TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

Mengenang Hiroshima, mengenang warisan nuklir di Pasifik

Penyintas di Pasifik menjadi saksi atas lebih dari 310 uji coba senjata nuklir di Australia, Kepulauan Marshall, Kiribati, dan Polinesia Prancis. - Islands Business

Papua No.1 News Portal | Jubi

Di Jepang, mereka disebut hibakusha – orang-orang yang selamat dari serangan bom atom AS di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, dan Nagasaki tiga hari kemudian. Tujuh puluh lima tahun kemudian, para penyintas masih mengingat hari-hari itu dan mendesak penghapusan senjata nuklir.

Tidak ada yang tahu dengan pasti jumlah orang yang tewas dalam serangan nuklir ini. Perkiraannya berkisar antara 90.000 – 146.000 orang di Hiroshima dan 39.000 – 80.000 di Nagasaki. Hibakusha lainnya hidup selama beberapa dekade, menderita kanker, leukemia, dan penyakit lain akibat paparan terhadap radiasi pengion.

Di daerah Pasifik, ada juga korban yang menyaksikan lebih dari 310 uji coba senjata nuklir di Australia, Kepulauan Marshall, Kiribati, dan Polinesia Prancis. Pada peringatan Hiroshima dan Nagasaki yang ke-75, kisah mereka juga harus menjadi bagian dari sejarah nuklir.

Sejak awal, Kepulauan Pasifik merupakan bagian penting dari era nuklir. Dua pesawat AS yang menyerang Jepang dengan bom atom itu datang dari Pulau Tinian di Kepulauan Mariana: Enola Gay (pesawat yang membawa senjata atom dengan nama sandi ‘Little Boy’ ke Hiroshima) dan Bockscar (yang menjatuhkan bom ‘Fat Man’ di Nagasaki).

Setelah serangan terhadap Jepang yang menyebabkan kematian puluhan ribu warga sipil, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis mengembangkan arsenal senjata nuklir mereka selama arsenal dengan menguji senjata nuklir di Oseania. Penyintas nuklir ini dapat ditemukan di berbagai lokasi uji coba nuklir di Pasifik: Bikini, Enewetak, Monte Bello, Emu Field, Maralinga, Pulau Malden, Pulau Christmas (atau Kiritimati), Atol Johnston (Kalama), Atol Moruroa, atol Fangataufa.

Kepulauan Marshall

Dari 1946 hingga 1958, AS melakukan 67 uji coba nuklir di Kepulauan Marshall. Ada 24 uji coba lainnya dilakukan di koloni Inggris yaitu Kepulauan Gilbert dan Ellice pada tahun 1962 (modern Kiribati), serta ledakan nuklir yang mencapai atmosfer dari roket yang diluncurkan di Atol Johnston. Uji coba nuklir terbesar yang mencapai atmosfer AS dilakukan di Atol Bikini pada 1 Maret 1954. Dengan julukan ‘Bravo’, uji coba tersebut menghasilkan ledakan sebesar 15 megaton atau setara dengan 15 juta ton bahan peledak TNT.

Setelah ‘Bravo’, Lemeyo Abon adalah salah satu anak yang dipindahkan dari Rongelap, suatu atol di Kepulauan Mariana yang terkontaminasi oleh dampak nuklir. Evakuasi ini memulai pengasingan selama beberapa dekade, menyebabkan banyak orang masih hidup jauh dari kampung halaman mereka. Ia lalu pulang untuk tinggal di atol yang terkontaminasi selama 30 tahun, Abon lalu dievakuasikan lagi ke Pulau Mejatto pada tahun 1985 dengan kapal Rainbow Warrior, tepat sebelum kapal itu diserang dan ditenggelamkan di Pelabuhan Auckland oleh badan intelijen Prancis (tahun ini adalah peringatan 35 tahun sejak serangan teroris Prancis pada kapal Greenpeace itu, yang menewaskan fotografer Fernando Pereira).

