Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Mantan penjaga gawang Persipura Jayapura di Liga Indonesia 2004, Sahari Gultom mengaku prihatin dengan kondisi mantan timnya di papan klasemen BRI Liga 1 2021. Tim kebanggan Papua, Persipura akan berjuang di laga terakhir kontra Persita Tangerang untuk meloloskan diri dari jurang degradasi.
Ucok, sapaan akrab Sahari Gultom, berharap tim Mutiara Hitam yang merupakan kebanggan Papua ini bisa memanfaatkan laga terakhir itu dengan berjuang habis-habisan demi mendapatkan kemenangan untuk bisa menjaga peluang lolos dari degradasi.
Ucok menyayangkan kalau saja mantan timnya itu harus turun kasta. Pasalnya, bagi dia dan sepak bola Indonesia, Persipura masih menjadi satu-satunya klub tersukses di kompetisi sepak bola Indonesia yang mengoleksi banyak trofi.
“Harus berjuanglah sampai pertandingan terakhir, jangan sampai tim yang kita tahu banyak mengangkat trofi di liga justru turun kasta. Apa kata dunia nanti!,” kata Ucok kepada Jubi, belum lama ini.
Mantan pelatih kiper tim nasional Indonesia itu juga pernah melewati fase sulit saat memperkuat tim Mutiara Hitam. Tepatnya di Liga Indonesia (Ligina) X tahun 2004 silam.
Ketika itu, Ucok yang pada tahun sebelumnya membela PSM Makassar memutuskan hijrah ke Jayapura, Papua. Ia bergabung dengan skuad Persipura bersama Sammy Pieters dan penyerang asal Argentina, Fernando Gaston Soler. Mereka diboyong oleh pelatih Yudi Suryata yang menggantikan Rudy William Keltjes.
“Waktu itu saya ke Persipura, sebelumnya saya di PSM Makassar, pelatih waktu itu Yudi Suryata. Saya memutuskan hijrah ke Persipura karena suka dengan tantangan dan Persipura itu adalah tim besar,” ungkapnya.
Di musim tersebut, Persipura mengawali musim dengan hasil tak memuaskan. Tim Mutiara Hitam tampil angin-anginan. Mereka malah sudah menelan 6 kali kekalahan di putaran pertama. Selebihnya, mereka mendapatkan 4 hasil imbang dan 7 kemenangan.
Hasil di putaran pertama itu membuat manajemen bereaksi, mengingat desakan dari penonton juga cukup menguat saat itu. Yudi Suryata pun diganti. Manajemen memutuskan mendaratkan pelatih berpengalaman, Suharno. Di putaran kedua itu pula bek asal Nigeria, Victor Igbonefo mulai bergabung.
Pascapergantian pelatih itulah, Persipura akhirnya bisa selamat dari degradasi.
“Karena tidak sesuai target mungkin manajemen ambil sikap menggantikan Yudi Suryata di putaran kedua. Disitulah Victor Igbonefo juga masuk. Kita sama-sama tahulah bagaimana penonton di Stadion Mandala kalau tim kalah. Setelah pergantian pelatih, baru kita bisa terhindar dari zona degradasi,” kenangnya.
Meskipun berhasil terhindar dari jurang degradasi, Persipura di bawah asuhan Suharno saat itu tetap tak mampu merangsek naik ke papan atas klasemen.
Hingga berakhirnya kompetisi, Persipura harus finis di titik terendah mereka di Liga Indonesia, di peringkat ke-13 klasemen. Mereka meraup 43 poin dari hasil 11 kemenangan, 10 hasil imbang dan 13 kekalahan.
“Tim kita sebenarnya punya materi pemain yang bagus ketika itu, dan target kita sebenarnya ada di papan atas, walaupun akhirnya kita finis di urutan 13,” pungkas Ucok.
Sebelumnya, hal yang sama juga diungkapkan David Da Rocha, mantan rekam setim Sahari Gultom di Ligina X.
Da Rocha menuturkan jika tim Mutiara Hitam ketika itu berada di fase sulit dan nyaris terdegradasi kalau saja tak lekas bangkit di akhir kompetisi.
“Waktu itu pertandingan terakhir kita harus lawan PSPS Pekanbaru, kita berkomitmen untuk bermain habis-habisan, kita tidak boleh kalah untuk menghormati orang Papua dan merah hitam, kita anggap laga itu sebagai final. Saya sampai bernazar akan makan rumput kalau kita tidak menang hari itu. Tapi kita akhirnya menang dan tidak terdegradasi,” kata Da Rocha.
Persipura akan melakoni pertandingan terakhir menghadapi Persita Tangerang pada Kamis (31/3/22). Namun nasib tim Mutiara Hitam akan ditentukan di laga Barito Putera vs Persib Bandung dan PSS Sleman vs Persija Jakarta. (*)
Editor: Edho Sinaga