TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

Masyarakat adat harus miliki kepastian hukum atas wilayah adatnya

Masyarakat Adat di Papua
Atraksi tarian daerah yang dibawakan oleh masyarakat adat saat penjemputan kirab api PON XX Papua beberapa waktu lalu. - Jubi/Engel Wally

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menegaskan masyarakat adat harus memiliki  kepastian hukum atas wilayah adatnya. Hal itu dinyatakan Awoitauw di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, Papua, pada Sabtu (30/10/2021).

Mathius Awoitauw yang juga pencetus Hari Kebangkitan Masyarakat Adat pada 24 Oktober 2013 itu menyatakan selama ini masyarakat adat hanya digunakan sebagai peredam konflik. Keberadaan para tokoh adat hanya juga sering dimanfaatkan oleh berbagai kepentingan perorangan, golongan, maupun kepentingan politik praktis.

Akan tetapi, hak dan legalitasnya masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat atas tanah dan hutan kerap diabaikan oleh pemerintah daerah di Papua. “Yang disebut masyarakat adat [adalah kelompok masyarakat yang berdiam] dalam satu wilayah tertentu, ada batas wilayah, ada masyarakatnya, ada struktur kelembagaan adat berdasarkan keret atau marga, [dan mereka] mendiami wilayah tersebut secara turun temurun,” ujar Awoitauw.

Baca juga: Masyarakat adat Papua desak pengesahan Raperda kampung Adat

Awoitauw mengatakan Pemerintah Kabupaten Jayapura terus melanjutkan pembuatan peta wilayah ulayat setiap masyarakat adat di sana. Pemetaan itu dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai pihak, termasuk masyarakat adat setempat. Nantinya, setiap wilayah adat harus disertifikasikan berdasarkan batas-batas wilayahnya, dan hasil pemetaan itu akan daftarkan kepada Badan Pertanahan Nasional.

“Setiap wilayah adat yang telah dipetakan harus terdaftar di pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua, maupun Pemerintah Kabupaten Jayapura. Hal itu [dilakukan] agar [wilayah ulayat masyarakat adat] diakui oleh semua pihak. Wilayah adat yang telah dipetakan itu memiliki struktur kelembagaan dan masyarakat yang jelas, ” kata Bupati Jayapura dua periode itu.

Menurut Awoitauw, jika wilayah ulayat masyarakat adat telah dipetakan, peluang investasi akan tetap ada, termasuk untuk mengelola potensi sumber daya alam yang dimiliki masyarakat adat. Pemetaan wilayah adat yang jelas juga akan mencegah terjadinya sengketa tanah ulayat yang biasanya dilakukan dengan aksi pemalangan di berbagai fasilitas umum yang ada di Papua.

Oleh sebab itu, pemetaan wilayah adat harus dilakukan secara detil, dan hasilnya yang diumumkan. “Misalnya wilayah adat Bhuyakha [di Sentani] terbagi dalam beberapa keret [atau kelompok marga], [harus jelas] berapa jumlah marga, berapa jiwa [warganya]. Semuanya dalam angka. Lalu kepemilikan hak ulayat dari total wilayah, ada tempat-tempat tertentu atau lahan yang dimiliki oleh keret dan marga. Hasil bumi, potensi sumber daya alam, dan harta kekayaan satu wilayah adat harus didata serinci mungkin, ” ungkapnya.

Baca juga: PT PPMA: Penting mempercepat pemetaan wilayah adat suku di Papua

Kepastian hukum tentang wilayah ulayat masyarakat adat dan batas-batasnya diyakini Awoitauw akan memberi jaminan bagi masyarakat adat untuk mendapat manfaat dari pengelolaan wilayah adatnya. Tanpa kepastian hukum, sulit bagi masyarakat adat untuk maju dan berkembang dalam era saat ini.

Awoitauw juga menegaskan pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura tidak boleh disalahgunakan untuk memperjualbelikan hak atas tanah ulayat. “Tanah tidak boleh dijual. [Jika] dijual kepada pihak lain, maka pemilik hak ulayat tidak akan bisa berbuat apa-apa. Akan tetapi, jika [disewakan dengan] kontrak dalam rentang waktu tertentu, hal itu dapat dibicarakan secara bersama pemilik hak ulayat. Dampak yang diterima adalah [akan ada] peningkatan ekonomi, [sehingga] kesejahteraan masyarakat adat akan terwujud dengan sendirinya, ” ucap Awoitauw.

Secara terpisah, salah satu tokoh masyarakat adat di Kabupaten Jayapura, Boaz Enok selaku Ondofolo Kampung Sosiri, Distrik Waibhu, mengatakan masyarakat adat sudah ada dan telah mengatur sendiri wilayahnya sejak dulu, bahkan sebelum pemerintah terbentuk. Kedudukan dalam kelembagaan adat di masing-masing wilayah di Kabupaten Jayapura masih berjalan sesuai aturan dan tatanan adat setempat, dan hal itu tidak bisa diintervensi pihak manapun.

“Setelah ada pemerintah, seperti saat ini,  harus ada koordinasi dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat adat. Keduanya harus saling membantu dan mendukung program pembangunan manusia [dan] pemberdayaan di segala bidang. Tentunya berdasarkan aturan dan tatanan yang telah ditetapkan, baik oleh masyarakat adat ataupun pemerintah daerah,” kata Enok. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us