Abon kemudian pindah ke ibu kota Kepulauan Marshall, Majuro, jauh dari kampungnya, di mana dia berkata kepada saya: “Kita masih tinggal di tempat ini dalam pengasingan dari kampung halaman kita, seperti kelapa yang mengapung di permukaan air laut. Amerika Serikat harus memenuhi tanggung jawab mereka dan memastikan anak-anak dan cucu kita akan diurus.”

Sayangnya, Lemeyo Abon meninggal pada tahun 2018, ia tidak pernah pulang ke kampungnya.

Bagi orang-orang Marshall, uji coba ‘Bravo’ tahun 1954 membawa konsekuensi yang tragis. Tentara dan staf kesehatan AS dari Brookhaven National Laboratory, yang dipimpin oleh Dr. Robert Conard, melihat ini sebagai kesempatan untuk meneliti dampak radiasi pada orang-orang yang tinggal di daerah yang terkontaminasi.

Di bawah Project 4.1, suatu studi kesehatan dilakukan, melibatkan setidaknya 539 laki-laki, perempuan, dan anak-anak – seringkali tanpa persetujuan pasien – termasuk membedah dan menyuntik chromium-51, iodin radioaktif, besi, seng, dan carbon-14 dengan dalih eksperimen.

Seiring waktu orang-orang Kepulauan Marshall mulai mempertanyakan studi itu. Pada tahun 1975, seorang warga pulau Rongelap, Nelson Anjain menyurati Dr. Robert Conard: “Saya menyadari bahwa seluruh karier Anda didasarkan pada penyakit kita. Kita jauh lebih berharga bagi Anda, daripada Anda bagi kita. Anda tidak pernah benar-benar peduli tentang kita sebagai manusia – hanya sebagai sekelompok kelinci percobaan untuk upaya penelitian bom pemerintah Anda. Bagi saya dan masyarakat Rongelap, hidup itu yang paling penting. Bagi Anda, yang pali penting adalah fakta dan data. Tidak ada yang mempertanyakan kompetensi Anda, tetapi kita sering bertanya-tanya tentang rasa kemanusiaan Anda. Kita menginginkan kehidupan dan kesehatan kita. Kita ingin bebas.”

Orang-orang yang bekerja atau tinggal di lokasi uji coba nuklir terancam kesehatanya jika menghirup atau menelan isotop radioaktif yang berpotensi menyebabkan kanker dan penyakit lainnya. Tetapi mereka jarang diberitahukan tentang bahaya akumulasi partikel nuklir dalam rantai makanan yang telah meningkatkan ancaman kesehatan bagi mereka yang enggan berhenti mengonsumsi makan tradisional mereka yaitu ikan, kelapa, dan sukun.

Salah satu contohnya adalah program uji coba bom hidrogen Inggris di Pulau Christmas. Selang Operasi Grapple, Inggris melakukan sembilan uji coba nuklir atmosfer di Kiritimati dan Pulau Malden pada 1957-1958. Tekoti Rotan adalah salah satu dari 270 lebih orang Fiji yang menyaksikan uji coba ini. Rotan lahir di Pulau Banaba, dimana ada operasi pertambangan besar. Selama Perang Dunia Kedua, orang-orang Banaba dipindahkan ke Pulau Kosrae oleh tentara Jepang. Setelah perang, Inggris menolak untuk mengirim mereka kembali ke rumah mereka yang kaya fosfat, dan banyak yang dikirim ke Pulau Rabi di Fiji.

Polinesia Prancis

Ketika Prancis melakukan 193 uji coba nuklir di Polinesia Prancis antara 1966 dan 1996, pekerja pribumi Māohi sering kali diberikan tugas yang sukar, kotor, dan berbahaya.

Tanemaruata Michel Arakino lahir di Reao, sebuah pulau tidak jauh dari Atol Moruroa, dimana 178 uji coba nuklir Prancis dilakukan (15 uji coba nuklir selanjutnya diadakan di dekat Atol Fangataufa). Selama 17 tahun, Arakino bekerja dengan unit penelitian militer Prancis yang bertugas untuk mengumpulkan sampel biologis di lokasi uji coba, agar dapat mempelajari jumlah dan penyebaran partikel radioaktif.

