Jayapura, Jubi-Pulau Biak dan sekitarnya termasuk wilayah beriklin tropis basah sehingga suhu udara rata-rata di sana sekitar 28 derajat celsius dengan kelembaman udara rata-rata sekitar 86,3 persen. Bisa disimpulkan bahwa wilayah ini kategori daerah panas, bahkan terkadang dijuluki pulau karang panas Byak.
Secara tradisional nelayan Biak mengenal lima musim angin, dan memiliki nama sesuai dengan karakter sifat angina yang bertiup. Kelima musim ini disebut dalam bahasa Byak sejak nenek moyang karena berdasarkan pengalaman mereka selama melaut. Musim ini bertiup secara bergantian menurut kalender musiman orang kampong. Tiupan angin sangat mempengaruhi dalam kehidupan mereka saat melaut dan jika angin bertiup sangat kencang, maka rencana melaut dibatalkan.
Masyarakat Byak mengenal lima musim, menurut Enos Rumansara dan kawan-kawan dalam buku berjudul, Tradisi Wor di Kabupaten Biak Numfor antara lain :
1. Angin Wambarek, angin ini bertiup dari arah barat ke arah timur pulau Biak.
2. Angin Wamurem, angin yang bertiup dari arah timur ke barat pulau Biak.
3. Angin Wambrauw, angin yang bertiup dari arah selatan ke arah utara Pulau Biak.
4. Angin Wambrur, angin yang bertiup dari arah utara ke awah selatan Pulau Biak.
5. Angin Wamires, angina yang bertiup dari arah tenggara ke arah barat laut Pulau Biak.
Ke lima macam jenis angina ini sangat mempengaruhi kehidupan para nelayan jika melaut sebab peran kalender musiman dan kebiasaan lama sangat menentukan jumlah tangkapan dan keamanan mereka di laut.
Pergantian musim angin, jelas sangat mempengaruhi kehidupan keseharian nelayan saat melaut, sehingga berdampak pada jenis ikan dan jumlah hasil tangkapan. Nelayan tradisional Byak sudah mengenal betul jenis ikan di sekitar perairan Pulau Biak, dengan berpedoman pada musim angina tertentu atau berdasarkan kaleder musiman mereka.
Pengetahuan dan kearifan masyarakat local sangat bermanfaat dalam transportasi di bidang kelautan, sehingga ini memberikan pedoman bagi nelayan maupun para pelaut dalam berdagang maupun berperang. Orang Biak mengenal dua jenis perahu dagang (mansusu) dan perahu perang (way mamun).
Sebagai pedagang dalam berbarter barang dengan suku-suku tetangga biasanya para pelaut menggunakan perahu mansusu untuk ke rekan dagang mereka (manibob) di Waropen, Wandamen sampai ke kepala burung (Vogelkop).
Jika nelayan mengetahui musim angina dengan baik, bisa berjalan aman dalam berlayar sebaliknya jika tidak mengetahui akan berakibat fatal.
Karena bisa hanyut terbawa arus laut. Masyarakat Biak yang bermukim di Pulau-pulau Kabupaten Sarmi termasuk nelayan yang hanyut dan sebagian lagi karena memiliki rekan dagang. Pulau-pulau Komamba di Kabupaten Sarmi memiliki arti tidak terlihat lagi sebab jaman dulu nelayan-nelayan Biak terbawa arus dan terdampar di pulau sehingga mereka menamakan Pulau Komamba yang artinya sudah tidak terlihat lagi Pulau Biak.
Banyak juga warga yang tak mengenal perhitungan kemaritiman yang minim bisa berakibat fatal, tak heran kalau ada orang-orang Byak yang terdampar sampai ke PNG atau Fiji. Bahkan sebagian lagi hanyut sampai ke Filipina. Yang jelas dari lima musim angin hanya dua musim yang dianggap sangat mempengaruhi aktivitas kehidupan para nelayan di Biak.
Kedua musim itu adalah angin Wambarek dan angina Wamurem sedangkan ketiga musim lainnya tak berpengaruh karena waktunya tak berselang terlalu lama. Hanya sebentar saja sehingga tidak bisa menentukan aktivitas mereka.
Musim Wambarek atau angin Barat biasanya bertiup pada Oktober dan berakhir pada Februari, pada Desember dan Januari tiupan angina Wambarek sangat kencang sehingga aktivitas bisa terhenti. Masyarakat biasanya memilih berkebun atau berburu di hutan primer di sekitar kampong areal permukiman.
Musim Wamurem atau angina Timur, angin ini bertiup pada Maret dan berakhir pada Agustus sehingga dianggap musim untuk melaut dan mencari ikan. Musim ini angina bertiup tidak terlalu kencang dan lautan sangat teduh. Meski permukaan laut tenang tetapi di dalam arus laut sangat kuat sehingga terkadang banyak kayu maupun lumut hanyut dan dikenal dalam istilah Baf atau Baf iki.(Dominggus mampioper)