Papua No. 1 News Portal | Jubi
Oleh: Yosep Riki Yatipai*
Demokrasi berasal dari kata Yunani demokratia, yang artinya kekuatan rakyat. Kata demokratia berasal dari gabungan dua suku kata yakni, demo yang artinya rakyat dan kratos yang artinya kekuatan. Sejatinya, kata ini digunakan pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani saat itu, sehingga lawan kata dari demokrasi adalah aristokrasi. Aristokrasi sendiri merupakan kekuatan elite. Maka, kedua istilah ini sendiri bertolak belakang dari segi kata dan makna.
Demokrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat.
Dengan kata lain, gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Selain itu, Abraham Lincoln (Presiden Pertama Amerika Serikat) menyebut demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Indeks demokrasi menurun masif di Indonesia
Data Indeks Demokrasi Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut kualitas demokrasi Indonesia pada 2020 menurun dibandingkan dengan tahun 2019. Skor Indeks Demokrasi Indonesia 2020 yang dirilis BPS berada di angka 73,66.
Skor ini menurun dibanding tahun 2019 yang 74,92. Sementara dalam indeks demokrasi Global yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU), skor Indonesia 6,30 dalam skala 0-10. Indonesia berada di urutan ke-64 dari 167 negara di dunia. Pada 2019 skor yang didapat Indonesia adalah 6,48. Pada 2017 dan 2018, Indonesia mendapatkan angka 6,39.
The Economist Intelligence Unit menggunakan lima indikator dalam menentukan kualitas demokrasi suatu negara, antara lain, proses pemilu dan pluralisme, kebebasan sipil, partisipasi politik, fungsi dan kinerja pemerintah, serta budaya politik.
Ada banyak riset yang menjabarkan penyebab penurunan demokrasi tersebut. Beberapa di antaranya dari laporan rutin EIU, Indeks Demokrasi Indonesia, dan 2021 Democracy Report yang menunjukkan pengurangan signifikan pada kebebasan berpendapat, pluralisme, dan fungsi pemerintahan.
Baca juga: Empat negara boneka ala Peter W. Botha dan 5 provinsi ala Jokowi
Penurunan kualitas tersebut menunjukkan pergeseran pola demokrasi Indonesia. Dari demokrasi elektoral menjadi demokrasi yang cacat (flawed democracy).
Di era kepemimpinan Jokowi, penguatan demokrasi sepertinya diabaikan. Namun begitu Presiden Jokowi tetap menyampaikan bahwa kehidupan demokrasi di eranya begitu diperhatikan.
Presiden Jokowi menyebutkan bahwa kebebasan pers dan menyampaikan pendapat merupakan pilar demokrasi yang harus tetap dijaga dan dipertahankan (Kompasiana.com, 11 November 2019, 24 Juni 2021).
Akan tetapi, kita dapat melihat adanya kesan kontroversial antara apa yang dikatakan dan apa yang diterapkan. Indonesia rupanya sedang berada pada titik terendah dan mengalami penurunan yang masif sebagai negara demokrasi yang pancasilais. Sebagaimana begitu banyak para aktivis yang dikriminalisasi dan ditindak represif oleh aparat pemerintah, bahkan dianggap anti-demokrasi.
Beberapa kebijakan Jokowi yang menyumbang pelemahan demokrasi, bisa dilihat sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Tentara Nasional Indonesia (Theconversation.com, 1/10/2019).
Dengan peraturan tersebut, pemerintah hendak membungkam suara rakyat dan mahasiswa melalui kekuatan militer sebagai solusi penyelesaian masalah. Kondisi ini pula telah memberikan sikap ragu rakyat terhadap kinerja presiden yang demokratis di era reformasi.
Konteks demokrasi di Papua
Menurut BPS, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tingkat nasional pada 2019, Papua mendapat poin 65,25. Papua Barat bahkan hanya 57,62 (tirto.id, 16/8/2020). Hasil di atas memang tidak mengherankan, tetapi mengecewakan rakyat Papua.