Bekerja sebagai penyelam skuba, dia juga menyelam di laguna di Atol Moruroa untuk mengumpulkan sampel air laut, rumput laut, dan sedimen, hanya beberapa jam setelah uji coba nuklir bawah tanah dilakukan di lubang-lubang bawah tanah yang dibor di atol itu.

Di Polinesia Prancis saat ini, laguna di Atol Moruroa masih terkontaminasi oleh plutonium dan isotop radioaktif lainnya. Saat mereka membongkar lokasi uji coba nuklir CEP setelah pengujian berakhir pada 1996, tentara Prancis membuang lebih dari 2.600 ton bahan yang terkontaminasi oleh partikel nuklir ke perairan Moruroa.

Di Kepulauan Marshall, di Pulau Runit di Atol Enewetak ada kubah beton besar yang menutupi berton-ton limbah yang terkontaminasi nuklir. Warisan radioaktif dari uji coba nuklir AS di Enewetak dikubur di bawah beton itu pada pertengahan 1970-an, dalam sebuah kawah raksasa yang juga dibentuk oleh ledakan nuklir. Hari ini kubah itu mulai retak, melepaskan kontaminan ke lautan.

Perlawanan terhadap senjata nuklir pada era modern

Dalam beberapa tahun terakhir, Kepulauan Pasifik telah memainkan peran penting dalam mengembangkan perjanjian PBB mengenai larangan senjata nuklir Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons (TPNW). Perjanjian itu diadopsi PBB pada 2017 setelah kritik terhadap negara-negara bersenjata nuklir dan sekutunya mulai muncul. TPNW mengusulkan larangan global atas senjata nuklir, dalam kerangka kemanusiaan, HAM, dan lingkungan. TPNW juga mewajibkan negara-negara untuk membantu korban penggunaan dan pengujian senjata nuklir, serta remediasi lingkungan yang terkontaminasi.

Hibakusha Jepang, Setsuko Thurlow, memberikan pidato Nobel pada tahun 2017, saat International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) dianugerahkan Hadiah Nobel Perdamaian atas usahanya menciptakan TPNW. “Kita tidak puas hanya menjadi korban,” kata Setsuko. “Kita bangkit. Kita membagikan kisah kita tentang bertahan hidup. Kita berkata: kemanusiaan dan senjata nuklir tidak bisa ada berdampingan.”

Pada 7 Juli tahun ini, ulang tahun ketiga TPNW, Fiji menjadi negara ke-39 yang secara resmi menyerahkan dokumen ratifikasinya ke PBB. Duta Besar Satyendra Prasad, Perwakilan Tetap Fiji di PBB berkata: “Kita berharap hari ini kita mendorong momentum lebih lanjut dalam upaya untuk mendapatkan 50 negara yang diperlukan agar TPNW dapat diberlakukan… Penderitaan orang-orang di seluruh Pasifik akibat puluhan tahun terpapar saat uji coba senjata nuklir masih merupakan salah satu warisan paling menyakitkan dari masa lalu kolonial kita. Orang-orang Kepulauan Pasifik dari generasi ke generasi telah menderita akibat dampak kesehatan yang disebabkan dari kerusakan dan pencemaran ekosistem mereka; dan dari pemindahan paksa dari tanah leluhur mereka untuk membuka jalan bagi uji coba nuklir.”

Fiji bergabung dengan negara-negara Pasifik lainnya yang telah menandatangani dan meratifikasi TPNW, termasuk Selandia Baru, Vanuatu, Samoa, Palau, Kiribati, dan Kepulauan Cook. Sebaliknya, pemerintah Morrison di Australia tidak menandatangani TPNW.

Tujuh puluh lima tahun setelah pengeboman di Hiroshima dan Nagasaki, Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) telah bergabung dengan pemimpin agama dari seluruh Australia, menyurati Perdana Menteri Scott Morrison meminta pemerintah Australia untuk bertindak. (Islands Business)

Artikel ini disusun berdasarkan ‘Grappling with the Bomb’, sebuah sejarah uji coba nuklir dan penyintas nuklir Pasifik oleh koresponden Islands Business, Nic Maclellan.

 

Editor: Kristianto Galuwo

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us