TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

Maret- Juli 2020, anggota TNI diduga lakukan intimidasi dan aniaya warga Tambraw

initimdasi TNI, tambraw
Sejumlah anak memegang poster berisi penolakan pembangunan markas Kodim di Kabupaten Tambraw, Papua Barat. Jubi/Ist

Papua No.1 News Portal

Jayapura, Jubi – Selang bulan Maret -Juli 2020, aparat TNI diduga melakukan serentetan tindakan intimidasi dan penganiayaan terhadap warga di Kabupaten Tambraw, Provinsi Papua Barat. Tindakan itu berpangkal dari berbagai kasus.

Warga Tambrauw yang telah menggelar kampanye menolak rencana pembangunan Kodim di Kabupaten Tambrauw mengalami ketakutan atas dugaan tindakan intimidasi dari aparat TNI .

Hal itu disampaikan Yohanes Mambrasar, advokat HAM kepada redaksi Jubi melalui rekaman suara dan rilis tertulisnya, Jumat dan Sabtu, (30-31/07/2020).

Pada 25 – 26 Juli 2020, terjadi intimidasi warga Werbes dan Werur. Pelakunya diduga anggota Koramil Sausapor dan Kodim.”Intimidasi ini terkait kampanye penolakan pembangunan Kodim,”ungkapnya.

Anggota TNI membawa foto-foto warga yang memegang spanduk bertuliskan tolak pembangunan Kodim. Mereka lantas mendatangi dan meminta warga memberi klarifikasi foto dan alasan penolakan.

“Anggota TNI merekam klarifikasi mereka,”katanya.

Kronologi dugaan intimidasi

Mambrasar membeberkan kronologi dugaan intimidasi oleh aparat TNI pada Sabtu 25 Juli 2020 siang.

Sekitar 8-10 orang anggota TNI menggunakan mobil  mendatangi Maklon, seorang pemuda di Kampung Werbes. Seorang anggota TNI bernama Basri menunjukkan foto kepada Maklon.

“Dalam foto tersebut Maklon bersama beberapa warga lainnya memegang poster tolak pembangunan Kodim Tambrauw,”ujarnya.

Anggota TNI menanyakan tujuan pembuatan foto dan kampanye tolak pembangunan Kodim. Maklon diminta memberikan klarifikasi.

“Menyuruh Maklon melakukan klarifikasi, lalu direkam oleh salah seorang angota TNI,”ujarnya.

Kata Mambrasar, para anggota TNI itu juga menanyakan  keberadaan warga lainnya yang berada dalam foto-foto kampanye pelolakan Kodim. Anggota TNI mengatakan akan mencari mereka juga untuk memintai keterangan dan klarifikasi.

Pada hari Minggu 26 Juli 2020, para anggota TNI juga mendatangi kepala Kampung Werur, sembari menunjukkan foto-foto penolakan pembangunan Kodim dan menanyakan keberadaan warga yang ada dalam foto itu.

“Kemudian mereka menyuruh kepala kampung Werur untuk membawa orang tua dari para anak-anak yang terlibat dalam kampanye tolak Kodim Tambrauw, untuk bertemu dengan pihak TNI pada hari Kamis 30 Juli, di Kantor TNI (Koramil atau Kodim),”ungkapnya.

Kronologi dugaan penganiayaan

Sementara itu selang satu hari setelah dugaan intimidasi , tercatat ada 6 warga mengalami penganiayaan fisik pada 28 dan 29 Juli 2020. Empat warga mengalami kekerasan di Kwor pada 28 Juli 2020, atas nama Neles Yenjau (35), Karlos Yeror (35), Harun Yewen (30) dan Piter Yengres (27),

Dugaan penganiayaan berikutnya terjadi di Distrik Kasi (Mubrani) pada 29 Juli 2020. dua warga yang menjadi korban bernama Soleman Kasi dan Hengky Mandacan.

Pemukulan keenam warga ini berpangkal dari kasus yang berbeda. Yakni kasus perkelahian antar warga pada 28 Juli 2020, dan aksi protes pergantian kepala distrik pada 29 Juli 2020.

Dia mengungkapkan identitas yang melakukan anggota TNI yang melakukan penganiayaan pada 28 Juli di kampung Kosyefo. Pelaku bernama Akmal, anggota TNI Koramil Kwoor, Sabrianto, anggota TNI Koramil Kwoor.dan Dedi, anggota TNI Koramil Kwoor dan dua pelaku lainnya tidak diketahui identitasnya.

“Pelaku penganiaya Soleman Kasi dan Henky Mandacan di Distrik Kasi tidak diketahui namanya. Namun pelaku diduga bertugas pada Pos Satgas TNI di Distrik Mubrani,”ungkapnya.