Semisal, pembatasan internet di Papua yang justru mengancam demokrasi dan kebebasan berpendapat pada 16 Agustus 2019 (Kompas.com, 21/8/2019), penangkapan Viktor F. Yeimo, 9 Mei 2021 di Tanah Hitam Jayapura. Kini ia sedang dirawat di Rumah Sakit Dok II Jayapura. Sebelumnya ia ditahan di ruang tertutup di Mako Brimob Polda Papua, Kotaraja, Jayapura. Selain itu, Frans Wasini ditangkap di Sentani, Jayapura, 20 Mei 2021 dan sedang ditahan di Mapolda Papua (Suarapapua.com, 12/10/2021).
Selain itu, delapan pemuda Papua pemberani ditangkap di GOR Cenderawasih Jayapura, Papua, usai mengibarkan bendera Bintang Kejora, Rabu (1/12/2021) sebagai peringatan hari kemerdekaan Papua 1 Desember 1961. Hingga kini mereka sedang diperiksa.
Dalam demokrasi Indonesia yang merosot dari maknanya
Sekalipun kemanusiaan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, perlakuan Indonesia hampir selalu tidak mengindahkan kaidah moral dan ideologi Pancasila sebagai dasar hidup berbangsa dan bernegara. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan negara dalam menjamin dan menegakkan ruang demokrasi bagi mahasiswa dan rakyat Papua. Oleh karena itu, demokrasi pancasila secara tidak langsung mengalami kemunduran yang masif dan signifikan.
Demokrasi di Indonesia mengenal demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat (demokrasi) yang dalam permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tühan Yang Maha Esa serta dengan menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab dan selalu memelihara persatuan bangsa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara teoritis, demokrasi Pancasila dapat dilihat dalam dua bentuk, yakni secara khusus dan umum. Secara khusus, demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan sila Pancasila yang dilihat sebagai suatu keseluruhan yang utuh. Sedangkan, secara umum demokrasi pancasila adalah sebuah paham demokrasi yang dilandasi oleh prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pancasila.
Demokrasi pancasila memiliki tujuh landasan pokok, yakni: 1) Indonesia merupakan negara yang mendasarkan identitasnya pada hukum; 2) Negara Indonesia menganut sistem konstitusional; 3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah pemegang kekuasaan tertinggi Negara; 4) Presiden merupakan penyelenggara pemerintah tertinggi di bawah MPR; 5) Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat; 6) Menteri negara merupakan pembantu presiden dan tidak bertanggung jawab pada DPR; 7) Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Baca juga: Setiap detik Bintang Kejora berkibar di Papua
Pada prinsipnya, demokrasi dibedakan menjadi dua, yaitu prinsip demokrasi sebagai sistem politik dan prinsip nondemokrasi (kediktatoran).
Sebagai agen of change, iron stock, dan social control, mahasiswa merasa kecewa terhadap diskriminasi dan ketidaksanggupan pemerintah dalam memberikan ruang demokrasi. Sebabnya karena, ruang demokrasi hampir selalu tidak diperhatikan akibat perlakuan paksa aparat.
Sejatinya pemerintah sedang memperlihatkan dirinya sebagai negara yang antidemokrasi dan antikritik. Jika pemerintah sensitif terhadap aspirasi mahasiswa, maka Indonesia bubar sebagai sebuah negara. Karena, Indonesia sebagai negara tidak ada artinya dalam demokrasi pancasila dan tidak memberikan efek jera sama sekali kepada rakyat dan mahasiswa. Dengan kata lain, pemerintah tidak terbuka dalam menanggapi harapan rakyat melalui mahasiswa.
Dengan demikian, pemerintah sudah semestinya kembali melihat dan menelisik makna dan intisari dari demokrasi pancasila sebagai dasar negara. Demokrasi Indonesia sedang berada di titik terendah, sehingga, ruang-ruang demokrasi segera dibuka selebar-lebarnya demi kesejahteraan bersama dan kemajuan hidup bangsa sebagai manusia.
Kemanusiaan yang sempurna hanya bisa dilakukan dengan cara saling memahami dan berdiskusi. Dengan kata lain, kita dipanggil untuk bertanggung jawab atas kemanusiaan itu sendiri, bukan melarikan diri dari kehidupan bersama dan mencari kepentingan pribadi. (*)
* Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura, Papua
Editor: Timoteus Marten