TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

Farid Gaban: Menyatukan keberagaman Indonesia bukan dengan paksaan

papua, keberagaman, diskrimnasi, kekerasan
Ilustrasi Aksi demontrasi mahasiswa dan rakyat Papua melawan diskriminasi rasis terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya berlangsung di Jayapura, Senin (19/8/2019) - Jubi/Agus Pabika.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Makassar, JubiFarid Gaban , Jurnalis senior yang keliling Indonesia pada 2009 lalu, dalam Ekspedisi Zamrud Katulistiwa, mengatakan Indonesia memiliki keberagaman.

Akan tetapi cara menyatukan keberagaman itu bukan dengan kekerasan atau paksaan. Melainkan dengan keadilan sosial dan penghormatan.

Pernyataan itu dikatakan Farid Gaban dalam dikusi daring “4 Jurnalis Keliling Indonesia Bicara 75 Tahun Indonesia Merdeka dan NKRI Harga Mati.”

Diskusi yang digelar Redaksi Jubi dengan moderator Veronica Koman ini, dilaksanakan pada Senin petang (17/8/2020).
“[Tindakan kekerasan, paksaan] rasisme, diskriminasi, refresif dan lainnya justru dapat mempercepat Indonesia pecah,” kata Farid.

Menurutnya, jika ada masyarakat di satu wilayah ingin berpisah dengan Indonesia, mereka pasti punya alasan. Persatuan tidak mungkin dipaksakan, dan persatuan dinilai bagian dari negosiasi, juga dialog.

Mengenai Papua kata Farid, ia ingin provinsi di ujung Timur Indonesia itu tetap bersama Indonesia. Akan tetapi, tak adil jika mengabaikan ketidak adilan, diskriminasi, rasisme dan lainnya yang terjadi di Papua.

“Kalau seperti itu, saya serahkan kepada teman-teman di Papua untuk memilih jalannya sendiri. Salah satunya mungkin lewat referendum. Kita tidak selalu harus bertengkar. Kita lewat jalan damai,” ujarnya.

Katanya, tidak selalu keinginan merdeka itu ada akan langsung terwujud. Namun keinginan tersebut suatu yang wajar. Juga, tidak selamanya pelaksanaan referendum itu langsung menang.

“Ini [juga] mesti menjadi bahan renungan dan diskusi teman-teman di Papua bagaimana berdialog dengan sesama (internal) memutuskan dengan cara damai,” ucapnya.

Dalam diskusi yang sama, Ahmad Yunus rekan seperjalan Farid Gaban saat ekspedisi Zamrud Katulistiwa mengatakan, tak bisa membayangkan seberapa mahalnya harga yang mesti dibayar, kalau Papua dan daerah lain lepas dari Indonesia, seperti Timor Leste yang dulu bernama Timor Timur (Timtim).

“Kalau membaca sejarah Timtim, harga yang dibayar mahal adalah kekerasan dan trauma hingga kini. Inilah ongkos mahal yang akan dibayar jika Papua lepas,” kata Ahmad Yunus.

Akan tetapi di luar konteks itu katanya, masa depan Indonesia berada di kalangan komunitas masyarakat adat. Mereka setia menjaga tatanan hidupnya hingga kini.

“Yang berjudi adalah kita masyarakat urban ini. Solusinya, laksanakan amanat dalam Undang-Undang Dasar [1945]. Prinsip-prinsip itu dilaksanakan. Pembukaan Undang-Undang Dasar kan sudah jelas,” ucapnya. (*)

Editor: Syam Terrajana

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us