Papua No. 1 News Portal | Jubi

Biak, Jubi – Dalam seminggu masyarakat Kampung Warbon, Distrik Biak Utara, Biak, Papua dapat meraup jutaan rupiah. Semua itu berkat keseriusan masyarakat mengembangkan tanaman sirih.

Warga Kampung Warbon, Alex Abrauw menuturkan masyarakat Warbon mulai mengenal tanaman sirih pada 1996. Namun, pada waktu itu tanaman sirih belum bernilai ekonomi sehingga masyarakat menanam sekadar untuk konsumsi pribadi.

“Tanaman sirih milik masyarakat sendiri,” kata Abrauw saat ditemui Jubi di Kamar Warbon.

Lima tahun kemudian, kata Abrauw, masyarakat mulai serius mengembangkan tanaman sirih. Sebab pada 2001 sirih sudah bernilai ekonomi.

BACA JUGA: Ekonomi nelayan Tablasupa meningkat karena mempertahankan tradisi

“Sirih serta pinang dan kapur bernilai ekonomi pada tahun itu sampai sekarang ini,” ujarnya.

Hasil tanaman sirih kemudian dijual masyarakat ke pasar-pasar di Biak, Papua. Ada pula yang dikirim keluar seperti ke Kota Jayapura dan Manokwari. Bahkan ada yang sampai ke Wamena.

“Dikirim ke setiap kabupaten yang ada di Papua, harga sirih per kilogram Rp35 ribu,” katanya.

Barkolius Rohwa yang datang ke Biak pada 1974 mengatakan dapat menghasilkan Rp5 juta per minggu dari hasil tanaman sirih. Hasil itu diperolehnya dari menggarap lahan seluas setengah hektare.

Rohwa berasal dari Serui. Ia kemudian menikah dengan perempuan Warbon dan menetap hingga saat ini di Kampung Warbon.

“Saya tidak bisa pulang ke Serui, tidak punya tanah di sana,” ujarnya.

Irwan Basan, pria asal Buton yang menetap di Kampung Warbon mengatakan hasil tanaman sirih sangat menjanjikan. Dalam sekali panen bisa mendapatkan hasil 60 hingga 70 kilogram.

Hasil tersebut kemudian dijual dengan harga Rp15 ribu per kilogram. Basan sudah bisa meraup pendapatan hingga Rp1 juta untuk sekali panen. Seminggu bisa dua sampai tiga kali panen.

Basan menanam sirih di lahan setengah hektare. Ia tidak mampu menggarap lebih luas lagi lantaran bekerja hanya seorang diri.

“Punya lahan satu hektar, tapi cuma bisa garap setengahnya saja,” katanya.

Menurutnya menanam sirih membutuhkan kesabaran yang ekstra. Petani membutuhkan waktu delapan bulan dari proses menanam hingga panen perdana.

“Bulan Februari sampai April hasil paling melimpah. Ada yang bisa panen hingga setengah ton jika punya lahan besar,” ujarnya.

Namun, kata Basan, menanam sirih juga memiliki masalah penyakit. Sirih paling mudah diserang jamur sehingga petani harus bisa memilih waktu yang pas untuk menanam.

“Curah hujan kalau sudah tinggi sudah pasti jamur menyeerang. Kalau daunnya sudah mulai kuning pohon sirih bakal mati,” katanya.

Selain di Kampung Warbon, masyarakat yang menanam sirih juga ada di beberapa kampung di Distrik Biak Utara, Kabupaten Biak, seperti di Kampung Andey, Kampung Soukubye, Kampung Korem, Kampung Mnsuwor, dan Kampung Rosyendi. (*)

Editor: Syofiardi

Leave a Reply