Sedangkan kronologi kejadian pada 28 Juli 2020. Warga Kosyefo dan Kwor melakukan pertemuan adat
untuk penyelesaian perkelahian antar warga yang terjadi beberapa bulan lalu (Juni 2020) di Kosyefo.

Pertemuan itu dilakukan digelar di Orwen, Distrik Kwor pada siang hari.

“Pertemuan ini dilakukan secara terbuka di bawah  pohon mangga, sesuai dengan tradisi warga setempat. Pertemuan berjalan baik hingga mencapai kesepakatan dan perdamaian di antara warga Kosyefo,”ujarnya.

Namun anehnya kata dia, pada pukul 13.00 di akhir pertemuan itu, lima anggota TNI datang ke tempat  pertemuan dan memanggil empat pelaku perkelahian antar warga. Keempatnya yakni Neles Yenjau (35), Karlos Yeror (35), Harun Yewen (30) dan Piter Yengres (27),

initimdasi, penganiayaan warga tambraw
(kanan) Hengky Mandacan salah satu dari korban di Distrik kasi. Dia dipukul akibat peda pendapat dengan terkait pembongkaran palang posko Covid-19 dan aksi protes penggantian kepala distrik.
(kiri) potongan gambar video interogasi TNI terhadap empat warga hingga alami kekerasan. Jubi/Ist

Mereka disuruh berdiri dan membuka baju di depan warga, lalu anggota TNI membentak dan menendang mereka di bagian dada dan perut  sebanyak tiga kali. Warga lainnya hanya berdiri menyaksikan tindakan itu.

Sedangkan pada Selasa 28 Juli 2020, warga Kampung Kasi inda, Kasi jaya, Waja, Memoruko, Irumfei distrik Kasi melakukan pemalangan jalan. Mereka menuntut  Pemerintah Tambrauw dan Papua Barat menindak lanjuti aspirasi warga distrik Kasi yang telah disampaikan pada Tahun 2017, yaitu mengganti Kepala Distrik Kasi, bersama sekretaris dan Bendahara Distrik dengan orang asli Distrik Kasi. Selang beberapa jam, pada jam 12.00 – 13.00 anggota TNI datang membuka palang jalan tersebut.

“Warga pun ke Pos Covid 19 di distrik Mubrani lalu membuka palang jalan yang dibuat oleh petugas Covid di depan pos Covid 19 Mubrani, dan mengatakan kepada petugas untuk tidak melakukan pemalangan lagi dan biarkan kendaraan bebas melintas.

Warga meminta pemalangan di Pos Covid 19 harus dibuka juga sama seperti palang warga yang telah dibuka oleh aparat, sehingga adil.

Pada 29 Juli 2020 warga Distrik Kasi kembali lagi ke Pos Covid 19 di distrik Mubrani. Setibanya di sana mereka melihat palang jalan masih menutup jalan. Warga pun mengamuk membongkar palang dan membakar baliho yang terpasang di dekat pos Covid.

“Ketegangan antara warga dan aparat pun terjadi, warga  melemparkan batu ke arah pos aparat, aparat pun membalas tembakan dan mengejar warga. Dalam pengejaran itu aparat menangkap Soleman Kasi dan  Hengki Mandacan.

Aparat TNI pun memukul keduanya, Soleman dipukul  hingga babak belur di seluruh tubuhnya.

Sebelumnya pada Maret-April 2020, dua warga Fef bernama Imanuel Bame dan Klawit Baru mengalami penganiayaan oleh aparat TNI.

Kata dia, dua bulan kemudian, tepatnya pada 12 Juli 2020, anggota TNI diduga kembali melakukan penganiayaan terhadap satu warga Sausapor, bernama Alex Yapen.

“Penganiayaan Alex Yapen (dilakukan) oleh anggota Kodim di Sausapor pada 12 Juli 2020,”ungkapnya.

Namun pada dua kasus terakhir, belum diketahui apa motif penganiayaan itu.

Sementara itu, Kepala penerangan Kodam (Kapendam) XVIII Kasuari Kolonel Inf.Andi Gus Wulandri, yang dikonfirmasi mengatakan pihaknya belum menerima laporan dari Kodim Tambrauw.

“Maaaf Kakak..smp skr kami belom terima Laporan itu..kami butuh waktu utk cek dan konfirmasi.,”katanya membalas pesan WhatsApp pada Minggu (2/07/2020).

Pesan konfirmasi yang sama dikirim ke Kasdim Tambrauw, Mayor Yoyo. Pesan yang dikirim jurnalis Jubi diterima dan dibaca. Namun belum ada respons hingga berita ini tayang. (*)

Editor: Syam Terrajana

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us