Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Pelaksaan eksekusi bangunan rumah almarhum Jambormase oleh Pengadilan Negeri (PN) Merauke, setelah putusan Mahkamah Agung (MA) yang dimenangkan Gereja Protesan Indonesia (GPI) Papua-Merauke nyaris ricuh.
Dari pantauan Jubi, Rabu (20/1/2021) sekitar pukul 11.00 Waktu Papua, puluhan aparat kepolisian telah berada di dalam area bangunan rumah almarhum Jambormase di Jalan Kampung Timur, sekaligus mem-back up agar barang-barang di dalam rumah dikeluarkan.
Namun suasana sempat memanas lantaran beberapa anggota keluarga menolak dilakukan eksekusi, sehingga terjadi keributan dan salah seorang terpaksa diamankan dan dibawa kantor polisi.
Setelah dikomunikasikan secara baik, akhirnya barang-barang dalam rumah almarhum Jambormase dikeluarkan satu persatu dan dinaikkan ke atas mobil truk.
Mewakili keluarga, S Jambormase, mengatakan tanah dimaksud dibeli oleh orangtuanya dari pemilik ulayat. Lalu sebelum dibeli, itu adalah tanah kosong dan tak ada penghuni, sehingga siapa saja berhak memanfaatkan.
“Tanah dimaksud dibeli ayah saya dari pemilik ulayat dan ada dokumen kepemilikan termasuk pelepasan secara adat serta sertifikat. Lalu kenapa sehingga putusan terakhir dari MA, tanah dimaksud dikatakan bahwa milik GPI Papua. Jelas kami tidak terima,” tegasnya.
Dia juga menyayangkan pihak PN Merauke yang menyuruh harus mengeluarkan barang-barang dalam rumah, sementara jumlahnya sangat banyak.
“Kami minta waktu sampai sore untuk keluarkan barang-barang, namun tak direspons pihak PN Merauke. Tentunya kami merasa kecewa sekali,” ungkapnya.
Baca juga: Kantor Dispora Merauke dipalang, GOR Hiad Sai dan venue futsal PON terancam tak bisa digunakan
Ketua Klasis GPI Papua-Merauke, Pdt. Victor Jelira, mengatakan tanah tersebut pada zaman Belanda telah diserahkan kepada GPI. Lalu orangtua almarhum Jambormase menempati, karena saat itu menjadi seorang guru.
“Lalu sampai pensiun dan memiliki anak-anak tetap tinggal di situ dan mengklaim sebagai tanah miliknya. Padahal itu adalah aset GPI,” ungkapnya.
Humas PN Merauke, Rizky, mengatakan eksekusi bangunan dilakukan atas putusan registrasi nomor 127/Kasasi/PDT/1965 atas nama Agustina melawan GPI. Jadi pelaksanaan eksekusi berdasarkan berita acara.
“Jadi kami melakukan eksekusi lantaran telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dimana perkara dimenangkan GPI Papua,” ujarnya.
Diakui, sebelum dilakukan eksekusi, pihaknya telah bersurat kepada keluarga seminggu yang lalu, sekaligus meminta rumah dikosongkan, namun tak dilakukan. Meski begitu, proses eksekusi hari ini tetap dilangsungkan. (*)
Editor: Dewi Wulandari