,” kata Silaban dalam pesan pendeknya kepada Tempo.co.(*)

Editor: Admin Jubi

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us